Archive for the ‘naskah drama’ Category

LAWAN CATUR
Karya Kenneth Arthur (Kenneth Sawyer Goodman)
Terjemahan WS RENDRA
Diketik ulang oleh Giri Ratomo

SAMUEL
Bagaimana, Antonio ( tersenyum ) Rupanya kau telah kehilangan kecerdikanmu

ANTONIO
Sebentar,Yang Mulia

SAMUEL
Pionnya barangkali..

ANTONIO
Bukan ( main ) Nah… sudah

SAMUEL
Aha ! Begitu ? Bagus…bagus…! Kecerdikanmu telah kembali bukan ?

ANTONIO
Apakah waktunya sudah habis, Yang Mulia ?

SAMUEL
Belum. Kita masih punya waktu 10 menit untuk permainan ini.

ANTONIO
Yang Mulia sudah bosan main catur rupanya…

SAMUEL
Tidak. Aku tidak pernah bosan main catur. Dengar, Antonio. Apabila aku bosan main catur, itu artinya aku bosan hidup.permainan catur adalah tantangan bagi ketajaman otak dan kekuatan sikap jiwa manusia : sebagaimana taktik cinta, taktik perang, politik dan lain sebagainya. Apabila permainan caturku buruk, aku akan berhenti jadi Menteri Urusan Kepolisian. Kita orang pemerintah tidak hanya meletakkan nyawa dalam kekuatan tangan kita, namun juga harus mengasah kepala untuk menjalankan tugas seefektif mungkin. Kita harus tetap menjaga agar sempurna, persis geraknya, licin jalannya. Ya…ya..begitulah caranya kita mengabdi pada pekerjaan kita. Apabila mesin – mesin dalam kepala kita mogok atau macet, kita tak pula lagi berarti apa-apa.

ANTONIO
Tetapi pikiran Yang Mulia melayang agaknya…

SAMUEL
Begitukah ? baiklah, baik ( main dengan cepat ) Nah..lawanlah ini kalau kau bisa.

ANTONIO
Sebuah gerakan yang dapat menyelamatkan Raja Yang Mulia…

SAMUEL
Kau rasakan sekarang. Aku melamun, aku bermimpi, pikiranku melayang dan kemudian datang gerakan secepat kilat. Ketangkasan taktik pada lintasan akal sekejap itulah letak kekuatannya.

ANTONIO
Itu namanya inspirasi, Yang Mulia !

SAMUEL
Mungkin. Tetapi di balik inspirasi itu kita tidak boleh melupakan taktik permainan.

VERKA masuk

VERKA
Apakah Yang Mulia memanggil saya ?

SAMUEL
Apakah ada orang yang bernama Oscar Yakob ?

VERKA
Seseorang yang bernama Oscar Yakob membawa surat keterangan dari yang mulia, menunggu di ruang sekretaris.

SAMUEL
Saya memperkenankan kau membawanya kemari 10 menit lagi.

VERKA
Harap dimaafkan, Yang Mulia. Tuan Sekretaris mohon bertanya apakah perintah yang diberikan Antonio memang benar ?

SAMUEL
Perintah apa ?

VERKA
Bahwa orang yang bernama Oscar Yakob itu tak perlu di geledah ?

SAMUEL
Tak ada alasan untuk menggeledah orang itu ( verka pergi )
Giliranmu main Antonio. Kita masih punya waktu dua menit untuk main catur dan satu menit untuk tanya jawab.

ANTONIO
Ahaa …saya dapat menskak mat Yang Mulia dalam lima langkah.

SAMUEL
Tapi dua menit sudah habis. Sekarang katakanlah, apakah agen-agenmu tidak salah dalam mengusut keterangan mengenai orang yang bernama Oscar Yakob itu ?

ANTONIO
Sangat pasti, Yang Mulia. Saya mohon kepada Yang Mulia kemarin, karena telah diketahui oleh agen-agen saya bahwa orang yang bernama Oscar Yakob itu masuk kompotan anti pemerintah, dan dia mendapat tugas dari pimpinannya untuk membunuh Yang Mulia. Dua orang bawahannya telah kami tangkap dua minggu yang lalu, dan yang tak mesti diragukan lagi adalah mengenai orang yang bernama Oscar Yakob itu. Laporan mengenai sejarah hidupnya, sejak dia lahir sampai sekarang telah kami serahkan kepada Yang Mulia. Tentu Yang Mulia telah memahaminya.

SAMUEL
Ya… ya…riwayat hidupnya telah kuhapal di luar kepala. Meskipun begitu, aku telah menganugerahkan kepadanya untuk mewawancaraiku secara pribadi. Juga telah aku perintahkan dengan tegas untuk tidak menggeledahnya. Singkatnya, aku telah melakukan pekerjaan yang sangat tolol, bukan ?

ANTONIO
Saya tidak berhak meragukan kebijaksanaan Anda, Yang Mulia

SAMUEL
Ah ..?! kau tak berhak meragukan kebijaksanaanku ? tapi dalam hati kau meragukannya. Aku melihat semua itu di balik pandangan matamu ketika kau berkata dalam hati : ”Yang Mulia Samuel Glaspel, dibalik omongannya yang manis, sudah tidak seperti biasanya lagi. Dia telah mundur. Dia telah kehilangan sesuatu yang menyebabkan kehilangan kekuatannya !” Apa kau kira aku takut ?

ANTONIO
Yang Mulia…

SAMUEL
Terus terang, aku sendiri kadang-kadang berpikir begitu. Bahwa sekali waktu tak akan ada lintasan akal yang muncul seperti kilat, dan bahwa aku akan dibikin skak-mat untuk selama-lamanya. Itulah sebabnya kau kusuruh kemari untuk berjam jam main catur denganku. Aku sangat terganggu untuk melakukan permainan dengan.. Oscar Yakob itu.

ANTONIO
Jadi, Yang Mulia punya alasan pasti untuk bertemu dengan orang itu ?

SAMUEL
Toh, kau tak akan bisa memahami alasanku ini.

ANTONIO
Orang itu ditugaskan untuk membunuh Yang Mulia

SAMUEL
Biarlah…

ANTONIO
Tapi dalam hal ini saya mengusulkan kepada Yang Mulia…untuk…tentu akan lebih aman apabila…

SAMUEL
Cukup ! Jangan bicara padaku seperti anak kecil. Aku tahu apa yang tengah kau pikirkan. Samuel Glaspel tidak seperti biasanya, ia telah kehilangan. Ia telah kehilangan sesuatu yang menyebabkan kehilangan kekuatannya. Ia telah lamban dan ia butuh dijaga..Nah,.. waktunya telah habis. Kau kerjakan saja apa yang telah kutugaskan kepadamu. Jangan lebih dari itu.

ANTONIO
Apakah papan caturnya harus saya singkirkan, Yang Mulia ?

SAMUEL
Jangan..jangan disentuh ataupun diubah. Kita akan menyelesaikannya nanti ( Antonio berdiri ragu-ragu ) Nanti kau akan ku panggil dengan bel. Baiklah. Kulihat kau akan berkata sesuatu. Kau kira permainan kita tak dapat dilanjutkan ? kita lihat saja nanti.

ANTONIO
Saya mohon kepada Yang Mulia agar….

VERKA MASUK BERSAMA Oscar YAKOB
Oscar Yakob menghadap….

Oscar yakob datang dengan gagah

SAMUEL
Ooo..begitu ? Jadi kau yang bernama Oscar Yakob itu ? Bagus..bagus…begitu …!

OSCAR
Ya, saya Oscar Yakob

SAMUEL
Bois nastardas, Oscar Yakob.

OSCAR
Bois nastardas, Samuel Glaspel.

SAMUEL
Ternyata begitu sukar menjumpai saya, bukan ? Sukar bertemu muka dengan Samuel Glaspel !

OSCAR
Tidak sesukar sebagaimana yang saya bayangkan, Yang Mulia.

SAMUEL : ( kepada antonio dan verka )
Nah..apalagi yang kalian tunggu ? Orang ini mempunyai sesuatu yang penting yang mesti disampaikan, tapi dia sepertinya seorang yang pemalu. Dihadapan orang banyak, tampaknya dia tidak bisa berkata apa-apa.

ANTONIO
Yang Mulia…Saya akan menanti di koridor.

SAMUEL
Nonsens. Nonsens…! Pergilah ke taman, carilah inspirasi untuk permainan kita nanti. Ayo, pergilah !

antonio dan verka pergi

SAMUEL : ( pada oscar yakob )
Saya ingin memandangmu baik-baik

Oscar Yakob Curiga

SAMUEL
Ah..tidak ada orang lain yang mengintai kita. Kamar ini letaknya paling ujung dan berada di pojok bangunan. Di belakang, tak ada apa-apa selain jendela. Tak ada balkon dan tak ada lemari. Bukalah pintu dari mana kau tadi masuk. Tak ada orang di koridor. Boleh kau kunci jika kau menghendakinya..! Nah, kita tidak akan diganggu lagi. Baiklah, sekarang duduklah dan katakan apa yang kau inginkan.

OSCAR (tak bisa berkata apa-apa)

SAMUEL
Tiba-tiba jadi bisu, ya ? Tak tahu bagaimana memulainya. Kemalu-maluan atau bagaimana ?

OSCAR
Tidak. Saya berkata dalam hati.

SAMUEL
Ah.. berkata dalam hati.

OSCAR
Saya bertanya dalam hati, mengapa Yang Mulia memberi kesempatan ini.

SAMUEL
Kesempatan ?!

OSCAR
Kesempatan saya untuk membunuh Yang Mulia.

SAMUEL
Begitu ? Kau mau membunuh saya ! jadi itukah soalnya ?! Baiklah. Dari tadipun saya sebenarnya sedang memikirkan hal itu, sekarang tentu saja saya menjadi lebih yakin lagi. Bagus. Nah, teruskanlah !

OSCAR ( tenang dan biasa )
Tuhan menyerahkan anda ke tangan saya.

SAMUEL
Bah ! Janganlah Tuhan kita itu kita ikut-ikutkan. Buang kalimat tolol dan omong kosong itu. Saya sangsi, apakah Tuhan masih punya perhatian terhadap orang macam kita. Sayalah yang menyerahkan diri saya sendiri kepadamu. Persoalannya tidak lebih dari itu. Sebetulnya gampang saja saya bisa menjebakmu. Tapi tidak. Bahkan tak perlu sebenarnya pistolmu itu kau sembunyikan di balik kantongmu.

OSCAR ( sinis )
Yang Mulia rupanya bersuka hati.

SAMUEL
Bukan, bukannya bersuka hati. Saya hanya tergoda ingin tahu, bagaimana kau memainkan pistolmu itu. Nafsu ingin tahu ini begitu meluap-luap barangkali. Keluarkan barang itu, Oscar Yakob. Silahkan !

OSCAR
Yang Mulia, ini mendebarkan hati kita berdua.

SAMUEL
Dan mengharukan, begitu ? Ya.. begitu mengharukan hati. Bagus, bagus Oscar Yakob.

OSCAR ( mengeluarkan pistol )
Jauhkan tangan anda dari bel itu. Dengan segala hormat Yang Mulia Samuel Glaspel.

SAMUEL
Saya tak akan melakukannya. Kau takut mereka akan datang kemari kalau saya menekan bel ini, bukan ? Tidak… Apa saya terlalu tolol mengira kau takut ? Baiklah, baiklah. Kalau tangan ini saya gerakan, kau tentu akan menembak.

OSCAR
Ya !

SAMUEL
Nah, teruskanlah, saya tidak akan melakukannya.

OSCAR
Tak akan ada seorang pun di atas bumi ini yang akan bisa menyelamatkan Anda, SAMUEL Glaspel !

SAMUEL
Demikian juga halnya denganmu, Sobat. Kau toh tak akan bisa meninggalkan ruangan ini dengan selamat…ya..dalam keadaan sehat wal afiat.

OSCAR
Saya akan mencoba keluar dengan selamat, Samuel Glaspel.

SAMUEL
Tidak. Itu terlalu berlebihan rasanya. Saya memang membiarkan kau masuk, tapi saya tidak akan membiarkan kau keluar. Kau akan kehilangan kawan yang berguna, Oscar Yakob !

OSCAR
Yang Mulia !

SAMUEL
Begitu ?! Sinting sekali. Saya pikir orang-orang sejenismu membenci saya. Atau barangkali, kau hanya menjilat dengan cara menunjukkan perasaanmu itu ? Boleh. Jilatlah dengan caramu.

OSCAR
Tak ada hasrat untuk menjilat Anda.

SAMUEL
Ah, begitu ? Jadi saya akan menjalani sesuatu tanpa dijilat dahulu ?

OSCAR
Perasaan pribadiku tak turut campur apa-apa dalam urusan ini. Aku alat Tuhan.

SAMUEL
Lagi-lagi begitu. Apa hubungannya semua ini dengan Tuhan ? O, ya, apa kebetulan kau pandai main catur ?

OSCAR
Kenapa anda bertanya begitu ( gelisah, gugup )

SAMUEL
Sebab kau telah menengahi permainan catur saya itu. Antonio tadi mengancam saya untuk menskak mat dalam lima langkah. Tapi tidak, tidak semudah itu, Oscar Yakob.

OSCAR
Saya telah cukup mendengar anda melucu, Samuel Glaspel.

SAMUEL
Jadi kau tak bisa bermain catur ? baiklah, saya telah berjanji untuk meneruskan permainan itu nanti. Coba saja kita lihat nanti.

OSCAR
Tentu saja Yang Mulia berhak mempunyai suatu kehendak.

SAMUEL
Sudah saya katakan kepadamu, kalau kau telah bosan dengan wawancara ini, terserah padamu untuk mengakhirinya. Apalagi yang kau tunggu ? Kenapa kau jadi lamban ?

OSCAR
Apakah Yang Mulia tidak ingin berdoa ?

SAMUEL
Berdoa ? Siapa yang ingin mendengarkan doa dari orang macam saya ? Tidak ! saya lebih suka bicara.

OSCAR
Terserah kepada Yang Mulia.

SAMUEL
Ya, kita akan bicara sampai terkumpul keberanianmu untuk melaksanakan tugasmu itu.

OSCAR ( pemberontak yang gagah )
Tak perlu keberanian untuk menyelesaikan orang macam Anda.

SAMUEL ( tenang dan yakin )
Orang akan membutuhkan keberanian biar untuk membunuh seekor tikus sekalipun.

OSCAR
SAMUEL Glaspel, saya adalah orang yang terpilih !

SAMUEL
Oo..begitu ? Jadi pilihan jatuh kepadamu. Suatu kehormatan. Suatu keistimewaan. Kau menganggapnya begitu, bukan ? Dan sebagai seorang pemeberontak kau punya cita-cita politik, bukan ?

OSCAR
Saya tak punya cita-cita politik.

SAMUEL
Tak punya cita-cita politik ? Oo.. begitu ! dan juga tak ada kebencian perseorangan. Lalu apa ? Coba ceritakan padaku.

OSCAR
Saya seorang petani, bapak saya seorang petani, dan kakek saya juga seorang petani. Anda seorang bangsawan, nenek anda seorang bangsawan dan pangeran. Ini adalah masalah penderitaan dan perbudakan melawan sejarah kekejaman dan penindasan. Saya tak akan peduli. Hari ini saya hanya memikirkan hari kemarin dan hari yang akan datang. Tindakan anda selalu sangat kejam dan keras, tak usah diragukan lagi, itu pun saya tak peduli. Saya tak akan menurut campurkan semua itu dalam hal ini. Bahkan penderitaan saya sendiripun tidak saya libatkan. Semuanya tak berarti telah mendorong saya untuk melakukan perbuatan ini. Anda dan saya tak cukup berarti apa-apa. Ini adalah kasta melawan kasta. Saya menggabungkan diri dalam partai revolusioner, betul ! Anda menamakan saya agen mereka, ya ! Meskipun saya tak tahu cita-cita mereka untuk negara ini. Saya tak mempedulikannya, saya hanya mengerti bahwa gerombolan pada siapa saya bergabung, adalah perjuangan yang mewakili gelora hati saya. Saya menuruti mereka karena saya merasa berhak untuk mendendam darah dan kelahiran saya.

SAMUEL
Yah..kau orang fanatik.

OSCAR
Adalah hukum alam bahwa saya melawan anda.

SAMUEL
Ahaa…jadi secara alam kau memusuhi saya ? sejarah penindasan melawan sejarah penindasan, begitu ? Hari ini kau telah melupakan segala-galanya, bukan ? Duka deritamu yang tak seberapa, dan kekejaman yang juga tak seberapa, kau anggap tak perlu diperdulikan ? kau hanya berpendapat, dirimu tak lebih dari tangan dendam satu kasta terhadap kasta lain. Oh..kau digerakkan debu-debu bangkai nenek moyang, bukan ? Kau memukul udara dengan gada asap. Kau terjerumus ke dalam kedangkalan dan kepicikan. Apa yang kau kerjakan kini adalah hinaaan yang fanatik terhadap keadilan.

OSCAR
Tanganku sudah gatal, Samuel Glaspel ! ( mengancam )

SAMUEL
Tunggu ! ( tenang )
Masih ada suatu hal yang ingin saya katakan, sesuatu yang akan kau kenang di antara waktu kau membunuh dan kau dibunuh. Sebenarnya Oscar Yakob adalah saya bukan Kau!

OSCAR
Omong kosong apa lagi ini ?

SAMUEL
Kaulah Samuel Glaspel.

OSCAR
Gila…Anda gila ! ( ancaman pistol )

SAMUEL
Tunggu ! Ketika kau masih kanak-kanak, kau punya saudara pungut. Kau biasa berkejaran di ladang, kau biasa tiduran bersamanya, bertengkar memperebutkan boneka barang mainan. Ketika kau berumur tujuh tahun seseorang yang menunggang kuda datang dari bukit utara dan membawa saudara pungutmu itu pergi. Dan apabila kau menangis mencarinya, ayahmu memukulmu. Apakah kau masih ingat semua itu ?

OSCAR
Ya, saya masih mengingat semua itu dengan baik. ( Datar )

SAMUEL
Ayahmu meninggalkan ibumu pada tahun berikutnya. Tak lama kemudian ibumu meninggal dunia. Ia tak pernah menceritakan perihal saudara pungutmu itu. Kau lalu pergi ke rumah pamanmu dan akhirnya kau di sana magang pada tukang sepatu.

OSCAR
Cukup ! Anda tak bisa mempesona saya dengan riwayat hidup saya sendiri. Itu tak membuktikan apa-apa. Spion-spion Anda mesti tahu apa saja perihal siapa saya dulu, siapa saya sekarang, bagaimana saya ini dan bagaimana saya itu.

SAMUEL
Ya.. memang cukup semua itu. Seperti kau katakan tadi, itu tak membuktikan apa-apa. Tapi toh kita berdua bersaudara angkat.

OSCAR
Apa buktinya ?

SAMUEL
Ibumu yang baik hati rupanya telah tertarik pada sebuah lelucon yang tak menguntungkan. Ia telah mengirimkan anaknya sendiri agar dibesarkan sebagai anak bangsawan, sedang seorang pangeran yang dititipkan kepadanya untuk melindunginya dari bahaya seorang Jendral Markais telah ia kirim ke Brudenburg, untuk menempuh hidup yang kau..kau sendiri tahu macam bagaimana itu.

OSCAR
Beri saya buktinya.

SAMUEL
Saya tidak akan memberikan ciri atau bukti kepadamu.

OSCAR
Aha..apa lagi sekarang ? Apa lagi yang akan Anda dongengkan kepada saya ?

SAMUEL
Sayalah anak petani itu dan kaulah bangsawan itu. Saya dan kau adalah anak petani itu. Mengertikah kau sekarang, mengapa saya katakan tugasmu itu adalah tugas yang kegila gilaan?

OSCAR
Bohong ! Bohong ! Apa pula tujuan Anda berbohong ?

SAMUEL
Tidak ada.

OSCAR
Apakah Anda mengharapkan saya membuang pistol ini keluar jendela dan memeluk Anda sebagai saudara tua ?

SAMUEL
Saya tak mengharapkan apa-apa. Saya insyaf, saya adalah orang mati yang berbicara dengan orang mati.

OSCAR
Bohong ! Bohong dari puncak sampai ke dasarnya !

SAMUEL
Benar 100%, tak ada alasan bagi saya untuk membohongimu. Kau sendiri yang tadi bertanya, bukan ? Kenapa kau diberikan kesempatan untuk membunuh saya. Apa yang kau rencanakan sudah terjadi beberapa minggu yang lalu. Samuel Glaspel telah kehilangan keseimbangannya. Saya sesungguhnya ingin bunuh diri. Saya harus mati. Tapi kematian macam apa, saya tidak mengetahuinya. Itulah sebabnya kau datang tidak digeledah. Kaulah yang menjalankan kematian itu.

OSCAR
Itu sajakah alasan anda untuk bertemu dengan saya ?

SAMUEL
Apakah tidak cukup kuat alasan untuk bertemu dengan memberi kematian itu ?

OSCAR
Haih..apalagi yang akan Anda ceritakan ?

SAMUEL
Saya hanya minta agar kau segera menyelesaikan tugasmu. Kecuali kau merasa berat untuk membunuh..saudara angkatmu… Oscar Yakob yang sebenarnya….Apabila demikian halnya, pintu masih terbuka bagimu.

OSCAR ( tajam )
Manis Sekali, Mengharukan Sekali. Kembali, dan mengatakan pada seluruh teman-temanku bahwa Oscar Yakob telah melepaskan Samuel Glaspel yang bengis itu dari ujung pistolku karena dia telah menceritakan sebuah cerita anak-anak tentang dua orang saudara angkat yang mengharukan ? Tidak ! ( mengokang pistol )

SAMUEL
Bunuh saya kalau begitu !

OSCAR ( Membidik )
Saya….

SAMUEL
Tembaklah !

OSCAR
Saya tidak bisa. Bagaimanapunjuga ada kemungkinan yang Anda katakan itu benar.
( meletakkan pistol ) Bagaimanapun, saya tak dapat hidup kalau itu dusta dan demi Tuhan, saya akan mati kalau itu benar.

SAMUEL
Pendeknya, bagaimanapun juga kita berdua harus mati.

OSCAR
Ya, demikianlah. Tapi aku tak berani bunuh diri. Harus ada jalan keluar, harus ada jalan lain.

SAMUEL
Apakah kau cukup berani untuk minum racun ? Ya, bagus..Lihatlah cincin ini. Kalau saya tekan sebuah pernya, begini, nah..ada tepung yang hebat di bawah akiknya. Lihat ! Kemudian kita undi, salah satu dari kita akan minum racun dan seorang lagi menggunakan pistol. Gampang bukan ?

OSCAR
Ya, sekarang jadinya saya mengetahui tipu muslihat Anda sebenarnya. Bohong ! Setiap kata anda adalah bohong ! Saya bisa menduga dengan jelas anda memang tukang sulap yang licik seperti setan. Tapi saya tak mau diundi dengan orang sejenis anda.

SAMUEL
Pakailah caramu kalau begitu. Lihatlah racun ini. Lebih dari cukup untuk kita berdua. Ambillah anggur sendiri dan bagi dua sendiri dalam dua gelas. Satu untukmu, dan satu lagi berikan pada saya. Dan untuk memuaskan hatimu, biarlah saya yang meminumnya terlebih dahulu.

OSCAR
Anda akan bersikeras sampai saat terakhir, bukan ? Baiklah, kita lihat saja nanti
( mencampur dan sebagian untuk samuel glaspel )

SAMUEL
Untuk kematian yang nikmat, Saudara Angkatku ( Minum )

OSCAR
Aha…ternyata Anda memang seorang pemberani ( mengangkat gelas dan berhenti )
Bagaimana..bagaimana kalau anda saya tinggalkan sekarang ? Bagaimana ?

SAMUEL
Para pengawalku telah saya perintahkan untuk menangkapmu begitu kau keluar.

OSCAR
Dalam hal ini, untuk penebusan dosa-dosa anda, Saudara Angkatku ( minum )

SAMUEL
Duduklah !

OSCAR ( duduk tapi tegang )
Apakah kita harus menunggu lama ?

SAMUEL
Mungkin lima menit. Itu tadi ramuan tidur yang dinamakan sebagai pelupa diri yang sempurna. Saya percaya bahwa ia bekerja tanpa mendatangkan kesakitan. Saya telah diberi tahu, nanti kita akan menjadi mati perasaan dan indera kita. Apakah kau merasa ngantuk ?

OSCAR
Tidak. Saya tidak takut mati, Sobat ! ( menatap tajam )

SAMUEL
Angkatlah tanganmu.

OSCAR
Rasanya sangat berat. Apa anda takut mati, Yang Mulia ?

SAMUEL
Tidak. Saya tidak takut mati, Sobat ! ( menatap tajam )

OSCAR
Sa…saya juga tidak.

SAMUEL
Sekarang gerakan kakumu.

OSCAR
Tak bisa. Aneh…saya merasa….perasaan saya mati.

SAMUEL
Demikian juga saya, Sobat. Dapatkah kau bangkit dari kursimu ?

OSCAR
( pelan ) Sa…ya…tidak bisa menggerakkan tangan saya. Barangkali saya bisa menggerakkan tangan saya. Barangkali saya bisa bergerak kalau saya berusaha keras … tetapi saya telah kehilangan kemauan saya …..sssa…ya … merasa sakit, hanya kepala berdenging denging.
SAMUEL
Be…gitukah ? Apakah kau masih mendengar suara saya dengan baik ?

OSCAR
Ya …saya masih medengar.

SAMUEL
Hmmm… he….ehe..he….( tertawa panjang dan sinis )

OSCAR
Katakan demi dosa-dosa Anda, apakah yang Anda ceritakan tadi benar ? Dan benarkah bahwa SAMUEL Glaspel itu saya sendiri ?

SAMUEL
Demi dosa saya he…he…he ?

OSCAR
Apabila semua itu benar, saya mohon anda bisa memaafkan saya.

SAMUEL
Tak ada yang harus dimaafkan.

OSCAR
( terasa mendekati ajalnya ) Terima kasih

SAMUEL
Demi penebusan dosaku, Oskar Yakob, apa yang telah aku ceritakan tadi adalah dusta belaka
( bertatapan ) Aku telah berdusta padamu. Aku bukanlah saudara angkatmu. Engkaulah Oscar Yakob dan aku adalah Samuel Glaspel. Aku telah berdusta padamu.

OSCAR ( berusaha untuk berdiri mengambilkan pistol, tapi keburu direbut samuel glaspel, akhirnya lemas )

SAMUEL ( Berdiri Di Depannya )
Nah, sekarang kau masih bicara, bukan ?

OSCAR
Kau Iblis ! Kau pembohong ! Setidak tidaknya kau tak bisa lolos dariku. Aku tak perlu lagi menghantammu.

SAMUEL Tertawa Panjang

OSCAR
Baiklah ejeklah aku ! Aku toh tak dapat menghindarinya.

SAMUEL
Aku tak akan mati Oscar Yakob ( sinis )

OSCAR
Teapi kau juga minum racun, bukan ? Aku melihatnya. Kau akan mampus Samuel Glaspel !

SAMUEL
Ya, kita berdua minum. Matamu tak pernah lepas dariku. Dan kau belum mau minum sebelum aku menghabiskan minumanku sampai tetes terakhir. Bukankah begitu ?

OSCAR
Aku melihat kau minum apa yang kau minum.

SAMUEL
Begitulah. Ini adalah tipu muslihat Timur. Kalau kau mau tahu, seseorang dalam keadaan terus menerus takut akan diracuni, lama kelamaan, sedikit demi sedikit akan tumbuh kekuatan di dalam dirinya untuk melawan racun yang bagi orang lain menimbulkan kematian. Demikian juga aku. Kebiasaan berhati-hati yang sangat fantastis, sudah menjadi kebiasaanku berhubung jabatanku ini. Setiap saat aku selalu berhati-hati dan bersiap-siap terhadap racun. Kebiasan yang bertahun-tahun itu mendatangkan kekuatan dalam tubuhku. Kau masih mendengar suaraku, bukan ? Inilah gunanya mengetahu pengetahuan Timur. Aku bisa menyombongkan diri padamu bahwa aku bisa menghabiskan dua-tiga gelas lagi tanpa mengalami gangguan apa-apa. Tetapi satu gelas saja sudah dapat membunuhmu ( Oscar Yakob Berusaha Untuk Menerkam Tapi Jatuh Berpegangan Kursi ) Tak ada faedahnya, Oscar Yakob. Aku menasehatkan padamu supaya berpegang erat-erat pada kursi itu.

OSCAR ( terengah engah suaranya meninggi tapi tersedat )
Kenapa…kenapa kau berbuat begitu padaku Samuel Glaspel ?

SAMUEL
Demi sorga. Saya punya hukum alam dan kau punya hukum alam, bukan ? Kau teroris, kau anarkis, kau juga jagal darah saudara lelakimu ; berjaga di jalanan kota dan mencabut nyawa kerabat dan sahabat-sahabatku…pembela kestabilan negara, pembela kekuatan pemerintah… apakah ini bukan apa-apa ? Apakah tidak ada lagi tuntutan fantastis ? Nah..Tuhan menyerahkan dirimu ke tanganku. Aku alat Tuhan dan bukan Kau, Oscar Yakob. Masihkah kau mendengar aku ?

OSCAR ( berat )
Yaa…

SAMUEL
Bagus…bagus satu hal lagi, kenapa aku mau mempertaruhkan nyawa untuk mengambil nyawamu. Kau ingin tahu bukan ? Kenapa aku membiarkan saja kau masuk dengan bebas ke kamar ini ? Kau ingin tahu juga kalau kau masih punya tenaga ? ( tertawa ) Sebab ialah karena orang telah mulai mengira bahwa Samuel Glaspel sudah tidak seperti biasanya. Dan aku pun sudah mulai sangsi dengan kecerdikanku sendiri. Maka dari itu, aku ingin menguji diriku sendiri, aku harus melemparkan diriku sendiri ke tengah pusara. Aku harus berhadapan dengan moncong pistolmu itu. Aku seterusnya harus menggencet hidupku dengan hidupmu dalam sebuah perjuangan mati-matian, di mana aku tak punya senjata dan tak mungkin mendapat pertolongan dari siapapun, kecuali ini
( menunjuk ke otaknya )

OSCAR
Kau Iblis, bangsat. Kau keparat ( menyerang dan jatuh ke lantai )

SAMUEL
Begitu…begitu…sudah tamat, bukan ? Baiklah..baiklah.
( mengambil alas untuk menutupi tubuh oscar yakob dan minum, kemudian membunyikan bel dan mulai menekuni lagi papan catur itu )

VERKA masuk

VERKA
Apakah Yang Mulia memanggil saya ?

SAMUEL
Panggil Antonio ! Permainan catur akan segera dilanjutkan.

VERKA
Segera, Yang Mulia ( keluar )

SAMUEL
Begitu menterinya, kemudian pionnya, tidak. Ya…ya..aku tahu sekarang. Aku dapat akal. Demi sekian penghuni, tidak bisa jalan lagi.

ANTONIO ( masuk dengan kagum )
Yang Mulia….Yang Mulia telah menghakimi sendiri orang ini sendiri ?

SAMUEL
Antonio…permainan caturnya kita lanjutkan. Kau lihat langkahku untuk menghindari skak matmu itu. Begini !

ANTONIO ( kagum )

S E L E S A I

SITTY NOERBAJA

(EPISODE LEPAS DARI BUMI)

OLEH

ILHAM YUSARDI

PEMAIN

Seorang perempuan muda, berperan  sebagai SITTY NOERBAJA

Seorang laki-laki muda, berperan sebagai SAMSUL BAHRI

Seorang laki-laki muda, berperan sebagai BAKHTIAR

Seorang laki-laki muda, berperan sebagai ARIFIN

Seorang laki-laki paruh baya, berperan sebagai AYAH

Seorang laki-laki tua, berperan sebagai DATUK MARINGGIH

Seorang laki-laki, berperan sebagai PENDEKAR LIMA

Seorang laki-laki, berperan sebagai PEDAGANG

Seorang laki-laki, berperan sebagai PEDAGANG PALSU ( SURUHAN DATUK )

Beberapa orang SISWA.

I.

PENTAS MENGGAMBARKAN SESUDUT JALAN ATAU HALTE TEMPAT ANAK-ANAK SEKOLAH MENUNGGU JEMPUTAN ATAU ANGKUTAN UMUM. DI SITU MANGKAL SEORANG PEDAGANG GEROBAK YANG MENJUAL MAKANAN DAN MINUMAN RINGAN. DI SEBELAH KIRI TERDAPAT SEBUAH RAMBU-RAMBU YANG MENUNJUKAN TEMPAT PERHENTIAN BUS.

SITTY,  SAMSULBAHRI, BAKHTIAR DAN ARIFIN MASUK. MEREKA BERCENGKRAMA SEPERTI ADAYANG DIPERDEBATKAN.

BAKHTIAR :

Yang namanya hidup di dunia tentu harus dengan akal, pandai-pandai. Kalau hidup di akhirat baru mesti dengan iman.

SITTY :

Tapi, melihat jimat saat ujian tadi kamu bilang pandai, Bakhtiar ? Bukankah itu cara yang licik.

ARIFIN :

Kalau saya berpendapat lain. Yang dilakukan Bakhtiar diwaktu ujian tadi namanya ‘licik pandai’, bukan cerdik pandai.

BAKHTIAR :
Aah, hei. Untuk hasil maksimal dibutuhkan usaha yang maksimal. Betulkan Samsul ?

SAMSUL :

Kata-kata itu benar. Kamunya yang tidak benar. Usaha maksimal bukannya menghalalkan segala cara. Ingat, alam terkembang jadikan guru. Bisa-bisa berubah pepatah itu, jimat terkembang otak membeku.

SEMUA TERTAWA MENDENGARNYA

PEDAGANG :

Oi ! onde-onde, onde-onde mande. Tertawa sambil makan onde-onde pasti lebih asyik.

( SITTY MEMERIKSA SAKUNYA )

SITTY :

Ujian tadi baru tahap percobaan. Apakah kamu bisa melihat jimat saat ujian akhir yang sebenarnya, Bakhtiar ?

ARIFIN :
Kalau saya berpendapat lain. Resiko untuk melakukan kecurangan di ujian akhir sangat besar. Melihat kiri-kanan saja mungkin dicurigai. Bertanya tetangga ?, sesekali jangan. Nah, apalagi lihat jimat, kertas kecil apapun jenisnya pasti akan gagal.

SAMSUL :

Barangkali Bakhtiar siap dengan resiko, didiskualifikasi.

ARIFIN :

Nah…, dari pada kepala pusing. Menurut pendapat saya. Lebih baik begini. Pertanyaan yang tidak terjawab oleh kita, gunakan pilihan bantuan. Pertama, ask the audience, kode tetangga-tetangga sebelah. Kalau dicurigai, urungkan niat. Kedua, phone a friends, siapkan kertas kecil untuk sms-sms-an,” bantu saya nomor sekian”. Lemparkan pada kawan yang mungkin tahu jawabannya. Tidak bisa juga ! Baru gunakan fifty-fifty.

BAKHTIAR :
Fifty-fifty bagaimana ?

ARIFIN :
Tentukan dua pilihan jawaban yang menurut kamu paling berkemungkinan benar. Dari dua jawaban tersebut, pilih satu saja dengan cara menimbang ( MENIRUKAN DENGAN TANGAN ). “Ma rancak iko pado iko, rancak iko”

Nah, dapatlah satu jawabannya. Untung-untung betul. Gampangkan…. ?

SAMSUL :

Alaahh…., sama juga bohong Arifin.

SITTY :

Tidak ada gunanya. Seperti kata petuah :

Jalar-menjalar akar benalu

Kuat melingkar di batang mangga

Kita belajar menuntut ilmu

Tabiat buruk tak akan berharga

ARIFIN :

Tapi bukankah fifty-fifty itu sah saja. Lain halnya dengan cara Bakhtiar yang menurut pendapat saya….

BAKHTIAR :
Sudah, sudah. Waktu seminggu itu masih panjang. Cukup untuk bersantai menenangkan pikiran. Pergi piknik, tenangkan jiwa.

SAMSUL :
Seminggu kamu bilang masih panjang ? Mana jari tanganmu ? Hitung mundur mulai detik ini. Saatnya siaga satu, kawan.

BAKHTIAR :

Jangan tegang, rileks saja. Kita tentu punya cara masing-masing sebelum bertempur. Kalau saya, butuh refreshing dulu sebelum menuju gelanggang. Kalau mau belajar kejar tayang menghafal buku-buku, silahkan coba. Bisa-bisa meledak itu kepala.

ARIFIN :
Dasar pemalas !

BAKHTIAR :
Terserah saja, sekarang lebih baik pulang. Dengar,

Batang purut di tepi pagar

Ditanam putri anak bangsawan

Kerontang perut karena lapar

Segera pulang mencari makan.

Ayo, Arifin. Kamu pulang bersama saya atau tidak ? Biarlah mereka berdua menggagas masa depan. Apakah kamu mau jadi pamong terus, jadi obat nyamuk bakarnya ? ( ARIFIN MENGIKUTI BAKHTIAR ) Samsul, Sitty, kami duluan. O, ya. Bayar onde-onde kami ini. Buat tutup mulut kami. Daaah.., selamat berindehoi !

BAKHTIAR DAN ARIFIN KELUAR SETELAH MENGAMBIL BEBERAPA ONDE-ONDE

SAMSUL :

Cerdik juga dia !

Kamu lapar, Sitty ?

SITTY :
(MENGGELENG)

SAMSUL :
Benar tidak lapar ?

SITTY :
( MENGGELENG )

SAMSUL :
Bagaimana kalau kita beli onde-onde. Sekedar pengganjal perut.

SITTY :

Mau, mau ! Boleh juga.

SAMSUL MENUJU PEDAGANG

SAMSUL :

Onde-ondenya, pak.

PEDAGANG :
Nah, begitu. Perhatikan juga nasib orang kecil seperti saya. Masa seharian saya berjualan di sini tidak ada yang beli ? Makanya dari tadi saya tawarkan onde-onde ini. Saya tahu kalau putrimu itu sangat suka onde-onde. Dia kan langganan saya.

SAMSUL :
Berapa, pak ?

PEDAGANG :
Belum seberapa, sepuluh onde-onde baru lima ribu saja. Kali ini saya kasih bonus dua buah. Buat nona Sitty.

SAMSUL :

O. Ya. Terima kasih. Bapak baik sekali. Eh, benar tidak, pak ? Kata orang, hari esok harus lebih baik dari hari ini.

PEDAGANG :
Ya, harus !

SAMSUL :
Kalau begitu besok bapak harus lebih baik. Besok, kalau saya beli onde-onde bonusnya harus lebih dari dua. Hehehe ……

PEDAGANG :
Pintar juga otakmu.

SAMSUL KEMBALI KE TEMPAT SITTY

SAMSUL :
Sitty, ini onde-ondenya. Makanlah. Bapak itu memberi bonus buat kamu.

SITTY :

O, ya. Kalau saya tadi yang beli pasti bonusnya lebih dari dua.

SITTY DAN SAMSUL DUDUK MENIKMATI ONDE-ONDE

SAMSUL :

Sitty, selepas lulus sekolah nanti, ayahku menyuruhku untuk meneruskan ke perguruan tinggi. Aku sendiri setuju dengan itu. Kalau kamu bagaimana ?

SITTY :

Baguslah. Siapa yang tidak bangga bisa lanjut ke jenjang yang lebih tinggi . Ayahmu tentu telah menyiapkan semua demi kamu. Aku sendiri belum tentu, Sam. Belakangan ini ayahku sakit-sakitan. Aku tidak mungkin memaksakan keinginanku dalam kondisi seperti ini. O… rencananya kamu mau melanjutkan kemana, Sam ?

SAMSUL :
Ayahku menyarankan untuk kuliah di luar negeri.

SITTY :

Luar negeri ?!

SAMSUL :
Iya, Sitty. Tidak di sini.

SITTY :

Kenapa mesti ke luar negeri, Sam ?

SAMSUL :
Kata ayahku, sangat baik untukku nantinya. Dengan kuliah di luar negeri kita bisa mendapatkan ilmu dengan maksimal.

SITTY :
Di sini juga bisa, bukan ? Banyak perguruan tinggi yang tidak kalah kualitasnya. Dan lagi, kuliah di luar itu butuh biaya besar, Sam. Apakah ayahmu sudah memikirkannya matang-matang ?

SAMSUL :

Ah, entahlah. Selain itu sebenarnya aku belum siap untuk merantau terlalu jauh. Jauh dari kampung halaman, jauh dari keluarga, dan tentu akan menjauhkan aku dari kamu Sitty.

SITTY :
Jauh tidak lagi persoalan, Sam. Selagi masih di bumi ini. Apalagi zaman sekarang ini. Jarak dan waktu bisa direkayasa dengan teknologi.

SAMSUL :
Aku tidak ingin jauh dari kamu Sitty.

Anak baginda berburu rusa

Rusa mati tertembak panah

Jika kasih jauh dimata

Rasa mati badan sebelah.

SITTY :
Burung puyuh masuk ke rimba

Di dahan jati singgah merapat

Meskipun jauh dipelupuk mata

Di dalam hati tetapkan dekat.

SAMSUL :
Ombak berdentum di hujan lebat

Sampan melaju ke pulau seberang

Hendak kemana carikan obat

Badan bertemu makanya senang.

Kalau lama tidak ke ladang

Tinggilah rumput dari padi

Kalau lama tak bisa kupandang

Rasa rindu menjadi-jadi.

SITTY :
Risau kicaunya si anak balam

Ditinggal induknya di pohon jambu

Walau tak bisa berjawat tangan

Di dalam mimpi kita bertemu.

Utara selatan jadi penjuru

Timur dan barat jadi pedoman

Jika tuan dilanda rindu

Dikerat rambut jadikan kenangan.

SAMSUL :

Tetak lontar alaskan padi

Peti dibawa dari Palembang

Bertemu sebentar bagaikan mimpi

Itu membawa hatiku bimbang

Bendi dipapah jalan berliku

Mengangkut sirih ke tengah pekan

Kaki dilangkah terasa kaku

Takut kasih berpindah tangan.
SITTY :
Anak Kediri berdagang kain

Kain disimpan dalam peti

Niat diri tidak pada yang lain

Tuan terikat di dalam hati.

Anak dara bersunting kembang

Rupanya elok serta jelita

Banyak dara di negeri orang

Tidakkah tuan bersimpang mata.

SAMSUL :

Manis-manis bukannya tebu

Manisnya manis si gula jawa

Manis tidak sekedar dari rupamu

Manis kupandang budi bahasa.

Surabaya kota pahlawan

Dikenang seluruh anak negeri

Sitty Noerbaja yang menawan

Tak akan kudapati di luar negeri.

SITTY :

Merah warnanya si bunga mawar

Putih suci bunga melati

Janji bukan untuk ditawar

Kasih hanya dilerai mati

SAMSUL :

Tanam melati di depan rumah

Ubur-ubur berdamping dua

Jikalau mati kita bersama

Satu kubur kita berdua.

SITTY :
Ubur-ubur berdamping dua

Tanam melati bersusun tangkai

Kalau mati kita berdua

Jikalau boleh bersusun bangkai.

SAMSUL :

Tanam melatai bersusun tangkai

Tanam padi satu persatu

Jikalau boleh bersusun tangkai

Daging melebur jadi satu.

TANPA DISADARI, PEDAGANG MEMPERHATIKAN PERCINTAAN SAMSUL DENGAN SITTY.

PEDAGANG :

“Allahuakbar Allahuakbar…………..!!” ( KEARAH SITTY DAN SAMSUL )

SAMSUL :
Hah ! O . Ayo kita pulang, Sitty. Sudah terlalu senja. Nanti orang di rumah marah-marah. Merantaunya masih lama. Lulus saja juga belum tentu.

SAMSUL DAN SITTY KELUAR

PEDAGANG :

Ikat berikat tali kuda

Pasang pelana kuda yang putih

Hati terikat samanya muda

Lupa waktu sebab berkasih

Minta daun diberi daun

Dalam daun buah bidara

Minta pantun diberi pantun

Dalam pantun ada cerita

PEDAGANG ITU PUN KEMUDIAN MENUTUP DAGANGANNYA. KELUAR SERAYA MEMBAWA RAMBU-RAMBU YANG TERNYATA BISA DICABUT DENGAN MUDAH.

* * *

II.

DI RUANGAN SEBUAH RUMAH SEORANG LAKI- LAKI  SEPARUH BAYA DUDUK. LAKI-LAKI ITU TERBATUK-BATUK SERAYA MENGUSAP-USAP DADANYA MENAHAN SAKIT. ANAK PEREMPUANNYA DUDUK DI SEBELAH LAKI-LAKI ITU, SESEKALI MEMIJIT-MIJIT BAHUNYA.

SITTY :

Istirahatlah lagi ayah, sudah terlalu larut.

AYAH :

Tidak mudah tidur bagi ayah sekarang ini, Sitty.

Dipejam mata tak terpejam

Direbah tubuh tak jua senang perasaan.

SITTY :
Apalagi yang ayah pikirkan ? Bukankah ayah pernah bilang pada Sitty,

Tidaklah beban jadi rasian

Habis daging dihisapnya.

AYAH :
Sitty, anakku. Kamu ini seperti orang dulu bilang,

Kecil tak lagi untuk disuruh-suruh.

Besar belumlah dapat ditumpangi.

SITTY :
Ah, ayah. Kecil Sitty anak ayah, besar juga tetap anak ayah. Kalau boleh Sitty tahu, apa yang ayah pikirkan ?

AYAH :

Dipintal benang dengan gulungan

Biar berpisah pangkal dengan ujungnya

Tak kusut pula dalam genggaman.

Tapi, kali ini kamu terpegang ujung benang, Sitty.

Ayah memintal dari pangkalnya.

SITTY :

Kalaulah ujung di tangan Sitty, tentulah Sitty takkan berlepas tangan.

Ceritakanlah ayah. Dengan senang Sitty dengarkan.

AYAH :

( MENARIK NAFAS )

Berniaga ke tanah Jawa dagang emas dengan budi bahasa.

Tapi, bagaimanapun, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak.

Nasib tertoreh di telapak tangan.

Niat hendak menyekolahkanmu tinggi-tinggi, biar bertambah isi kepala.

Cita-cita membumbung langit, Tuhan dari atas jua yang menentukan.

Jerih peluh usaha niaga kita kali ini telah habis surut, Sitty. Ayah tak dapat lagi berbuat apa-apa. Sekarang, kamu juga tahu, harta ayah hanya tinggal badan sepembawaan ini. Hutang-hutang tumbuh melilit pinggang. Mencekik kerongkongan.

SITTY :

Sitty mengerti, ayah.

AYAH :

Hutang emas dibayar emas. Hutang budi, tentulah dibawa mati.

SITTY :

Benar ayah.

AYAH :

Kemarin Datuk Maringgih datang ke sini. Tak lain untuk menagih hutang pinjaman dagang yang sudah jatuh tempo. Ayah meminta Datuk menambah jangka waktu yang diberikan. Tapi, dia menolak. Karena telah melewati batas waktu yang seharusnya. Sehingga bunganya sudah berlipat ganda. Rumah yang satu-satunya inipun hendak disitanya. Dan itupun belum juga akan menutupi hutang kita Sitty.

SITTY :

Iya, ayah. Sitty paham, ayah.

AYAH :

Panjang cerita segelas kopi, direntang masa setinggi bulan. Bersilat lidah di perbincangan, berkecamuk darah dalam dada.

Ah. Hutang kita seperti memotong rumput di tengah padang. Potong dipotong tumbuh jua. Bunganya menjulang menyentuh lutut. Tiap melangkah terjatuh pula menyentuh tanah.

SITTY :

Sitty mengerti, ayah.

Jual gabah di tengah pekan, gabah dibawa dengan bendi.

Kalaulah susah sama kita pikirkan, nak lapang jua beban di hati.

Ayah, apa yang bisa Sitty perbuat untuk itu, Ayah.

AYAH :

( KEMBALI MENARIK NAFAS, KEMUDIAN MENGGELENGKAN KEPALA )

Daunmu terlalu hijau. Berputik sudah, berbunga belum. Harumnya belumlah melintas pagar.

SITTY :

Maksud ayah…. ?

AYAH :

Sitty, hutang emas dibayar emas ? Hutang budi dibayar budi ? Tapi, lain dengan Datuk Maringgih. Seluruh hutang kita padanya, tidak berguna pepatah demikian. Datuk ingin mempersuntingmu. Maka, lepaslah hutang yang selilit pinggang.

SITTY :

( TERKEJUT )

Dengan Sitty, ayah !? Datuk Maringgih !?

AYAH :

Itulah jalan yang ia pintaskan agar terlepas dari segala hutang.

SITTY :

Tidak, … tidakkah ada jalan lain, ayah ?

AYAH :

Kalaulah umur ayah masih panjang, dan tenaga berisi di badan. Tentu ayah tidak akan memberi tahu kamu, Sitty.

SITTY :

Tapi, … Sitty belum …

AYAH :

Sitty, Ayah paham kalau kamu belum punya timbangan yang kuat, Sitty. Timbangan yang bagus tidak berat sebelah. Berlebih semata ditentang dengan pikiran. Selepas kamu lulus sekolah nanti, Datuk Maringgih hendak menjatuhkan hari.

SITTY :

( TERDIAM LAMA SEPERTI BERPIKIR )

Ayah, bolehkah Sitty mohon diri Ayah ?

Sudah berat kelopak mata. O, ayah istirahatlah dahulu.

SITTY KELUAR MENINGGALKAN AYAHNYA.

LAMPU MENYURUT.

* * *

III.

PENTAS KEMBALI MENGGAMBARKAN SESUDUT JALAN. PEDAGANG MENUNGGU ANAK-ANAK PULANG SEKOLAH.

DATUK MARINGGIH MASUK BERSAMA PENDEKAR LIMA—ASISTEN, JUBIR SEKALIGUS PENGAWALNYA.

DATUK :

Sudah keluar anak sekolah itu ?

PEDAGANG :
O, belum Tuan. Mungkin sebentar lagi. Coba lihat arlojinya ( MENARIK TANGAN DATUK, MELIHAT ARLOJI ). Baru pukul lima lewat sedikit. Lihat, baru sedikit lewatnya. Sekolah bubar pukul setengah enam. Ya, setengahnya saja. Sebentar lagi. Sabar, sabar. Silahkan duduk dulu. Santai dulu. Dan saya punya onde-onde, enak rasanya. Silahkan dicoba. Kalau tidak percaya lihat saja nanti. Seorang gadis cantik akan memborong onde-onde ini, Sitty  Noerbaja gadis….

DATUK :

Sitty Noerbaja ?!

PEDAGANG :

Tepat sekali. Gadis manis, semanis tebu, suka onde-onde. Dia bilang onde-onde lebih hebat dari makanan import manapun. Eh, apa Tuan menunggu Sitty Noerbaja ?

DATUK :

Ya. Saya menjemputnya.

PEDAGANG :
Berarti Tuan ini keluarganya Sitty, kakeknya barangkali ?

PENDEKAR LIMA :

Heh ! Jangan asal bicara ya !

PEDAGANG :

Bapaknya ?

PENDEKAR LIMA :

Datuk ini bukan bapaknya.

PEDAGANG :

Jadi, pamannya begitu ?

PENDEKAR LIMA :

Huhh ! Tidak kata saya !

PEDAGANG :
Kakek bukan, bapak tidak, paman juga salah. Tapi ke sini untuk menjemput Sitty. Nah, berarti Tuan ini sopir pribadinya nona Sitty.

PENDEKAR LIMA :
Hei ! Mau kakek, kek. Mau bapak, kek. Mau paman, kek. Apa urusanmu ! Urus saja onde-ondemu itu.

PEDAGANG :
O. Oke, oke. Maafkan saya. Tidak akan saya urus lagi. Ya, bukan urusan saya. Tapi ingat, sekedar informasi. Bagi saya, Sitty berarti onde-onde, seperti onde-onde. Lembut di luarnya, manis di dalamnya. Dia ramah sekali….

DATUK :
( KEPADA PENDEKAR LIMA )

Coba kau lihat kesana. Lama sekali keluarnya. Apa yang mereka perbuat di sekolah itu. Zaman saya sekolah tidak terlalu penting. Lihat saya, tidak perlu sekolah tinggi-tinggi untuk bisa hidup sejahtera. Cuma pakai akal-akalan. Kecil bahagia, muda foya-foya, tua sejahtera, mati masuk……

PENDEKAR LIMA :

Itu dia, Datuk. Menuju kesini. Anak sekolah keluar seperti kambing lepas dari kandang. Tapi, Sitty bergandengan Datuk.

DATUK :

Bergandengan ! Dengan siapa !?

PENDEKAR LIMA :

Dengan laki-laki. Mesra sekali mereka.

DATUK :

Siapa laki-laki itu ? Hah ! Samsul Bahri. Anak Sutan Mahmud. Sudah melekat-lekat pula ia dengan Sitty.

SAMSUL , SITTY, BAHKTIAR DAN ARIFIN MASUK.

SAMSUL :

Tuan Datuk Maringgih rupanya. ( MENGULURKAN TANGAN HENDAK BERSALAMAN TAPI TIDAK DIBALAS OLEH DATUK )

PENDEKAR LIMA :

Oh, bersalaman dengan Datuk harus melalui saya. Saya asisten, jubir, sekaligus pengawal pribadi Datuk. Jadi segala apapun urusan dengan Datuk harus melalui saya.

DATUK :

Selamat sore Sitty. Sedari tadi saya menunggu. Niat di hati hendak menjemputmu. Mobil sudah saya persiapkan. Mari, kita berkeliling menikmati senja yang menarik ini. Bagaimana kalau kita ke tepi laut, mencari angin segar sambil makan rujak atau jagung bakar. Setelah itu kita ke plaza mencari oleh-oleh untuk ayahmu.

SITTY :

Ah, eh. O. Mmmh … Datuk !?

DATUK :

Ayo Sitty, mari. ( MENARIK TANGAN SITTY )

SAMSUL :

Ada apa ini Datuk ?

PENDEKAR LIMA :

Bukan urusan kamu !

SAMSUL :
Ini jadi urusan saya.

PENDEKAR LIMA :

Oi, urus saja dirimu sendiri, kalau tidak mau berurusan panjang dengan saya !

SAMSUL :

Tapi jangan main … !

SITTY :

Tenang Sam. Ini urusan saya. Pulanglah dulu bersama Bachtiar dan Arifin. Saya mau bicara sebentar dengan Tuan Datuk.

SAMSUL :
Tapi, Sitty. Kamu…

SITTY :

Sam, saya mohon pengertian kamu.

PENDEKAR LIMA :

Nah, kamu dengar tidak ? Sitty menyuruhmu pergi dari sini. Tunggu apalagi, menunggu kena usir, ya ?

BACHTIAR :

Enak saja main usir. Ini tempat umum tahu.

PENDEKAR LIMA :

Kamu juga mau turut campur urusan ini, ya ? Mau tahu prosedur berurusan dengan saya ?

ARIFIN :

Op, op, op. Menurut pendapat saya lebih baik kita mengalah. Mundur. Ayo. Sitty, kami duluan. Jaga diri baik-baik.

SAMSUL, BACHTIAR DAN ARIFIN PERGI DENGAN KESAL.

SITTY :
Datuk. Apa maksud Datuk menjemput saya ?

DATUK :

Saya bermaksud baik Sitty. Mulai hari ini saya, eh, aku, akan menjemputmu. Sebagai seorang calon induk berasku, alangkah menyenangkan kita bertemu setiap saat. Biar kita merasa dekat. Bukan begitu hendaknya ?

SITTY :

Siapa yang menyuruh Datuk melakukannya ?

DATUK :

O, tidak siapa-siapa. Ini aku lakukan tulus dan murni dari hati nuraniku sendiri.

PENDEKAR LIMA :

Ah, tidak usah pakai menolak segala. Turuti sajalah. Datuk akan membuat hari-harimu bahagia.

DATUK :

Saya tidak menyuruhmu bicara !

SITTY :

Datuk. Saya tidak pernah meminta untuk dijemput, Datuk.

DATUK :

Sitty, semua sudah saya perhitungkan dengan ayahmu, Sitty. Tidak ada lagi yang perlu dipermasalahkan.

SITTY :

Tuan Datuk. Ini bukan hitungan matematik, Tuan. Sebagai seorang yang jauh lebih dewasa, tentu Tuan lebih paham dunia ini.

DATUK :

Ah, kau kan bukan lagi anak kecil yang tidak bisa menentukan langkahmu sendiri. Sudah tujuh belas tahun. Tentu kau mengerti Sitty.

SITTY :

Jalan saya masih panjang Datuk. Saya belum berpikir melangkah sejauh ini. Alangkah bagusnya Datuk mencari perempuan yang lebih dari saya. Lebih pantas, lebih pas menjalankan hidup dengan Datuk.

DATUK :

Apalagi yang kamu cari setamat sekolah ini, Sitty ? Lebih baik lakukan langkah besar. Apalagi, kamu perempuan. Bukankah perempuan itu hanya ; sumur, dapur, dan kasur.

SITTY :

Tuan. Hendaklah Tuan berpikir baik. Baik untuk Tuan, dan juga baik untuk saya.

PENDEKAR LIMA :

Ini sudah yang terbaik Datuk lakukan untuk kamu dan Ayahmu, Sitty. Apakah kamu senang melihat ayahmu sakit-sakitan memikirkan…

SITTY :

Tentang hutang Ayah saya pada Datuk, saya berharap Datuk sabar. Berilah saya kesempatan. Tunggu saya menyelesaikan sekolah saya dulu. Saya akan berusaha, bekerja mencari uang untuk membayarnya.

PENDEKAR LIMA :

Heh ! Mau kerja apa kamu Sitty ? Tidak gampang mencari pekerjaan di jaman sekarang ini. Kerja di kantor ? Di Bank ? Jangan mimpi Sitty. O, barangkali kamu bisa jadi babu, buruh kasar, atau kamu jadi pekerja … pekerja seks komersil.

SITTY :

( MENAHAN AMARAH )

Saya tidak bicara demikian Tuan-tuan.

DATUK :
Pendekar Lima. Saya tidak suruh kamu bicara. Diam saja di sana.

Jadi, kamu keberatan dengan aku Sitty ?

SITTY :

Maafkan saya Tuan Datuk.

DATUK :

Saya tidak main-main Sitty.

PENDEKAR LIMA :

Tidak tahu diuntung pula kau rupanya. Ingat. Hutang ayahmu dengan Datuk sudah terlalu banyak. Mau dibayar dengan apa lagi ? Ayahmu sudah menjual seluruh perusahaan dagangnya. Untuk bunganya saja itu pun belum cukup. Ayahmu sudah mulai bicara sendiri memikirkannya. Lebih baik kau bayar lunas dengan …

SITTY :

Hutang emas dibayar emas, Tuan.

PENDEKAR LIMA :

Jadi kau kemanakan perbuatan baik Datuk selama ini pada ayahmu ?

SITTY :

Saya akan selalu mengingatnya. Tidak akan saya lupakan, bahwa Datuk adalah seorang yang baik. Bahkan terlalu baik.

PENDEKAR LIMA :

Nah, tunggu apa lagi ?

SITTY :

Namun, keinginan Datuk terhadap saya, apakah baik buat saya ?

PENDEKAR LIMA :

Jelas sangat baik. Niat baik Datuk tidak akan ada yang menghalangi.

SITTY :

Belum tentu, Tuan. Kalau Tuhan berkeinginan lain, tidaklah boleh mendahului yang di atas.

DATUK :

Hhh. Jangan bermain-main, apalagi mempermainkan saya. Jadi kamu menolak saya ? Saya tidak pantas untuk kamu, begitu ? Lalu, siapa yang pantas ?

PENDEKAR LIMA :

Samsul Bahri tentu telah mempengaruhi otaknya.

SITTY :

Tidak baik menyangkut  – pautkan persoalan ini dengan orang lain, Tuan. Samsul tidak tahu apa-apa dengan masalah ini.

PENDEKAR LIMA :

Jangan bersilat lidah, Sitty. Sejak kapan kau berhubungan dengan dia ? Sudah sejauh mana ? Jangan-jangan kau telah melakukan……

SITTY :

Cukup Tuan. Persoalan ini hanya antara keluarga saya dengan tuan Datuk.

DATUK :
Baik, baik. Sitty ! Silahkan kamu berpikir baik-baik sekarang. Baik untuk kamu serta ayahmu. Terserah ! Saya tunggu keputusanmu.

SITTY :

Sekali lagi, saya mohon maaf  dan berharap Tuan mengerti. Maafkan atas kelancangan saya. Saya mohon diri dulu, Tuan. Saya pulang.

SITTY KELUAR

PENDEKAR LIMA :

Keras kepala juga  dia !

DATUK :
Keras hati, pendekar.

PENDEKAR LIMA :
Keras hatinya pada Samsul Bahri.

DATUK :

Mmmh. Hehehe … Samsul Bahri !? Tampaknya dia akan menjadi batu sandungan bagi langkah saya. Tapi dia bukan masalah yang besar. Pendekar, ke sini !

( MEMBISIKAN SESUATU. PENDEKAR MENGANGGUK-ANGGUK )

PENDEKAR LIMA :

Ide yang usul. Tapi…

DATUK :

Tapi bagaimana ?

PENDEKAR LIMA :

Begini Datuk, apakah setelah ini dilakukan Sitty akan mau dengan Datuk ? Tentu dia akan tambah sulit didekati. Lebih baik langsung Sitty saja, Datuk.

DATUK :

Kamu gila ya ! Tujuan saya itu jelas-jelas Sitty. Kenapa Sitty pula yang dijadikan sasaran. Goblok ! Sekarang gunakan otakmu, bagaimana caranya.

PENDEKAR LIMA :

O. Baik. Begini ( BEBICARA PELAN DENGAN DATUK, SESEKALI MENUNJUK KE ARAH PEDAGANG )

DATUK  :

Bagus, bagus. Sekarang gunakan bibirmu itu kesana.

PENDEKAR LIMA MENDEKATI PEDAGANG.

PEDAGANG :

Eh, Tuan. Kelihatan serius sekali pembicaraan tuan-tuan dengan Nona Sitty. Sehingga Ia tidak sempat menikmati onde-onde saya. Rejeki saya jadi hilang begitu saja.

PENDEKAR LIMA :

Ah, biasalah. Kami ini memiliki sebuah Production House yang sedang menggarap sebuah film baru. Pembicaraan tadi itu, kami menawarkan sebuah peran pada Sitty Noerbaja. Tapi dia masih ragu. Pikir-pikir dulu katanya ( MEMAKAN SEBUAH ONDE-ONDE ) Mmmh..onde-ondenya enak sekali.

PEDAGANG :
Tuan mengajak Sitty main film ? Dia menolaknya ?

PENDEKAR LIMA :

O, Belum. Sitty belum memutuskannya tadi.

( MEMATUT-MATUT GEROBAK PEDAGANG )

Selain dengan Sitty, sepertinya kita juga bisa berkerjasama.

PEDAGANG :

Bekerjasama ? Tuan membutuhkan saya untuk main film ?

PENDEKAR LIMA :

Ya. Kami membutuhkan gerobak Anda ini untuk setting sebuah adegan di film kami nantinya.

PEDAGANG :

Aah…, masa cuma gerobaknya saja. Sayanya tidak. Memang apa judul filmnya ?

PENDEKAR LIMA :
Mmmh. “Tidak Ada Apa-apa Dengan Cinta”.

PEDAGANG :

Lho ! Kok pakai kata ‘tidak’ ?

PENDEKAR LIMA :

Di situlah nilai jual film ini, lain dari yang lain. Film ini akan memperlihatkan bahwa tidak ada apa-apa dengan cinta. Persetan dengan yang namanya cinta. Nah, pengambilan gambar pertamanya akan dilakukan di sini. Sitty akan memainkan tokoh utamanya yang sedang menunggu kekasihnya sambil makan onde-onde.

PEDAGANG :

Makan onde-onde ? Wah, cocok sekali dengan hobinya.

PENDEKAR LIMA :

Karena itulah kami memberikan peran ini pada dia.

PEDAGANG :

Semestinya saya juga diajak, dikasih peran. Saya ini kan sudah biasa melakukan adegan yang Tuan inginkan. Sitty pasti senang dengan saya sebagai lawan mainnya.

PENDEKAR LIMA :
Sayang, wajah Anda itu tidak Kameragenik

PEDAGANG :

Apa maksudnya ?

PENDEKAR LIMA :

Wajah Anda itu tidak menarik jika dishoot dengan kamera. Itu akan merusak citra film ini di mata penonton nantinya. Jadi saya cuma pakai gerobaknya saja. Bagaimana ? Mau tidak ? Kami hargai ( MEMBERI PENJELASAN DENGAN TANGAN SAMBIL BERBISIK ).

PEDAGANG :

Ah, cuma segitu ? Biasanya seorang produser itu sangat royal. Apalagi untuk sebuah adegan penting.

PENDEKAR LIMA :

Tenang, sesudah pengambilan gambar adegan ini akan saya tambah. Dua kali lipat, bagaimana ?

PEDAGANG :

Nah, begitu. Kerjasama disepakati. Tapi…..

PENDEKAR LIMA :

( HENDAK BERBALIK KE TEMPAT DATUK )  Apa lagi !?

PEDAGANG :
Tadi kata Tuan, Nona Sitty belum memastikan dirinya untuk…….

PENDEKAR LIMA :
O. Itu bukan urusan kamu. Nanti akan kami hubungi lagi dia. Cuma persoalan nilai kontrak. Dengan nilai yang lebih tinggi, pasti Sitty tidak akan sanggup menolaknya.

( MENUJU DATUK )

DATUK :
Bagaimana, Pendekar ?

PENDEKAR LIMA :

Beres, Datuk. Semua sudah saya persiapkan

DATUK :

Bagus. Tidak percuma kau kuangkat jadi jubir, bibirmu tak kalah cepatnya dengan otakmu. Setelah Samsul dibereskan, tidak ada lagi halangan bagi saya menuju Sitty. Oh, Sitty ( SERAYA MENERAWANG ).

* * *

IV.

SEORANG PEDAGANG PALSU SURUHAN PENDEKAR LIMA TELAH SIAP DI TEMPAT ITU. IA MONDAR-MANDIR MENUNGGU ANAK-ANAK SEKOLAH KELUAR.

SITTY MASUK, HERAN MELIHAT PEDAGANG ITU.

PEDAGANG PALSU :

O. Mmh, nona pasti  Sitty Noerbaja.

SITTY :
Betul. Tapi bapak ini siapa ? Biasanya kan pak Amat yang berjualan dengan gerobak ini.

PEDAGANG PALSU :

Saya ini… anu, maksud saya, saya ini saudara dari isterinya si Amat yang biasanya berjualan di sini. Berhubungan si Amatnya ada urusan ke situ…., maksud saya ke….kampung isterinya itu, saya diminta untuk menggantikannya. Daripada tidak untung….Eh, maksud saya daripada merugi, lebih baik saya yang menjual-jual dagangannya hari  ini. Katanya dia ada……

SITTY :

Ada apa, Pak ?

PEDAGANG PALSU :

Ah, entahlah. Tidak tahu saya. Pokoknya anu. Penting !

SITTY :

Maksud bapak urusan penting.

PEDAGANG PALSU :
Nah, betul. Seperti yang Nona maksudkan tadi.

Yang penting bagi saya itu, si anu, maksud saya, teman Nona yang bernama Samsul itu .

SITTY :
O, Samsul Bahri. Dia belum keluar. Sebentar lagi. Saya biasa menunggunya di sini.

Ada perlu apa bapak dengan Samsul ?

PEDAGANG PALSU :

Begini. Saya ini di…., maksud saya ada sesuatu yang akan saya……

SITTY :

Maksud bapak ada yang ingin bapak sampaikan pada Samsul ? Katakan saja pada saya, nanti saya sampaikan pada Samsul.

PEDAGANG PALSU :

Ooo…tidak bisa, maksud saya tidak usah. Biar saya saja. Ini juga penting Nona.

SITTY :

Memangnya siapa yang berpesan ?

PEDAGANG PALSU :
Si itu…, si anu, maksud saya…….

SITTY :
Pak Amat ?

PEDAGANG PALSU :
Iya, ya, seharusnya saya bilang begitu. Hehehe……..

SEMENTARA PEDAGANG PALSU ITU MENUNGGU SAMSUL, SITTY MENGAMBIL BEBERAPA BUAH ONDE-ONDE DARI GEROBAKNYA.

SITTY :

Pak, Saya beli onde-ondenya. Ini uangnya.

PEDAGANG PALSU :

Ha! Onde-onde ? Nona Sitty membeli onde-onde ini untuk siapa ?

SITTY :
Ya buat saya.

PEDAGANG PALSU :

Tapi ini tidak untuk……..

SITTY :

O, tidak untuk dijual, begitu ? Apa bapak tidak mau uang ?

PEDAGANG PALSU :

Uang ! Mau saya. Ini saya lakukan karena uang.

SITTY :
Nah, ini uangnya.

SITTY DUDUK MELEPAS LELAH . KEMUDIAN IA MEMAKAN SATU BUAH ONDE-ONDE.

PEDAGANG PALSU :

( KESAMPING ) Aduh ! Celaka saya. Seharusnya Samsul, seperti yang disuruhkan pada saya. Nona memakannya ? ( PADA SITTY )

SITTY :

Iya, kenapa ?

PEDAGANG PALSU :
Ditelan ?

SITTY :
( MENGANGGUK )

PEDAGANG PALSU :

Enak ?

SITTY :
Mmm, enak. Tapi gulanya terlalu manis dari yang biasa.

( MEMAKAN SEBUAH LAGI )

PEDAGANG PALSU :

Yang itu ?

SITTY :
Sama saja. Bapak ini kenapa ? Kalau bapak mau silahkan coba saja.                       ( MENYODORKAN ONDE-ONDE )

PEDAGANG PALSU :

O. Tidak, tidak ! Saya tidak suka onde-onde. Onde-onde itu manis. Saya tidak boleh makan yang manis-manis. Kalau saya makan, saya akan batuk-batuk. Saya akan jadi pusing. ( SITTY MEMEGANG KEPALANYA SEPERTI KESAKITAN ) Nah, anak saya akan marah. Ia akan tambah pusing melihat saya. Ia akan kasak-kusuk mencarikan saya obat. Pernah saya pusing sekali gara-gara makan dodol yang juga sama manisnya dengan onde-onde. Saya jadi terbatuk-batuk, nafas saya sesak sekali    ( SITTY MEMEGANG DADANYA KARENA SESAK NAFAS ) Hampir-hampir saya tidak kuat lagi. Untung anak saya segera membawa saya ke Puskesmas. Kata anak saya, puskesmas itu kependekan dari; pusing, kepala sakit dan masuk angin. Susternya menyuntik saya disini ( MENUNJUK BAGIAN PAHANYA ) Sakit. Tapi, setelah itu saya bisa sembuh. Kalau tidak, saya bisa mati.( SITTY SUDAH TERDIAM BEGITU SAJA.TERKAPAR ) Saya ini belum ingin mati. Saya ingin hidup seribu tahun lagi. Nona takut mati ? ( MENOLEH KEPADA SITTY ) Nona ? Nona ! Bangun nona. Nona, bangun. Wah, celaka. Aduh, seharusnya Samsul. Kalau tidak, saya tak dapat uang. Aduh, nona ini ( MENDEKATKAN TANGAN PADA HIDUNG SITTY ) Haa ! Tidak ada anginnya. Puskesmas, puskesmas ! Tolong ! Tolong ! Ah, kalau orang-orang datang hancur saya. Aduh, bagaimana ini !?.

SAMSUL, BAKHTIAR DAN ARIFIN MASUK

SAMSUL :

Sitty !?

BAKHTIAR :
Sitty kenapa !?

ARIFIN :
Ada apa dengan Sitty !?

SAMSUL :

Hah ! Tidak usah bertanya lagi. Cepat angkat. Bawa ke rumah sakit.

MEREKA KELUAR MEMBOPONG TUBUH SITTY. DARI ARAH LAIN DATUK MARINGGIH DAN PENDEKAR LIMA MASUK.

DATUK :

Bagaimana ?

PEDAGANG PALSU :
Wah. Aduh, celaka ! Sitty !

DATUK :

Kenapa Sitty ?

PEDAGANG PALSU :

Onde-onde, maksud saya Sitty makan onde-ondenya. Sudah saya larang, tapi ia terus saja. Mau apa lagi. Kalau saya katakan ada racunnya tidak mungkin. Sekarang Sitty diangkut ke…

PENDEKAR LIMA :

Diangkut ke rumah sakit ? Cepat bapak lihat kondisinya ! Segera balik, kami tunggu di sini !

PEDAGANG PALSU KELUAR MELIHAT SITTY

DATUK :
Haahhh ! Kenapa bisa jadi seperti ini ? Kacau ! Yang saya perintahkan bunuh Samsul Bahri. Kalau Sitty mati, percuma semuanya !

PENDEKAR LIMA :

Ini kesalahan teknis, Datuk.

DATUK :
Ini kesalahan kamu ! Menyuruh orang yang tidak bisa diandalkan ! Apa tidak ada yang lebih  punya akal !

PENDEKAR LIMA :

Kalau orang berakal mungkin tidak mau melakukannya, Datuk.

DATUK :

Sudah! Jangan mencari alasan lagi. Apa yang harus kita lakukan ? Kita dalam keadaan bahaya. Sebaiknya kita pergi dari sini.

PENDEKAR LIMA :

Kita tunggu laporan dari orang tadi dulu Datuk.

DATUK :

Untuk apa lagi ?

PENDEKAR LIMA :
Mengetahui keadaan Sitty, ia mati atau tidak.

DATUK :

Mati atau tidak, tidak perlu lagi saat ini. Kasus ini pasti diusut. Sekaranglah waktu yang tepat untuk menghindar. Ayo !

LANGKAH DATUK TERHENTI KARENA SAMSUL DATANG.

SAMSUL :
O. Ternyata langkah saya tak kurang dan tak jua lebih. Hendak ke mana tuan-tuan ? Tidak mau mempertanggungjawabkan perbuatannya, ya ! Begitu ? Sitty sekarang dalam keadan koma, Dokter telah mengetahui penyebabnya. Tidak ada alasan untuk tidak menuduh Datuk sebagai dalangnya.

DATUK :

Jangan asal tuduh ! Kamu ingin mencemarkan nama baik saya, ya !?

PENDEKAR LIMA :

Oi, anak muda. Apakah kau punya bukti otentik kalau bicara !?

SAMSUL :
Bukti ? ( MENGODE DENGAN TEPUKAN TANGAN )

BAKHTIAR MASUK MEMBAWA PEDAGANG PALSU

SAMSUL :

Siapa yang menyuruh bapak untuk meracuni Sitty ? ( KEPADA  PEDAGANG PALSU )

PEDAGANG PALSU :
Itu, Situ. Maksud saya orang itu ( MENUNJUK PENDEKAR LIMA )

SAMSUL :

Berapa bapak dibayarnya ?

PEDAGANG PALSU :

Tadi saya dikasihnya uang segini ( HENDAK MENGELUARKAN SELURUH ISI SAKUNYA ). Janjinya saya akan dikasih uang banyak, satu juta katanya. Jadi saya mau. Perintah cuma menyerahkan onde-onde itu pada Samsul Bahri. Samsul Bahrinya tidak ada. Tapi Nona Sitty membeli onde-onde itu dan mengasih saya uang.

SAMSUL :
Maksud bapak ?

PEDAGANG PALSU :

Aduh, ini sudah tiga kali saya jelaskan pada kalian !

BAKHTIAR :
Jadi tidak usah berkelit lagi dari kami, Datuk !

SAMSUL :
Datuk hendak meracuni saya agar Sitty bisa jatuh ke tangan Datuk ? Terlalu sempit jalan pikiran datuk. Tidak semua orang bisa Datuk bodoh-bodohi. Zaman sudah bertukar, Datuk ! Nah, sekarang kau harus me……

ARIFIN MASUK DENGAN RAUT MUKA TEGANG BERCAMPUR TANGIS.

ARIFIN :
Sitty sudah mendahului kita.

SEMUA :
Sitty !?

SAMSUL :

Gaek keparat ! ( HENDAK MENYERANG DATUK )

DATUK :
Lari !

PENDEKAR LIMA :
Kita hadapi saja, saatnya perhitungan terakhir, Datuk !

BAKHTIAR :

Oooooooiii ! Babi hutan masuk ke ladang !

BEBERAPA ORANG SISWA MASUK MEMBAWA BENDA-BEDA KERAS DI TANGAN. MEREKA LANGSUNG MENYERANG SEHINGGA TERJADI TAWURAN.

“Bagi saya.”

“Ini. Hajar !”

“Kubunuh kau, anak ingusan !”

“Ayo, pak tua !”

“Beraninya keroyokan !”

“Sudah biasa, Datuk !”

“Ekstrakurikuler !”

DALAM PERISTIWA TAWURAN ITU SAMSUL BAHRI TEWAS TERTUSUK BELATI OLEH DATUK, SEDANGKAN DATUK MARINGGIH TEWAS DIKEROYOK SISWA DENGAN BATU.

“Samsul !?”

KAWAN SAMSUL MENGANGKAT TUBUH SAMSUL KELUAR. PENDEKAR LIMA DAN PEDAGANG PALSU MELARIKAN DIRI.

* * *

V.

DI SUDUT JALAN BEBERAPA HARI KEMUDIAN, SEORANG LAKI-LAKI BERPAKAIAN LUSUH DUDUK DI HALTE. IA TENGAH BERBICARA SEORANG DIRI.

AYAH :

Sitty…kembalilah Sitty…dst.

SUARA-SUARA :

Sitty di sini Ayah. Menjelma gunung. Orang-orang mendaki, seperti mendaki mimpi. Sitty melihat mimpi itu, Ayah. Bintang jatuh ke samudera jiwa, jiwa lepas dari tubuh….

AYAH :

Kemarilah, sayang. Maafkan Ayah, kemarilah…peluk Ayah….dst.

SUARA-SUARA :

Sitty di sini Ayah. Serupa jembatan, antara masa lalu, masa kini, dan masa datang. Jembatan waktu yang melingkar, metamorfosis. Orang-orang melintas, datang, singgah, pergi, dan menghilang.

AYAH :

Jangan cengeng, Sitty ! Ayo, berdiri. Ayo! Bangun, nak. Lepaskan kemanjaan…dst.

SUARA-SUARA :

Sitty jadi muara, Ayah. Tempat segalanya berakhir. Akhir dari kepedihan, akhir dari segala dendam. Akhir dari mimpi-mimpi yang dihanyutkan orang dari hulu, dari masa lalu. Telah jadi kisah, Ayah. Yang melahirkan seribu tafsir…. Meski kita tidak pernah tahu kapan episode ini berakhir….

LAMPU PERLAHAN MENYURUT. PADAM.

SELESAI

Bukandiya april-mei 2004

Sebuah sandiwara remaja

Symphoni Anak Jalanan

Karya : IGN. Arya Sanjaya

Pemain

Atet    = pengamen

Iwo     = pengamen

Kemal   = pengamen

Abdul   = petugas

Nasir   = petugas

Komandan

___________________________________ Symphoni anak jalanan

Babak Satu

Di sepotong trotoar sebuah jalan di sebuah kota, tiga remaja tanggung, Atet, Iwo dan Kemal sedang mengamen. Iwo sering bermimpi, Atet sangat acuh dengan dirinya dan Kemal senantiasa menepuk-nepuk perutnya yang selalu kelaparan. Mereka sedang menyanyikan sebuah lagu berirama dangdut.

Lagu Pengamen

Mondar-mandir di sela-sela mobil

nyanyi-nyanyi sampai suaraku sember

hilir-mudik di antara rumah makan

senyam-senyum sampai bibirku dower

andai saja kupunya rumah mobil juga

ku tak akan sengsara

andai saja kudapat hasil berjuta-juta

pasti aku traktir semua

( kepada penonton ) mau, mau, mau …

Kemal         : Dapat berapa kita hari ini ?

Atet    : Sebentar, aku hitung dulu. ( Menghitung uang recehan, penghasilan mereka )

Iwo     : Eh, kawan-kawan, tadi malam aku bermimpi kejatuhan durian !

Atet             : Benjol dong kepalamu. Eh, Wo, jangan mimpi- mimpi melulu deh !

Iwo     : Memangnya kenapa kalo aku mimpi ketiban durian ?!

Kemal   : Kita jadi kebelet pingin durian dong ! Ah, bego kamu !

Iwo     : Iya, mimpi dulu, nanti benerannya !!

Kemal   : Dasar tukang mimpi !

Atet    : Sudah, sudah ! Eh, Wo, Mal, lumayan juga penghasilan kita hari ini.

Iwo + Kemal : Berapa ?!

Atet    : Tiga ribu dua ratus rupiah.

Kemal   : Berarti kita bisa makan sama-sama sebungkus nasi kuah sayur dong …

Tiba-tiba dua orang petugas datang dari sebuah sisi panggung, bergegas sambil meniup peluitnya. Setelah kejar-kejaran, akhirnya anak-anak itu terperangkap di salah satu pojok.

Abdul          : Eh, eh, mau lari kemana kalian, hah ?!

Bertiga : Maaf pak, apa salah kami ?!

Nasir   : Sudah sering dikasih tahu masih bandel juga, memangnya kalian mau jadi jagoan ya ?!

Iwo     : Ampun pak, kami sungguh tidak mengerti.

Abdul   : Kalian dilarang  ngamen di sekitar tempat ini, tahu !!

Kemal   : Maaf pak, kami tidak tahu, pak !

Nasir   : Dasar anak brekele, kamu …

Atet    : Betul pak, kami bener-bener tidak tahu. Baru pertama kali ini kita bertiga ngamen disini !

Abdul   : Baru pertama-baru pertama, eh, kalian kira kita berdua buta apa ?! Sudah sering aku lihat kalian pada genjrang-genjreng di sekitar sini …

Iwo     : Barangkali bukan kami, pak !

Nasir           : Pokoknya aku tidak mau tahu, yang jelas malam ini kalian bertiga yang kami tangkap. Sekarang, ayo ikut ke kantor. Ayo cepat, cepat, cepat …!!

Bertiga : Tapi pak, bukan kami, sungguh bukan kami …

Ketiga anak itu digiring oleh petugas, mereka semua keluar.

Babak dua

Keesokan harinya di kantor petugas. Iwo, Kemal dan Atet duduk di bangku panjang, dua petugas, Abdul dan Nasir mendampingi mereka. Abdul duduk di belakang meja, sementara Nasir berdiri mondar-mandir dengan pentungan karet di tangannya.

Nasir   : Nah, hari ini kalian bertiga akan dibebaskan. Tapi ingat, jangan sekali-sekali kulihat lagi kalian ngamen di tempat itu lagi. Berisik tahu !! Bapak pejabat yang rumahnya dekat situ empet matanya ngeliatin kamu-kamu semua… ngerti, nggak ?!

Bertiga : Ngerti bang, eh, pak !

Tiba-tiba telepon berdering, Abdul mengangkatnya. terdengar suara komandan memanggilnya menghadap kemejanya.

Komandan: Dul, harap segera datang keruangan saya !

Abdul   : Siap, komandan. ( pergi ke meja komandan, yang ada di ruangan itu juga, di atas level yang agak ditinggikan )

Abdul   : Siap, komandan !

Komandan: Duduklah.

Abdul   : Terima kasih, ‘dan !

Komandan: Begini Dul, aku sedang bingung nih. Hari ini anakku yang nomor dua akan berulang tahun. Dan kami ingin sedikit ada perayaan di rumah, karena dia ingin mengundang beberapa temannya. Selain makan-makan ala kadarnya, aku juga minta seorang pemusik, organ tunggal untuk memeriahkannya. Tapi dasar apes, tadi pagi dia telpon, katanya nggak bisa tampil karena bapaknya meninggal. Nah, aku jadi bingung mencari gantinya ?! Kira-kira kamu punya kenalan yang bisa nyanyi nggak ?!

Abdul   : Kenalan ? Rasanya nggak ada komandan.

Komandan: Atau, tolong cari tahu deh !

Abdul   : Baik komandan. ( Hendak berbalik, tiba-tiba ingat sesuatu ) Maaf komandan, bagaimana kalau pengamen yang kami tangkap tadi malam saja kita suruh tampil di rumah komandan ?!

Komandan: Pengamen ?!

Abdul   : Iya, komandan !

Komandan: Kamu menangkapnya di mana ?

Abdul   : Di depan rumah boss, komandan.

Komandan: Oh, begitu. Ehm, boleh juga. Tapi apa  mereka bisa bernyanyi dengan baik ?! Jangan-jangan mereka hanya bisa nyanyi sepotong-sepotong saja, kan di jalan mereka nggak pernah nyanyi utuh ?!

Abdul   : Oh ya, ya ?! Tapi bagaimana kalau kita test saja mereka, komandan ?!

Komandan: Maksud kamu ?

Abdul   : Ya, kita suruh mereka menyanyikan sebuah lagu, yang utuh tentu saja. Nah, kalau komandan anggap layak, kita tampilkan mereka di rumah komandan.

Komandan: Wah, bagus juga ide kamu. Tidak sia-sia ku manggil kamu kemari. Dimana mereka ?

Abdul   : Di ruangan sebelah, komandan. Sedang diberi pengarahan oleh Nasir.

Komandan: Kalau begitu mari kita temui mereka. ( mereka berdua pergi ke ruang sebelah ).

Nasir          : Siap, selamat pagi komandan !

Komandan: Pagi, semua baik-baik saja Sir ?

Nasir   : Baik, komandan.

Komandan: Terima kasih. Begini Sir, tadi aku sudah cerita sama Abdul, aku butuh penyanyi untuk ulang tahun anakku Ria nanti malam. Aku ingin anak-anak ini bisa tampil, tapi sebelumnya aku ingin mendengarkan mereka menyanyikan sebuah lagu dulu.

Nasir   : Siap, komandan !  ( terus  mendekati  para pengamen ). Kalian bertiga, kalian betul-betul beruntung, kalian bertiga mendapat kesempatan yang bagus kali ini. Kalian diminta tampil dalam acara ulang tahun anaknya bapak komandan.

Atet    : Kami diminta tampil, wah kesempatan bagus nih …

Iwo     : Ya, betul !

Nasir   : Tapi, tentu saja kalau kalian lulus test. Sekarang kalian diminta untuk bernyanyi di hadapan komandan. Ayo, nyanyikanlah sebuah lagu, lagu apa saja, yang penting enak didengar dan sopan, jangan lagu protes-protesan, awas kalau macam-macam !!

Kemal   : Baik, pak. Ayo kita nyanyikan sebuah lagu kawan.

Iwo     : Iya, tapi lagu apa ?

Kemal   : Lagu Judul-judulan aja ?!

Iwo     : Jangan, itu saru …

Atet    : Bagaimana kalau lagu plesetannya kang Harry itu ?

Iwo     : Jangan, itu masuk kategori lagu protes, kan nggak boleh katanya.

Kemal   : Kalau begitu, lagu ( menyebutkan sebuah judul lagu yang akan di tampilkan ) saja !

Iwo     : Ya, ya, lagu itu aja, tapi kamu hafal nggak ?!

Kemal   : Hafal dong …

Atet    : Oke, kalau begitu !! Pak, kami siap pak !

Nasir   : ( setelah mohon persetujuan komandan ) Baik, mulailah.

Mereka bertiga mulai menyanyikan sebuah lagu ( yang judulnya sudah disebutkan diatas ) yang sesuai dengan situasi serta kondisi di tempat pementasan.

Selesai nyanyian, komandan, Abdul dan Nasir bertepuk tangan.

Komandan: Bagus, bagus !!

Abdul   : Dahsyat, man !!

Nasir   : Asyiikkkk !!!

Komandan: Nah, sekarang  bersiap-siaplah kalian. Biar kostumnya nanti diatur oleh Abdul dan Nasir. Ayo kita berangkat ( mereka keluar )

Babak tiga

Esok harinya, di kantor dua petugas, Abdul dan Nasir ngobrol tentang pesta anak komandan mereka tadi malam.

Abdul              : Meriah  banget  pestanya  si  Ria  tadi  malam  ya, Sir !!

Nasir   : Ya, makanannya enak-enak dan melimpah, teman-temannya si Ria juga cantik-cantik dan seksi-seksi, wah, betah aku jadinya. Dan anak-anak itu juga nyanyinya nggak malu-maluin, kompak dan apik deh.

Abdul   : Ya, walau peralatan mereka sederhana, tapi penampilan mereka tetap memikat. Sampai semua yang hadir terpikat dan terkagum-kagum dibuatnya.

Nasir   : Eh, kira-kira komandan datang nggak hari ini ?!

Abdul   : Aku jamin, nggak bakalan. Paling-paling dia sedang molor  kecapaian ! ( Tiba-tiba masuk sang  komandan )

Komandan: Siapa yang kamu bilang molor, Dul ?!

Abdul   : Eh, itu komandan, ehm .. anak-anak itu …tentu mereka kecapaian.

Komandan: Oh ya, tapi dimana mereka, ya ?!

Nasir   : Kurang tahu, komandan.

Komandan: Dimana kira-kira aku bisa menemukan mereka ?!

Abdul   : Apa mereka sudah nyolong sesuatu dari rumah komandan ?!

Nasir   : Betul komandan, apa mereka sudah berlaku kurang senonoh di pesta tadi malam ?!

Komandan: Tidak, tidak. Kalian salah sangka. Tadi malam aku tidak melihat mereka pulang. Jadinya belum sempat mengucapkan terima kasih.

Abdul   : Oh, saya kira mereka tak tahu diri dan berbuat kacau.

Nasir   : Ya, saya juga mengira mereka telah mempermalukan komandan di depan para undangan komandan.

Komandan: Oh, tidak-tidak. Malahan tamu-tamuku banyak yang memuji mereka. Banyak diantaranya yang menanyakan dimana aku menemukan mereka. Dan sekarang aku mau minta tolong pada kalian berdua untuk menemui mereka.

Abdul   : Mereka disuruh tampil lagi, komandan ?!

Komandan: Tidak, aku hanya ingin menyampaikan ucapan terima kasihku pada mereka. Karena mereka telah tampil dengan baik dan dapat menghibur tamu-tamuku. Tolong sampaikan  ini  kepada  mereka. ( Menyerahkan amplop ). Nah, aku pulang dulu, karena ada urusan yang harus kubereskan dulu, berkaitan dengan pesta tadi malam.

Abdul + Nasir : Baik, komandan !

Komandan: Tolong sampaikan kepada mereka sekarang juga !

Abdul + Nasir : Siap, komandan !! ( Komandan keluar )

Abdul   : Sir, ayo kita berangkat ..

Nasir   : Ayo !!! ( mereka berdua keluar )

Babak tiga

Sepotong trotoar di sebuah jalan, di sebuah kota. Abdul dan Nasir berjalan mencari Atet, Iwo dan Kemal. Terlihat keringat mulai menitik di dahi mereka, karena mentari mulai meninggi. Sambil berjalan mereka mendendangkan potongan lagu.

Abdul   : Mengamen jangan mengamen

kalau tak pada tempatnya

mengamen boleh saja

asal dibagi dua …

Nasir   : Huusss …

bertugas harus bertugas

tak boleh karena terpaksa

bertugas tentu saja

suka atau tak suka …

Abdul   : Sir, kearah mana kita harus mencari mereka, ya ?!

Nasir   : Kesana !!

Abdul   : Kenapa kesana ?

Nasir   : Karena disana ada warungnya si Mawar, si janda bahenol …

Abdul   : Dasar buaya kamu, ayo … ( mereka berjalan sebentar ) Wah, lumayan capek nih.

Nasir   : Ya, kakiku juga mulai pegel nih.

Abdul   : Tapi kemana perginya anak-anak brekele itu, ya ?!

Nasir   : He-eh, kalau dicari menghilang bagai setan, nah kalau lagi nggak dicari, eh, malah ngibing di depan mata. Dasar apa tuh …, kata kamu ?!

Abdul   : Brekele …

Nasir   : Ya, brekele …

Abdul   : Tapi ngomong-ngomong, apa ya isi amplop itu ?!

Nasir   : Maksud kamu ?

Abdul   : Iya, amplop yang diberikan komandan untuk anak-anak itu.

Nasir   : Huss, ini amanat tahu !!

Abdul   : Eeeh, aku kan cuma pengen tahu isinya doang.

Nasir   : Iya, ya. Apa ya, kira-kira isinya ?

Abdul   : Makanya, buruan buka, biar kita tidak penasaran.

Nasir   : Tapi dosanya kita bagi dua, ya ?!

Abdul   : Dosa-dosa, buruan ah ! ( Nasir mengeluarkan dan membuka amplop ).

Nasir   : Duit, isinya duit Dul !!

Abdul   : Berapa banyak ? ( Nasir menghitung )

Nasir   : Dua ratus ribu !!

Abdul   : Dua ratus ribu ?! Wah banyak juga, ya !

Nasir   : Iya, banyak …

Abdul   : Bagaimana kalau kita meminjamnya sedikit untuk sarapan ?

Nasir   : Meminjam bagaimana maksud kamu ?

Abdul   : Ya, kita kan tidak mencuri atau merampoknya, kita hanya meminjamnya. Ya, hitung-hitung ongkos pengantaran. Nanti kalau kita ada rezeki kita kembaliin kepada mereka. Anu, ngomong-ngomong perutku sudah keroncongan, nih !!

Nasir   : Boleh juga ide kamu. Tapi, dosanya kita bagi dua, ya ?!

Abdul   : Dosa-dosa, buruan ! ( Nasir mengambil satu lembar 50 ribuan, segera dirampas oleh Abdul, kemudian dengan malu-malu dia mengambil 50 ribuan satu lagi untuk dirinya )

Kemudian, masuk Atet dan Kemal sambil berdendang. Kedua petugas itu buru-buru menyelipkan uang kutipan serta amplop itu kedalam kantung baju mereka.

Nasir   : Itu mereka, hai .. kamu !! ( mendengar teriakan itu, atet dan Kemal lari, terus dikejar oleh kedua petugas. Mereka lari keliling panggung )

Abdul              : Tunggu, tunggu dulu !! Kami datang bukan mau menangkap kalian …

Atet    : Terus, mau ngapain dong ?!

Nasir   : Mau ngasihin uang !!

Kemal   : Ngasih uang buat apa ? ( mereka berhenti berkejaran )

Abdul   : Kamu aja yang ngejelasin, Sir.

Nasir   : Bapak komandan ingin menyampaikan ucapan terima kasih ala kadarnya. Karena berkat penampilan kalian yang bagus, tamu-tamunya menjadi terhibur. ( Nasir menyerahkan amplop terus keluar bersama Abdul. Sementara Atet dan Kemal bengong, seperti nggak  percaya  dengan kenyataan yang mereka hadapi )

Kemal   : Duit ?! Wah, berapa banyak isinya, ya ?!

Atet    : ( Mengeluarkan isi amplop ) Seratus ribu …

Kemal   : Banyak amat ! Eh, Tet bagaimana kalau kita pinjam sedikit buat sarapan, perutku lapar nih !!

Atet    : Tapi ini amanat buat kita bertiga. Bagaimana kalau kita tunggu Kemal dulu, sebentar lagi pasti dia datang. Nanti kita sarapannya sama-sama, bagaimana ?! ( Iwo masuk ) Tuh, Iwo sudah datang.

Iwo     : Maaf friends, aku kebelet tadi. Tapi sekarang sih sudah lega, kita berangkat ?!

Atet    : Wo, tadi petugas yang menangkap kita kemarin datang kemari. Komandannya menitipkan duit buat kita …

Iwo     : Duit, berapa banyak ?!

Kemal   : Seratus ribu.

Atet    : Nah, ini uangnya. ( menyerahkan amplop ).

Iwo     : Baik juga hati komandan itu, ya ?!

Atet + Kemal  : Ya !!

Iwo     : Nah, sekarang mari kita pergi kerumah makan Padang yang di belokan jalan itu. Kita pesan nasi kapau dengan ayam bakar bumbu balado yang lezat itu, setuju …

Atet + Kemal   : Let’s go … ( mereka berjalan berputar-putar sambil bernyanyi )

Lagu Symphoni Anak Jalanan

Kucoba-coba menapis madu

madu kutapis sengat kudapat

kucoba-coba menulis lagu

lagu kutulis uang kudapat

Jamane-jamane jaman edan

asyik jadi anak jalanan

walaupun susah mencari makan

namun tak pernah menjadi beban

Sungguh enak anak-anak jalanan

anak jalanan banyak kawannya

walau disaku uang tak ada

tetap berdendang tertawa-tawa

Selesai

Parakan Resik, Mei 2004.

WANITA YANG

DISELAMATKAN

Karya : Arthur S.Nalan

Para Pemain :

-Juned ( Sang Pembelot )

-Jamilah ( Isteri Juned )

-Barjah ( Sahabat Juned )

-Malim ( Pemimpin Panguyuban Salim )

-Umi ( Isteri Malim )

-Abuy ( Anak Isteri Juned & Jamilah )

-Pak Duluk

-Germo

-Polisi Hutan

-Para Anggota Panguyuban

I.

JUNED :

Aku bosan Ilah, aku jenuh! Bayangkan hampir setiap hari aku harus siap dipanggil Malim dan melakukan tugas-tugas yang bertentangan dengan nuraniku. 3 tahun yang lalu, aku telah keluar dari penjara dan kini bertekad ingin menjadi orang baik-baik. Aku berkenalan dengan Barjah, aku kembali menemukan kau dan tanpa aku duga kini kau menjadi isteriku.

( MINUM ) Kalau bukan karena Barjah, kalau bukan karena Malim, mungkin aku tak akan pernah memilikimu.

JAMILAH :

Bosan dan jenuh itu biasa. Memang bahagia harus selalu diikuti dengan pengorbanan. Kalau kau bicara tentang kebosanan, kita semua selalu mengalaminya, kita semua merasakannya. Yang penting sekarang, bagaimana kita membesarkan anak kita, supaya menjadi anak yang pintar dan soleh.

JUNED :

Ya, aku tahu itu. Itu juga membosankan. Kata-kata itu sering aku dengar dari Kakek, Nenek, orang tua kita, selalu diulang. Orang tua selalu berharap anak-anaknya itu menjadi anak yang pintar dan soleh. Kita juga jadi ikut-ikutan begitu pada anak kita.

JAMILAH :

Tentu saja, apa ada orang tua yang mengharapkan anak-anaknya masuk penjara, menderita?!

JUNED :

Apa kita bisa membahagiakan Abuy, dengan keadaan kita yang selalu begini ini, dengan keadaanku yang selalu terikat baiat Kang Malim, yang terikat sumpah setia pada Panguyuban?! Apa bisa Ilah, apa bisa?!

JAMILAH :

Aku tidak tahu, kita memang sudah kadung dan terbawa arus mereka. Tak usah disesalkan, terima saja sebagai kenyataan pahit.

JUNED :

Terus-terusan pahit dan kepahitan yang aku alami, manisnya hidup hanya sempat kita jilat, hanya sempat kita cicipi …….

JAMILAH :

Sudahlah, tak ada gunanya kita berpanjang-panjangan begini, bercerita tentang kepahitan hidup, kebosanan, kalau aku …. Kalau aku hanya dapat bersyukur, lain tidak. Bayangkan seandainya aku tidak kau bebaskan, dengan bantuan Barjah serta pasukan lowo irengnya, dari cengkraman mamih Rawit, bayangkan kalau aku tidak ditemukan disana, mungkin kita masing-masing berjalan ditempat yang berbeda ….. tapi Tuhan telah mengatur kita bertemu kembali ….. kita dipersatukannya.

JUNED :

Sudahlah aku bosan mengingat masa lalu, kau tahu …… sebenarnya masa lalu ingin ku kubur dalam-dalam.

JAMILAH :

Tidak mungkin masa lalu dikubur begitu saja, sekarang tindakan apa yang akan diambil?!

JUNED :

Tindakan apa yang harus aku ambil?!

JAMILAH :

Ya, tindakan apa. Bukankah sebenarnya dari tadi kita tengah bicara tentang tindakan-tindakan apa yang harus diambil untuk melarikan diri dari kejenuhan dan kebosanan yang mengepung kita?!

JUNED :

Kau benar Ilah. Aku harus keluar dari lingkaran mereka. Sekarang aku sadar, rasanya janggal harus mengumpulkan dana perjuangan dengan jalan mencuri dan menggarong,

pada awalnya aku kagum dengan mereka, tapi lama kelamaan aku muak, perjuangan macam apa ini?!

( SUARA KETUKAN PINTU )

Siapa?!

BARJAH :

Aku Ki sobat!

JUNED :

Ilah bukakan pintu!

JAMILAH:

Masuk Kang Barjah …… sendirian saja?!

BARJAH : ( MASUK )

Ya ….. Assalamualaikum.

JAMILAH :

Waalaikum salam.

JUNED :

Alaikum salam ….. Silahkan duduk, Jah …..

( KEPADA JUMILAH )

Buatkan kopi, Lah …..

BARJAH :

Sabil!

JUNED :

Sabil!

BARJAH :

Aku bawa tugas dari Salim!

( MEMBERIKAN SURAT )

Anakmu mana tidak kelihatan?!

JUNED :

Mengaji di Tajug!

JAMILAH :

Kopinya …… Bagaimana kabarnya Ceu Mae?!

BARJAH :

Sehat-sehat saja.

( KEPADA JUNED )

Bagaimana?!

JUNED ( DIAM )

JAMILAH :

Kang Juned sebenarnya lagi kurang enak badan.

BARJAH : ( TERTAWA )

Sejak kapan kau kolokan, hah?! Ingat, hanya kau yang dipercaya Malim untuk memimpin tugas ini. Hanya kau yang tahu situasinya. Bukankah dulu kau pernah kerja di pabrik gula tersebut?!

JUNED :

Ya, dulu. Bagaimana ya, aku benar-benar lagi kurang enak badan.

BARJAH :

Kau menolak.

JUNED :

Tidak, aku tidak menolak.

BARJAH :

Ingat target dana harus terpenuhi, jika tidak, perjuangan perang Sabil kita ini tidak akan terwujud.

JUNED :

Ilah, ambilkan peti besi yang ada dikolong ranjang ….

( KEPADA BARJAH )

Sekarang aku mau tanya padamu.

BARJAH :

Tanya apa?! Ayo tidak usah ragu-ragu. Aku kan sobatmu!

JUNED :

Apakah kau pernah berpikir …… kau yakin perjuangan perang Sabil ini akan terwujud?!

BARJAH : ( TERTAWA )

Kau ragu?!

JAMILAH : ( MENARUH PETI )

Aku beli obat nyamuk dulu ke luar.

( PERGI )

JUNED :

Aku tidak ragu …… tapi aku berpikir. ( MEMBUKA PETI BESI )

Kau lihat siapa dia?! ( MEMPERLIHATKAN FOTO KARTOSUWIRYO )

Malim suka menyebutnya, “Sang Mata Air, Sang Pencetus Perang Sabil …”. Tapi kenyataannya, Sang Mata Air itu dikubur!

BARJAH : ( TERTAWA )

Jun, pencetus itu boleh mati ….. perintis boleh terkubur ….tapi pewaris harus bangkit! Kita adalah pewaris perjuangan perang Sabil ( MEMBERIKAN PISTOL YANG DIAMBIL DARI DALAM PETI BESI ). Buktikan bahwa kita adalah pewaris perjuangan perang Sabil dengan senjata ini, kau bisa katakan pada mereka bahwa pewaris perjuangan perang Sabil yang tak akan pernah usai ( MINUM KOPI ). Kau tentu masih ingat peristiwa sarang pelacuran Kamalaten, ketika aku dan saudara-saudara para pewaris perjuangan perang Sabil itu …… tergabung dalam pasukan Lowo Ireng dan kau ada didalamnya sebagai saksi mata … kau saksikan kita beraksi dengan satu gebrak …. Para centeng-centeng dan begundal-begundal mesum itu lintang pukang … terlebih-lebih Gemonya yang gemuk itu …. Sampai basah kain sampingnya.

( TERTAWA )

Karena ada baking-nya yang over-acting …. Lalu kita telikung sampai giung dan kita bakar tempat maksiat itu …. Aku puas! ( TERTAWA ).

LALU DI MARKAS Pangguyuban kita nyanyikan lagi perjuangan ( BERNYANYI ).

Berjuang dijalan Sabil, senjata ditangan, pandangan ke depan demi Sang Malim!

JUNED : ( KESAL )

Sudah, Jah …. Sudah! Kau tak perlu ceritakan peristiwa itu lagi! Kau memang banyak berjasa untukku.

BARJAH :

Jun, aku sengaja ceritakan kembali peristiwa itu agar kau sadar bahwa kita ini adalah pewaris perjuangan perang Sabil …. Termasuk kau.

JUNED :

Tapi, Jah … ada perasaan berdosa yang selalu aku rasakan disini. Di dalam hati kecilku. Apakah hanya untuk membebaskan seorang pelacur dari seorang Germo lantas harus membakar sarang pelacuran itu?! Disana kan banyak juga orang-orang yang tak berdosa, orang-orang yang tak tahu apa-apa dan tidak berkepentingan dengan urusan pribadiku …. Mereka ikut terbakar, mereka menjadi korbanmu dan pasukanmu!

BARJAH :

Jun, tadinya aku tidak bermaksud membakar tempat itu … tapi baking-nya yang over acting itu membuat aku muak …. Darahku panas dan akhirnya kubakar tempat itu …. Tapi suadahlah mengapa kita jadi berbincang tak karuan ….. pada hal kita harus menyelesaikan tugas kita …. Ayo berkemas dan biarkan ojegmu nganggur untuk beberapa hari, bagaimana?! ( MINUM KOPI LALU MEROKOK ).

JAMILAH : ( MASUK )

Mau diajak ke mana lagi?!

BARJAH :

Biasa panggilan tugas ronda.

JUNED :

Jah.

BARJAH :

Ya, ada apa?!

JUNED : ( MELETAKAN PISTOL DIATAS MEJA )

Aku mau mundur saja.

BARJAH :

Mundur, tidak mungkin, kau tidak mungkin bisa mundur, kau sudah dibaiat, jangan sekali-kali berpfikir bahwa baiat itu hanya basa-basi …. Kalau kau mengatakannya di depan Malim kau tahu apa akibatnya, bukan?!

JUNED :

Aku jenuh, aku bosan, Jah … bosan! 15 tahun aku menjadi penghuni penjara dan aku berniat kembali ke kehidupanku semula, kembali ke desa dan menjadi petani. Menjadi manusia baik-baik walau aku masih ragu ….. apakah orang-orang sedesaku aku akan menerima kehadiranku …. Bekas pembunuh!

JAMILAH :

Jangan kau ceritakan lagi peristiwa itu, Kang.

JUNED :

Biar Barjah tahu. Aku bertemu dengan kau karena aku menumpang mobil tangki yang kau bawa. Kita menjadi akrab, lalu kau membawa aku ke komplek pelacuran Kamalaten dan semua niatku berubah disana.

BARJAH :

Kalau kau tidak ragu-ragu, mengapa niatmu menjadi berubah?! Mengapa?!

JUNED :

Jah, kau tahu kan, pertemuan dengan dia tak pernah kubayangkan sebelumnya?!  Aku membayangkan Jamilah sudah menjadi milik orang lain dan kisah cintaku dengan Jamilah hanya masa lalu, tapi ditempat itu kami dipertemukan Tuhan …. Semua berubah, aku ingin menyambung kisah cinta kami dank au bersedia membantu.

BARJAH :

Bantuanku sudah kau rasakan sekarang, lantas kau enak saja mengatakan akan mundur dari Panguyuban yang telah mengulurkan tangan untuk membebaskan Jamilah dari cengkraman Germo dan baking-nya. Inget Jun, tanpa bantuan Panguyuban kau tak akan pernah bisa memiliki Jamilah, kalau pun bisa, yang duluan melayang adalah nyawamu. Kau paham itu?!

JUNED :

Waktu itu aku tak pernah berpikir bahwa Panguyuban yang mengulurkan tangannya padaku ditebus dengan perbuatan-perbuatan kotor dikemudian hari.

BARJAH :

Tutup mulutmu, Jun! Lebih baik kita pergi secepatnya. Tentang kau yang mau mengundurkan diri, itu bukan urusanku! Aku tidak mau berbantahan disini, tak baik, tak bagus!

JUNED :

EEeee’ …. Kalau aku menolak?

BARJAH :

Aku akan memaksamu! ( MENGELUARKAN PISTOL ).

JAMILAH :

Sudah! Jangan teruskan perbuatan gila ini disini! Silahkan pergi ke hutan dan salinglah membunuh disana! Untung rumah kita agak terpencil ….. kalau tidak, para tetangga akan berdatangan. Sudah, pergi saja kalian …… pergi …. !!!

JUNED :

Kita pergi saja, Jah …… ( MEMASUKAN PISTOLNYA KEMBALI ).

BARJAH : ( TERTAWA )

Nah, begitu. Maafkan aku.

( MEREKA BERPELUKAN ).

JUNED : Aku pergi dulu. Jaga Abuy.

BARJAH : Maafkan aku ( MENGELUARKAN BEBERAPA LEMBAR UANG )

Ini dari Panguyuban untuk anakmu, jangan sedih …….. aku pun pernah merasa goncang seperti suamimu.

JUNED : ( MENGAMBIL MOTOR )

Ayo, Jah ….. simpan peti itu baik-baik ditempatnya. ( MENGELUARKAN MOTOR ).

BARJAH :

Kami pergi dulu, Jah …….. Assalamualaikum’!

JAMILAH :

Walaikum salam.

( SUARA MOTOR HIDUP, DAN PERLAHAN-LAHAN MENGHILANG ).

LAMPU PADAM.

II.

MARKAS PANGUYUBAN. MALIM DAN UMI TENGAH BERTENGKAR.

UMI :

Aku bosan hidup begini terus-terusan, tak ada rasa tentram. Tak ada kedamaian. Padahal tentram dan kedamaian itu penting.

MALIM :

Penting menurutmu, tidak menurutku. Mau tentram bagaimana kalau hidup kita selalu dijegal orang?! Aku pernah coba seluruh yang kau pinta, tapi hasilnya semua sia-sia.

UMI :

Itu karena kau tidak sabaran, kau terlalu ambisius. Kau selalu ingin mengambil jalan pintas, potong kompas dalam segala hal.

MALIM :

Umi, jangan berkata begitu, kalau aku sukses, kau juga yang akan menikmatinya, kau juga yang akan memujiku. Sudah berkali-kali aku katakana, kalau kau sudah tidak betah hidup denganku, silahkan tinggalkan aku ……. Hanya ingat, aku tidak akan menceraikanmu ……. Itu tidak baik.

UMI :

Aku tidak akan meninggalkanmu, tidak. Aku mau pregi kemana?! Anak tak punya, sanak saudara sudah menjauh.

MALIM :

Kalau sudah tahu begitu, kenapa kau selalu berbicara tak tentram, ingin damai, bosan dengan kehidupan yang terus-terusan seperti ini?! Kenapa?!

UMI :

Aku ksepian, aku inginkan seorang anak ……!

MALIM :

Aku juga ingin, walau pun kau sudah berkali-kali hamil namun selalu keguguran …… apakah karena ……

UMI :

Mungkin karena kita sering berpindah-pindah tempat tinggal, apa tidak bisa kita menetap di sebuah tempat dan tak berpindah-pindah?! Apa tidak bisa?!

MALIM :

Tidak bisa. Perjuanganku menuntut harus berpindah-pindah tempat, jika tidak, sudah lama aku ditangkap karena akulah yang menyalakan api perjuangan Sabil dihati para anggota Pangguyuban.

UMI :

Tetapi mengapa orang macam Barjah, Juned, bisa menetap disuatu tempat?!

MALIM :

Mereka adalah mata dan telingaku untuk menjangkau dunia ramai. Mereka tak akan dicurigai karena mereka hidup seperti orang kebanyakan pada umumnya. Juned jadi tukang ojek, sedangkan Barjah menjadi supir truk tangki. Dan yang terpenting adalah isteri-isteri mereka setia menyimpan rahasia suaminya.

UMI :

Pada hal dulu kita adalah pasangan yang tak pernah bertengkar dan berbantahan. Kau ingat saat kau mencalonkan diri untuk menjadi Kepala Desa?! Pendukungmu banyak karena mereka tahu bahwa kau anak seorang Kiai, anjengan terhormat dan diseggani pemimpin sebuah Pesantren. Kau begitu yakin akan menang dan dielu-elukan oleh warga desa.

MALIM :

Tapi kelicikan dan uang mencekik mereka, membungkam mereka. Mereka menipu aku dan pada akhirnya aku kalah. Aku mundur.

UMI :

Lalu kau menjadi pengurus koperasi desa karena dipandang dapat membantu desa menghimpun anggota masyarakat untuk menjadi anggota koperasi, kau punya pengaruh.

MALIM :

Ya, tapi aku diisukan macam-macam, menyalah gunakan jabatanlah, makan uang kas-lah. Padahal Kepala Desa bajingan itulah yang mengambilnya.Untuk kedua kalinya dijegal ….. dan pada akhirnya aku dendam.

UMI :

Memang sulit hidup diatas kejujuran, kejujuran sepertinya mahal.

MALIM :

Karena itu aku harus menghentikan aksi Kepala Desa bajingan itu, aku labrak dia tapi aku kalah. Begundal-begundalnya terlalu kuat, aku pulang babak belur namun dendamku semakin memuncak hingga akirnya kubalas dia dalam suatu kesempatan mobil yang ia yumpangi kucegat dan kubakar, lalu kulemparkan kejurang ( TERTAWA ). Aku puas bajingan itu telah mati!

UMI :

Tetapi kita menjadi menderita ….. bahkan tambah menderita! Kita jadi buronan …….

MALIM :

Sudahlah, buronan tinggal buronan, yang penting sekarang perjuangan Sabil harus ditegakkan. Kita sudah punya pengikut, pasukan khusus orang-orang yang setia, mau apa lagi?!

UMI :

Tapi hati ini tidak bisa dibohongi.

MALIM :

Simpan saja itu hati yang tidak bisa dibohongi, kita ganti dengan kebencian.

UMI :

Kalau Mama Kiai Fadillah mertuaku tercinta, Ayahmu tercinta masih hidup ……..

MALIM :

Sudahlah Umi, jangan sebut-sebut Ayahku, dia terlalu bail buat kita, juga buat Santri-santrinya, biarlah kita pilih jalan kita sendiri.

GOJAL :

Assalamualaikum ……….

KEWENG :

Assalamualaikum ………..

GOJAL DAN KEWENG MASUK, MEREKA MENCIUM TANGAN MALIM.

MALIM :

Ada apa, kenapa sudah kembali?!

GOJAL :

Maaf Malim, terpaksa kami kembali. Si Paser ngamuk dan menembaki beberapa orang!

MALIM :

Juned?

KEWENG :

Ya Malim, ia marah dan menyambar senjata tanpa diduga, kami berhasil lari …….

MALIM :

Barjah?!

GOJAL :

Barjah terluka dan disandara!

MALIM :

Dimana mereka sekarang?!

KEWENG :

Kejadiannya disekitar hutan Argagowong. Pasti dia naik keatas bukit dan mencari perlndungan.

BARJAH :

Dia akan mengulang kelakuan Kumlud, mahasiswa Frustasi yang pernah bergabung dengan kita itu. Terpaksa kita harus segera bergerak. KaliaN ke rumah Barjah, temui istrinya suruh bujuk istrinya Juned, kalian bawa ke Argagowong. Anggota Paguyuban yang ada dikantung-kantung segera kontak, semua berngkat ke Argagowong. Hati-hati, waspada polisi hutan bisa menemukan kita.

KEWENG :

Anaknya Juned bagaimana?!

MALIM :

Bawa juga, siapa tahu ada gunanya.

UMI :

Jangan bawa anak itu, biarkan aku yang mengasuhnya.

MALIM :

Kau jangan ikut campur, anak itu harus menyaksikannya. Ayo segera berangkat.

BERSAMA :

Sabil!

MALIM :

Sabil! (MEREKA HENDAK BERANGKAT)

UMI :

Berikan anak itu padaku, aku minta dengan hormat.

MALIM :

Kita lihat saja nanti. (MALIN MENGAMBIL SEBUAH PISTOL DAN MEMASANGKAN PELURUNYA)

LAMPU PERLAHAN PADAM.

TERDENGAR PUPUJIAN.

Anak Adam anjeun di dunya ngumbara

Hirup anjeun di dunya the moal lila

Umur anjeun unggal poe dikurangan

Berang peting umur anjeun dicintangan.

( Anak Adam engkau di dunia mengembara

Hidup di dunia tak akan lama

Tiap hari umurmu dikurangi

Siang malam umurmu selalu diambil sedikit-sedikit ).

III

RUMAH JAGA POLISI HUTAN ARGAGOWONG TAMPAK BARJAH TAK BERSENJATA TERLUKA DIKURSI SEMENTARA SEORANG POLISI HUTAN TERIKAT DIRANJANG BAMBU YANG DIBERDIRIKAN. TAMPAK JUNED TENGAH MENGINTIP DARI JENDELA.

BARJAH :

Kau akan menyesal, Jun …. percayalah padaku, tindakan yang kau ambil adalah suatu kesalahan besar.

JUNED :

Aku tidak perduli, Jah … Kesalahan besarku bukan tindakan ini, tapi menjadi anggota Pangguyuban ini. Itu kesalahan besarku.

BARJAH :

Sebentar lagi pasukan Lowo Ireng akan datang mengepung tempat ini, akan mati sia-sia.

JUNED :

Akanku lawan selama aku bisa melawan.

BARJAH :

Aku terluka, Jun! Kau tega membiarkan aku kehabisan darah?! Bagaimana kalau kita cari pertolongan.?!

JUNED :

Aku tak akan terbujuk dengan jebakan halusmu, Jah!

BARJAH :

Hei Jun, aku tidak akan membujuk dan menjebakmu ….. kau salah paham!

JUNED :

Aku paham, kau meniupkan bujukan padaku ketika aku melihat kembali Primadona komplek Kamalaten yang bernama Karmila ternyata Jamilah kekasihku sewaktu didesa dulu. Kau bilang, jika kau mau dia kembali serahkan saja padaku. Malim dapat membantumu.

LAMPU PADAM.

IV

PADA SAYAP KANAN PANGGUNG, TAMPAK BARJAH DAN JUNED SEDANG DUDUK BERHADAPAN SAMBIL MINUM BIR. SEORANG GERMO SEDANG BERBICARA MENGGODA. TERDENGAR SUARA MUSIK DANGDUT.

GERMO :

Mau yang keturunan Arab juga ada! ( TERTAWA ).

BARJAH:

Kawanku ini tengkulak beras, ia vingin yang baru dan cantik! ( MINUM ).

GERMO :

Oh ya …. ?! Tentu saja ada, jangan khawatir!

BARJAH :

Siapa namanya?!

GERMO :

Pasti yang kau maksud Karmila ( TERTAWA ).

BARJAH : ( MEMOTONG ).

Jun! ( MEMBERI ISYARAT DENGAN JARINYA ).

GERMO : ( TERTAWA ).

Semua anak asuhku tidak ada yang memakai nama asli, semuanya nama palsu. Apa sih yang tidak palsu disini?! ( MENYEDOT ROKOK ) Tapi Karmila yang kau inginkan sedang di Boking tamu istimewaku.

JUNED :

Siapa?!

GERMO :

Kau tidak perlu sewot, ini rahasia perusahaan (MUNCUL JAMILAH DIIKUTI PAK DULAK ) Nah, kau boleh gembira. Sekarang Karmila sudah keluar ( MEMANGGIL ) Mila ……. Mila kemari sayang …… ada tamu bonafit untukmu!

JAMILAH :

Ada apa, Mih?!

GERMO :

Ada yang penasaran, dia tengkulak beras partai besar!

JAMILAH :

Mana orangnya?! ( MELIHAT JUNED ) Kang Juned?! Tidak mungkin, tidak mungkin! Oh!  ( LARI ).

JUNED :

SEPERTI Jamilah ……  dia Jamilah, Jah! Ilah tunggu ( BERHADAPAN ). Kenapa lari?! Kanapa?! Aku Juned!

GERMO :

Hei hei ….. kenapa jadi begini?! Siapa kau?!

PAK DULAK :

Ada apa rebut-ribut begini?! Hei, siapa kamu?!

JUNED :

Aku kwan lamanya.

BARJAH :

Dia kawanku seorang tengkulak beras partai besar …..!

PAK DULAK :

Oh ya?! Mau pakai dia?! Silahkan ( MENGACUNGKAN JARI JEMPOL ).

JUNED : ( MARAH ).

Haram jadah! ( MENCENGKRAM KERAH BAJU PAK DULAK ).

PAK DULAK : ( MARAH ).

Hei! Kau juga belum tahu siapa aku?!

JUNED :

Dia pacarku sewaktu di desa!

PAK DULAK : ( TERTAWA ).

Pacar?! Di desa?! Yak au benar, semua lelaki pacarnya!

JUNED : ( MENDORONG ).

Anjing!

PAK DULAK : ( TERJEREMBAB ).

Sialan! ( MENGELUARKAN PISTOL ) Kau belum tahu siapa aku ( BANGUN ) aku keamanan sini. Kau terlampau berani melawanku, jangan mentang-mentang kau seorang tengkulak beras partai besar berkantung tebal …….!

BARJAH :

Maafkanlah kawanku Pak …… dia hanya terbakar emosi saja  ( MEMOHON) sebaiknya pistol itu disimpan lagi, terus terang kami takut sekali.

PAK DULAK : ( TERTAWA )Masih untung ada kawanmu yang tahu bagaimana cara menghargaiku. Ayo bubar, tak ada apa-apa, hanya sensasi murahan tengkulak beras ( PADA JUNED ) Masih penasaran?!

BARJAH :

Sudahlah, Pak ….. maklumlah kalau orang kasmaran. Karmila ini bukanlah pacarnya, hanya barang kali mirip.

PAK DULAK :

Bagus itu ( MENYIMPAN PISTOL ). Mih, aku pulang dulu. ( PADA JAMILAH ) Terima kasih, Neng ….. lain kali Bapak kesini lagi. Biasa ngontrol ( TERTAWA ) yang bahenol.

PAK DULAK KELUAR.

GERMO : ( PADA JUNED ).

Masih penasaran?! Kalau masih, silahkan! Hanya kalau disini jangan coba-coba bikin keributan. Masih untung Pak Dulak tidak menarik pelatuk pistolnya, kalau ditarik kan bisa berabe ( TERTAWA ). Ayo karmila, masuk saja dulu, kau perlu istirahat!

JUNED :

Tidak, jangan!

GERMO :

Kau mau boking sebelum main?!

JUNED :

Ya benar. ( PADA PELAYAN ) Bir satu lagi!

GERMO :

Uang bokingnya ( MENGHISAP ROKOK ).

BARJAH :

( MENGELUARKAN UANG ) Ini! Jangan ganggu kami!

GERMO :

Siapa yang mau ganggu padayang kantungnya tebal ( TERTAWA ). Karmila, temani tamumu dengan baik, kalau sudah, naik, masuk saja ke kamarmu.

GERMO PERGI.

JUNED :

Maafkan aku ….. Apakah aku kesemaran?! Tapi rasanya tidak. Kau Ilah ….. Jamilah putera Bah Doyot, kan?! ( MENGAMBIL DOMPET ) lihat fotomu, masih kusimpan dengan baik.

JAMILAH : ( MENANGIS ).

Maafkan aku ….. itu memang benar fotoku.

JUNED :

Bagaimana kalau kau ikut keluar dari sini?! ( PELAYAN DATANG ).

JAMILAH :

Tidak mungkin! Aku telah berhutang budi pada Amih!

JUNED :

Kenapa tidak mungkin?!

BARJAH :

Sabar, Jun.

JAMILAH :

Aku sudah punya anak!

JUNED :

Punya anak?! Dari siapa?! Kau kan tidak sempat bermalam pengantin dengan bandot tua Badori!

JAMILAH :

Panjang ceritanya, derita demi drita telah aku rasakan, hingga pada akhirnya aku terdampar disini ( MENANGIS ).

JUNED :

Kau ingin keluar dari sini?!

JAMILAH :

Tentu saja, hanya tidak mungkin, anakku sudah akrab dengan Amih.Amih sudah dianggap Neneknya sendiri. Dan lagi pula, Amih mempunyai beking …. Pak Dulak beserta jegernya yang tak segan-segan menyiksa pada siapa sja yang mencoba lari dari sini.

BARJAH :

Serahkan saja padaku, tapi tidak sekarang. Untuk menghadapi Pak Dulak dan cecunguk-cecunguknya itu bukan hal sulit ( MINUM ). Mending minum saja.

JUNED :

Maksudmu kau dapat membantuku?!

BARJAH :

Percayalah padaku, asalkan kau mau menghadap Malim.

JUNED :

Malim?! Siapa dia?!

BARJAH :

Dia orang penting! ( PADA JAMILAH ) Tunggu tiga hari lagu, kami akan datang. Persiapkan dirimu dengan anakmu. Percayalah, kau pasti dapat keluar dari sini.

JAMILAH :

Baiklah, aku akan menunggu.

LAMPU PADAM.

KEMBALI KE PANGGUNG TENGAH.

JUNED :

Benarkah begitu bicaramu?!

BARJAH :

Ya, tapi kau membutuhkan bantuanku saat itu, kau jangan munafik Jun!

JUNED :

Ya, benar. Kukira bantuanmu tulus, ternyata minta bayaran yang tak pernah kubayangkan. Aku harus mau dibaiat dan menjadi anggota Pangguyuban! Aku tak kuas menolak!

VI.

SAYAP KIRI PANGGUNG. MARKAS PANGUYUBAN, TAMPAK PARA ANGGOTA PANGUYUBAN TENGAH MENDENGARKAN WEJANGAN MALIM.

DIANTARA MEREKA DUDUK PULA JUNED DAN BARJAH.

MALIM :

Jihad Fisabillah itu harus kalian camkan baik-baik dalam kalbu. Masa lalu dan masa sekarang tak ada bedanya. Masa lalu kita telah dikhianati, masa sekarang kita jangan mau dikhianati. Dari dulu kita mempunyai cita-cita menghancurkan kemunafikan, kedzoliman, kemaksiatan dan sebangsanya. Namun untuk mencapai cita-cita itu kita memerlukan dana yang tidak sedikit, apa lagi di zaman sekarang ini. Dana-dana perjuangan itu tengah kita kumpulkan dan akan terus kita kumpulkan dengan berbagai cara, cara khas Panguyuban. ( KEPADA JUNED ) Kau Juned, mendekatlah kemari!

JUNED :

Baik Malim ( BANGKIT ).

MALIM:

Dia ini bakal menjadi anggota baru dalam Panguyuban kita. Dia mempunyai latar belakang sebagai pembunuh, dia telah diganjar lima belas tahun. Beruntunglah dia bertemu dengan Barjah. Motto kita : “ SEMUA ANGGOTA MENDAPAT PERLINDUNGAN YANG SAMA, SEMUA ANGGOTA MENDAPAT SANGSI YANG SAMA “.

Maka hari ini kalian akan bergerak ke kelompok Kamalten, bawalah kekasih Juned dan anaknya dengan aman dan hancurkan kemaksiatan!

BERSAMA :

Hidup Malim!

MALIM :

Untukmu Juned, kau akan kami baiat, sumpah setia. Kau bersedia?!

JUNED :

Bersedia Malim!

MALIM :

Tujuan Panguyuban sangatlah mulia, apakah merasa terpaksa?!

JUNED :

Tidak Malim!

MALIM :

Tujuan Panguyuban ini suci, kau mengerti?!

JUNED :

Mengerti Malim!

MALIM :

Baiklah, bersiaplah untuk dibaiat. Buka bajumu dan berhadapanlah denganku!

JUNED :

Baik Malim ( MEMBUKA BAJU ).

MALIM :

Saksikan oleh yang lain!

BERSAMA :

Kami bersaksi Malim!

MALIM :

Bersiaplah dan ikuti ucapanku : “ AKU INSAN TUHAN, KECIL TAK BERDAYA UPAYA …..

JUNED :

“ AKU INSAN TUHAN, KECIL DAN TAK BERDAYA UPAYA ……

MALIM :

JALANKU JALAN SAMBIL MENGHANCURKAN KEMUNAFIKAN ….!

JUNED :

JALANKU JALAN SABIL MENGHANCURKAN KEMUNAFIKAN ……!

MALIM :

MENGHANCURKAN KEDZOLIMAN …!

JUNED :

MENGHANCURKAN KEDZOLIMAN …!

MALIM :

MENGHANCURKAN KEMAKSIATAN ….!

JUNED :

MENGHANCURKAN KEMAKSIATAN …..!

MALIM :

SEMUA ANGGOTA MENDAPATKAN PERLINDUNGAN YANG SAMA, SEMUA ANGGOTA MENDAPATKAN SANGSI YANG SAMA ….!

JUNED :

SEMUA ANGGOTA MENDAPATKAN PERLINDUNGAN YANG SAMA, SEMUA ANGGOTA MENDAPATKAN SANGSI YANG SAMA ….!

MALIM :

Kini bersiaplah menerima tanda keanggotaan ( KEPADA BARJAH ) Barjah! Pegang ini!

BARJAH :

Siap Malim …! ( BARJAH MEMEGANG JUNED ) Kau harus tahan!

( MALIM MENGELUARKAN GULUNGAN KAIN HITAM PISAU KECIL TINTA HITAM DARI SEBUAH KOTAK. TANPA DIPERINTAHKAN SEMUA ANGGOTA PANGUYUBAN MENDZIKIRKAN KATA-KATA SABILILAH. PUNGGUNG JUNED DIBERI TATO. UPACARA BAIAT SELESAI ).

MALIM :

Pakailah bajumu kembali dan kembalilah ketempatmu. Dia kini berhak mendapatkan perlindungan, kau harus ikut dalam operasi penyelamatan wanita yang bernama Jamilah. Karena itu akan menjadi bagian dari hidupmu. Operasi dipimpin Barjah, jangan bergerak tanpa perintahnya. Paham?!

JUNED :

Paham Malim!

LAMPU PADAM.

VII.

PANGGUNG KEMBALI KE TENGAH.

BARJAH :

Kau munafik, Jun. Lebih baik sadarilah sejak dini kau telah salah langkah!

JUNED :

Langkahku tak akan pernah salah apa bila tidak bertemu dengan kau!

BARJAH :

Kalau tidak bertemu dengan aku, kau tidak akan bertemu dengan kekasihmu, ingat itu!

JUNED :

Ya aku ingat, jasamu tidak akan kulupakan, ingat itu!

VIII.

PANGGUNG KEMBALI KE SAYAP KANAN, KOMPLEK KAMALATEN. TERDENGAR LAGU-LAGU DANGSUT YANG TENGAH TOP MENGALUN. TIBA-TIBA TERDENGAR SUARA HERITAN DAN BENTAKAN DARI BEBERAPA PELACUR DAN JEGER TERJEREMBAB SEPASUKAN BERTOPENG BERSENJATA MUNCUL.

BARJAH :

Jangan melawan! ( NAIK KE ATAS MEJA ) Melawan berarti mati!

( LANTANG ) Kami tidak akan menyakiti kalian! Panggil si Amih sekarang, cepat! Siapa yang tahu dimana Amih?!

CENTENG : ( KETAKUTAN ).

Kalian Polisi?!

BARJAH :

Bukan! ( MENGARAHKAN PISTOL ) Kau centeng ya?! Panggil si Amih! Cepat! Kalian ikut dia, seret dia kemari!

( MUNCUL GERMO BERPAKAIAN MENYALA DAN MEROKOK DENGAN TENANGNYA ).

GERMO :

Tidak perlu dicari dan lagi pula kenapa pakai begini-beginian?! Kalau mau yang baru serta gratisan, tidak perlu menakut-nakuti seperti ini, Pak Dulak, kan?!

BARJAH :

( MEMBENTAK ) Sembarangan! Kami tidak kenal dengan yang namanya Pak Dulak, kami tidak mau tahu! ( MENGARAHKAN PISTOL ) Dengar, kami dari kelompok Lowo Ireng!

GERMO :

Jadi kalian bukan ……

BARJAH :

Bukan! Kami ke sini mau mengambil Karmila ungkluk kesayanganmu! Di mana dia?!

GERMO :

Dia lagi merawat anaknya, anaknya sakit panas. Demam!

BARJAH :

( KEPADA JUNED ) Kau bawa dia! Cepat, ikuti dia!

GERMO :

Untuk siapa Karmila?! …… apa untuk ….. tengkulak beras partai besar yang tempo hari tidak jadi itu?!

JUNED :

Banyak omong kau!

( MUNCUL JAMILAH DENGAN MEMBOPONG ANAKNYA DENGAN KAIN SAMPING )

Cepat keluar!

( PARA ANGGOTA LOWO IRENG BERGERAK KE DEPAN, YANG LAIN MEMATUNG. JAMILAH BERDIRI DENGAN BARJAH DI ATAS MEJA ).

TERDENGAR LAGU MARS MEREKA :

Sabil Sabil Sabil Sabil Ha!

Langkahkan kaki dijalan Sabil!

Siapkan hati tanpa kompromi!

Senjata ditangan!

Senjata ditangan!

Hancurkan si Kapir demi dzolim demi Malim!

Sabil Sabil Sabil Sabil Ha!

Langkahkan kaki dijalan Sabil!

Jangan bicara tanpa perintah!

Pilihlah mati!

Pilihlah mati!

Kuncilah bibir demi Sang Malim!

( PARA ANGGOTA LOWO IRENG BERGERAK KE LUAR, BEGITU JUGA BARJAH DAN JAMILAH ).

GERMO :

( MENANGIS ) Kamalaten suram bintangnya direbut orang.

( MEMAKI ) Anjing kalian telah merebutnya ….!

( TIBA-TIBA TERDENGAR SURA TEMBAKAN. GERMO TERKAPAR, LAMPU MERAH DAN PERLAHAN PADAM ).

XI.

KEMBALI KE TENGAH PANGGUNG.

BARJAH :

Bagus kalau kau masih ingat, jadi bagaiman sekarang?!

JUNED :

Apanya yang bagaimana?!

BARJAH :

Rencanmu terus menyandera aku yang terluka tanpa belas kasihan, bahkan kau menyandera dia, seorang Polisi Hutan yang tengah menjalankan tugasnya, kau ikat seperti itu, kau tutup mulutnya.

JUNED :

Diam! ( MENODONGKAN PISTOL ).

BARJAH :

Tembaklah aku, ayo tembak aku! Kenapa kau diam?! Tembak aku Juned, ayo tembak …!

( JUNED MEMBUKA TUTUP MULUT POLISI HUTAN ). Nah, begitu, kau mulai mencerna ucapanku, kenapa tidak sekalian kau bebaskan saja, kenapa?!

JUNED :

Aku tidak bodoh …..!

POLISI HUTAN :

Kau tidak bodoh tapi ceroboh!

JUNED :

Apa kau bilang?!

BARJAH : ( TERTAWA ).

Dia mengatakan yang sebenarnya, kau tidak bodoh itu betul, tapi kau ceroboh itu juga betul ….!

JUNED :

Ayo katakana apa maksudmu mengatakan kalau aku ini ceroboh?!

POLISI HUTAN :

Sebentar lagi pagi, petugas yang menggantikan saya jumlahnya lebih dari lima orang. Mereka akan menemukan korbn penembakan dan akan melaporkan segera pada pihak yang berwajib, yang berwajib akan segera datang dan mengepung kau. Bagaimana pun dua pucuk senjata pistol tidak akan mampu mengalahkan sejumlah polisi yang juga bersenjata.

BARJAH : ( TERTAWA ).

Kau dengar, Jun?! Sudahlah akhiri saja tindakan cerobohmu. Kita kembali ke tugas. Omongan dia memang benar adanya, percayalah, Jun.

JUNED :

Aku tidak akan mendengarkan omongan dia ….!

JUNED :

Aku tidak akan mendengarkan omongan dia …!

BARJAH :

Tapi telingamu tidak tuli, bukan?!

( TIBA-TIBA TERDENGAR SUARA PERINGATAN DARI LUAR. SUARA MALIM).

MALIM :

Hei! Kau sudah terkepung Juned! Menyerahlah!

JUNED :

Tobatku hanya kepada Tuhan!

BARJAH :

Ayo jawabkah, apa kau gentar?!

JUNED :

Aku tak akan menyerah!

MALIM :

Baiklah, kau tahu siapa yang aku bawa! Lihat baik-baik dari jendela!

JUNED :

Jahanam!

BARJAH :

Ada apa, Jun?!

JUNED :

Dia bawa anak dan isteriku ….!

POLISI HUTAN :

Anak dan isteri adalah segalanya, saya pun membanting tulang untuk mereka. Jangan kau sia-siakan mereka. Sebaiknya menyerah saja …!

JUNED :

Diam kau kunyuk! ( JUNED MENGIKAT KEMBALI MULUT POLISI HUTAN ITU ). Nah, sekarang mengocehlah!

BARJAH :

Jangan menjadi kikuk begitu Jun, serahkanlah saja padaku, aku bisa meyakinkan Malim bahwa kau hanya khilaf. Bagaimana?!

JUNED :

Aku tidak akan menerima tawaran apa pun darimu, sehalus apa pun!

BARJAH :

Terserah!

MALIM :

Hei! Bagaimana?! Aku hitung sampai lima jika tidak, siap-siaplah kau akan mampus menjadi bangkai!

JUNED :

Aku siap menjadi bangkai!

BARJAH :

Kamu nekat, Jun! Bagaimana anak dan isterimu yang kau kasihi?!

JUNED :

Aku serahkan pada Tuhan.

MALIM :

Satu!

BARJAH :

Mereka akan menembaki kita dan Polisi Hutan itu akan mati sia-sia! Sebelum terlambat, menyerahlah Jun!

MALIM :

Tiga ….

JAMILAH :

Kang Juned …..! Menyerahlah saja, Kang ……!

JUNED : ( teriak ).

Aku bukan orang orang lembek ….. ingat itu Ilah!

ABUY :

Bapak ………!

BARJAH :

Kau dengar mereka?! Orang-orang yang kau kasihi dan cintai sepenuh hati. Mereka memintamu untuk menghentikan aksi penyanderaan konyol ini.

MALIM :

Empat!

BARJAH :

Demi Tuhan, menyerahlah kau! ( HISTERIS ) Kita akan mati! Kita akan mati!

JUNED :

Sejak kapan kau kecil hati, Jah?!

( JUNED SEGERA MEMADAMKAN LAMPU TEMPEL DAN RUANGAN MENJADI GELAP. HANYA TERDENGAR SUARANYA SAJA ).

Aku ingin tahu apa reaksi mereka!

BARJAH :

Kau sudah gila!

MALIM :

Meski pun kau padamkan, kami akan tetap menyerang! Kami punya lampu senter!

( TERTAWA ).

JUNED :

( MEMBEBASKAN POLISI HUTAN ). Aku tidak mau melihatmu mati sia-sia. Bantulah aku melawa mereka! ( MEMBERIKAN PISTOL ).

POLISI HUTAN :

Baiklah, ayo kita seret ranjang bamboo ini ke pintu!

( MEREKA MENYERET RANJANG KAYU KE PINTU ). Begitu lampu senter menyala, kita menembak!

MALIM :

Cerdik juga kau! Tapi jangan menyesal dalam hitungan ke lima kau akan menjadi bangkai. Lima!

( TERDENGAR SURA TEMBAKAN BERCAMPUR SOROTAN LAMPU SENTER DAN TERDENGAR SUARA TERIAKAN DALAM BEBERAPA SAAT, LALU SEKILAS LAMPU PANGGUNG MERAH. TAMPAK JUNED DAN POLISI HUTAN MASIH BERTAHAN. KEMBALI TERDENGAR SUARA TEMBAKAN DAN SEKILAS TAMPAK JUNED DAN POLISI HUTAN NAIK KE ATAS DENGAN TAMBANG. AKHIRNYA SEPI SESAAT. MASUK BEBERAPA ORANG ANAK BUAH MALIM. SOROT LAMPU SENTER BERTEBARAN ).

MALIM :

Nyalakan lampu temple!

( KEWENG MENYALAKAN LAMPU TEMPEL. PANGGUNG KEMBALI TERANG. TAMPAK BARJAH SUDAH MATI. JUNED DAN POLISI HUTAN MENGHILNG ).

JAMILAH : ( MENJERIT ) Kang Barjah ……!  ( MENANGIS ) Kalian tega-teganya membunuh dia!

MALIM :

( MEMBENTAK ) Diam! Mustahi dia menghilang! Cari keluar!

( GOJAL DAN KEWENG KELUAR. TIGA ORANG LAINNYA MEMERIKSA TEMPAT ITU TANPA MELIHAT KE ARAH ATAS ).

JAMILAH :

Mana Kang Juned?!

MALIM :

Suamimu menghilang!

JAMILAH :

Kalau begitu dia selmat! ( KEPADA ABUY ) Buy, Ayahmu selamat!

ABUY :

Dimana sekarang, Mak?!

JAMILAH :

Entahlah, Nak ………

( GOJAL DAN KEWENG DATANG ).

GOJAL :

Di luar sepi-sepi saja!

KEWENG :
Kita harus tinggalkan tempat ini, sebentar lagi subuh tiba ….!

MALIM :

Sialan! Ayo kita pulang saja! Bawa mayat Barjah, kita kuburkan dank kau, Jal …. Kasih tahu isteri dan anaknya.

( PAdA JAMILAH ) Ayo kita pulang, suamimu menghilang!

JAMILAH :

Aku tidak mau pulang, biarkan kami disini!

MALIM :

Kau mau mencelakakan kami?! Ayo ikut!

JAMILAH :

Tidak!

MALIM :Baiklah, kau diam disini. Tapi anakmu aku bawa, ia akan aku pungut sebagai anakku sendiri! ( GOJAL MEMBAWA ABUY ).

JAMILAH :

Tidak, jangan! Baiklah aku ikut, tapi pulangkan kami ke rumah kami!

MALIM :

Jangan banyak minta! Ayo kita pulang!

( MEREKA KELUAR, PERLAHAN LAMPU PADAM ).

X.

KEMBALI KE SAYAP KIRI PANGGUNG. TAMPAK JAMILAH DAN UMI SEDANG BERBINCANG.

UMI :

Kita sama-sama mencintai suami kita. Beruntunglah kau karena punya anak yang sehat dan cerdik!

JAMILAH :

Ya, tapi nakalnya bukan main.

UMI :

Pernahkah kau bertengkar dengan suamimu?!

JAMILAH :

Bertengkar?! ( TERTAWA KECIL ). Rasanya semua orang yang sudah berumah tangga pernah bertengkar. Hanya pertengkaran kita agak lain, karena menyangkut kegiatan yang dilakukan suamiku yang marah besar ketika aku membuka peti besi yang disimpan dibawah ranjang.

XI.

KEMBALI KE PANGGUNG TENGAH. RUMAH JUNED DAN JAMILAH. PERTENGKARAN JUNED DAN JAMILAH TENGAH BERLANGSUNG.

JUNED :

Aku sudah bilang jangan berani-berani membuka peti besi itu!

JAMILAH :

Tapi kau pernah bilang, tak ada rahasia diantara kita!

JUNED :

Benar! Tapi untuk yang satu ini tidak!

JAMILAH :

Kenapa?! Kenapa tidak?! Apa isinya bom?!

JUNED :

Bukan bom, tapi jalan hidupku!

JAMILAH :

Jalan hidupapa yang kau simpan didalam peti besi?! Aku ingin tahu!

JUNED :

Jalan hidup yang kupilih!

JAMILAH :

Jalan hidup macam apa?!

JUNED :

Jalan hidup yang membebaskan kamu, tahu!

JAMILAH :

Apa maksudmu?!

JUNED :

Aku bebaskan kamu, aku tukar dengan kesetiaanku pada Malim! Tanpa bantuannya aku tak akan pernah memilikimu!

JAMILAH :

Kamu ngomong apa?! Jelaskan yang sebenarnya!

JUNED :

Baik, aku buka peti besi ini tapi kau jangan berpalingdariku!

JAMILAH :

Bukalah! Percayalah aku tak akan berpaling!

( JUNED MEMBUKA PETI BESI ITU. SATU PERSATU JUNED MENGELUARKAN ISINYA ).

JUNED :

Dua granat tangan.

JAMILAH :
Astaga!

JUNED :

Satu kantung plastik peluru.

JAMILAH :

Astaga!

JUNED :

Dan ini bendera Panguyuban. ( TAMPAK BENDERA PANGUYUBAN BERWARNW HIJAU DENGAN TULISAN SABIL ).

JAMILAH :

Astaga!

JUNED :

Inilh “ Sang Mata Air, Sang Perintis Perang Sabil! “ (  JUNED MEMPERLIHATKAN FOTO KARTOSUWIRYO ). Kau puas sekarang?!

JAMILAH :

Apa artinya semua ini?!

JUNED :

Aku menjadi anggota Panguyuban! Karena Panguyuban kau bebas!

JAMILAH :

Tap kenapa mesti pakai granat dan pistol?!

JUNED :

Ini hanya untuk jaga-jaga dan menakut-nakuti saja.

JAMILAH

Tapi …. Bukankah kita ingin hidup damai?!

JUNED :

Kenbali ke kampong, jadi petani, nanam padi, nanam Palawija,  punya kolam, punya ingon-ingon, kau ngantar makanan siang, anak kita main kolecer disaung. Itu hanya khayalan kia, Lah …… khayalan kita! Mungkin suratan nasib kita harus begini! Kita jalani saja, kita lakoni saja!

XII.

KEMBALI KE SAYAP KIRI PANGGUNG. JAMILAH DAN UMI TENGAH BERBINCANG.

UMI :

Suamimu benar, kita harus jalani hidup ini.

JAMILAH :

Benar Umi, kita tak berdaya. Kita hanya bisa berdoa semoga penderitaan ini segera berakhir!

JUNED :

Kita memang harus mengakhirinya!

( UMI DAN JAMILAH MELIHAT KE ARAH SUARA. TAMPAK JUNED BERDIRI DIAMBANG PINTU ).

JAMILAH :

Kang Juned!

UMI :

Bagaimana kau bisa masuk kemari?! Didepankan dijaga Gojal?!

JUNED :

Gojal telah pergi.

JAMILAH :

Maksudmu mati?!

JUNED :

Ya, merealah yang telah membunuh Barjah …….!

JAMILAH

Bagaimana kau bisa selamat?!

JUNED

Aku juga tidak tahu. Beruntunglah Polisi Hutan itu aku bebaskan dan ia mengajakku bersenbunyi diatap rumah jaga dengan jalan naik tambang. Untunglah sewktu kau dan Malim datang, kami sudah berada di atas rumah jaga …..!

UMI :

Sekarang kemana Polisi Hutan itu?!

JUNED :

Sudah pergi!

JAMILAH :

Kau bunuh juga?!

JUNED :

Tidak, aku bebaskan.

JAMILAH :

Bagus. Tetapi bagaimana kalau dia memberi tahu pada pihak yang berwajib?!

JUNED :

Percayalah hal itu tidak akan dia lakukan padaku, kecuali jika dia menghianati aku.

UMI :

Pasti dia menghianatimu. Kau lupa bahwa dia juga seorang polisi, sekalipun hanya polisi hutan! Aku tahu tentang sikap dan tanggung jawab polisi, karena aku dulu punya keluarga polisi. Perkawinanku dengan Malim membuat aku dijauhi keluarga.

JUNED :

Kau mau ikut dengan kami?! Kita pergi dari sini.

UMI :

Apa pun yang terjadi, aku tidak akan meninggalkan Malim. Cepatlah kalian pergi dari sini. Bawa anakmu yang tengah tidur dikamar.

( JAMILAH SEGERA MENGAMBIL ANAKNYA. JAMILAH KELUAR DENGAN MENGGENDONG ANAKNYA. JAMILAH MENCIUM TANGAN UMI LALU MEREKA PERGI, MENGHILANG DARI PANDANGAN ).

TERDENGAR PUPUJIAN :

Mun urang boga rumasa

Ngarasa jadi jelma

Sing emut ka nu Kawasa Nu masiahn Pangabisa

( Bila kita meyakini

Dan merasa menjadi manusia

Ingatlah pada Yang Kuasa

Yang memberi kepandaian ).

LAMPU MENYALA. MALIM TENGAH MARAH PADA UMI DISAKSIKAN KEWENG.

MALIM :

Apa kau sudah gila?! Membiarkan mereka pergi itu adalah perbuatan gila! Mana rasa setiamu pada suamimu?! Kenapa tidak kau tahan sampai aku datang?! Kau telah menghianati cinta kita!

UMI :

Aku akan pergi dari sini!

MALIM :

Apa kau bilang?! Pergi?! Tidak!

UMI :

Kenapa tidak?! Bukankah kau pernah mempersilahkan aku untuk pergi?!

MALIM :

Ya, pergilah! Tapi kau tak akan kuceraikan!

UMI :

Aku tak akan minta cerai!

MALIM :

Kukira kau orang yang sabar.

UMI ;

Sabar pun ada batasnya. Segala tindakanmu mungkin harus berakhir karena Juned. Sebab Juned sebenarnya akan memilih jalannya yang lurus tetapi dicegat Barjah yang membawanya ke jalan yang berbelok-belok, penuh krikil dan bara!

MALIM :

Kau memihak dia?!

UMI :

Aku tidak memihaknya! Tetapi aku memahaminya, sebagai keluarga yang mengiginkan ketentraman.

MALIM :

Ia tidak akan pernah tentram selama masih berurusan denganku. Terlalu banyak kerugian Panguyuban oleh tindakan bodohnya itu!

UMI :

Jadi kau mau bur uterus sampai kau mendapatkannya?!

MALIM :

Benar! Aku akan buru dia sampai ketemu!

UMI :

Setelah itu?!

MALIM :

Tamat riwayat Juned si pembelot itu!

UMI :

Bagaimana dengan isteri dan anaknya?!

MALIM :

Aku tidak punya urusan dengan mereka, tetapi apa bila menjadi penghalang, aku tak segan-segan menamatkan riwayat mereka juga!

UMI :

Kau sudah menjadi setan, bukan lagi manusia!

MALIM :

Aku bosan kau beri petuah. Pergilah dari sini! Aku tak perduli apa yang akan terjadi padamu! Pergi!

UMI :

Syukurlah, akhirnya kau mengijinkan aku pergi. Maafkanlah aku yang menjadi isterimu selama ini. Satupun tak dapat kuberikan anak padamu, aku hanya pernah punya kesetiaan. Aku pergi! ( PADA KEWENG ) Jaga baik-baik Malim ( UMI PERGI ).

MALIM :

Ini semua gara-gara Juned! Kita harus tamatkan riwayatnya! ( LAMPU PADAM ).

XIII.

KEMBALI KE PANGGUNG TENGAH. RUMAH JUNED DAN JAMILAH.

JUNED :

Kita harus segera pergi! Bawa gembolan seperlunya!

JAMILAH :

Mau kemana kita Kang?!

JUNED :

Kita menyerahkan pada yang berwajib!

JAMILAH :

Apa?!

JUNED :

Kau tak perlu heran, tekadku untuk menjadi orang baik tetap ada. Dari pada hidup kita terus-terusan dikejar rasa bersalah.

JAMILAH :

Tapi berarti itu Akang akan kembali dipenjara!

JUNED :

Biarlah, itu tebusannya yang setimpal.

JAMILAH :

Bagaimana dengan aku dan Abuy?!

JUNED :

Cobalah nanti pulang ke desa, siapa tahu lakian bisa hidup tenang disana! Temui adikku Jali!

( TIBA-TIBA MUNCUL MALIM DAN KEWEWNG YANG BERSENJATA ).

MALIM:

Kalian tidak bisa pergi!

JUNED :

Siapa bilang?!

MALIM :

Aku yang bilang!

JUNED :

( PADA JAMILAH ) Pergilah ke kamar! Jaga anak kita!

( JAMILAH LARI KE DALAM KAMAR TETAPI KEJAR OLEH KEWENG. TIBA-TIBA TERDENGAR LETUSAN SENJATA ).

MALIM : ( TERTAWA .

Maafkanlah, terpaksa Keweng membunuh isterimu!

JUNED :

Isteriku bukan isteri yang bodoh! Dia membawa senjata, Malim.

( JAMILAH KELUAR BERSAMA ANAKNYA DI DEKAT PINTU. PISTOL DITANGAN JAMILAH ).

MALIM :

Apa-apaan ini?!!!

JAMILAH :

Pulanglah Malim, kami ingin hidup tenang!

MALIM :

Baiklah, aku pulang!

( MALIM MEMBALIKAN TUBUHNYA DAN TIBA-TIBA MALIM MEMBALIKAN LAGI TUBUHNYA LALU MENEMBAK JUNED. SEMPOYONGAN, ROBOH.

JAMILAH SEGERA MEMBALAS TETAPI KALAH CEPAT OLEH MALIM. JAMILAH PUN ROBOH. ABUY SEGERA MENUBRUK IBUNYA, MENANGIS. )

ABUY :

Emak!

( DENGAN TENANG MALIM MENGELUARKAN ROKOK DAN MENGHISAPNYA. MALIM TAK MEMPERHTIKAN ABUY YANG MENGAMBIL PISTOL DITANGAN IBUNYA. ABUY TANPA MENUNGGU LANGSUNG MENEMBAK TUBUH MALIM BERKALI-KALI, MALIM ROBOH )

LAMPU GELAP

MEREKA TELAH MEMBAKAR MEUNASAH KITA

( Seorang perempuan remaja memakai kruk berjalan tertatih-tatih ke tengah panggung. Berhenti Diam. Matanya menerawang jauh ke depan. Kemudian dia duduk di tengah panggung. Menangis terisak )

Aisyah

Emak akan pulang, kan ? Lihat, lihat aku telah menemukan beberapa butir peluru yang membuat Bang Yunus terkapar dan mati ? Peluru yang manghadiahkan kematian bagi Bang Yunus saat ulang tahunnya yang ke-25. Sebelum dia berangkat di pagi itu menuju Jawa, tempat dia menuntut ilmu.

Tapi mereka siapa, Mak ? Meraka siapa, Yah ? Orang –orang yang berbaju doreng itu ? Katanya, mereka datang hendak membebaskan kita dari penderitaan yang berkepanjangan ini ? Orang-orang itu menuduh Bang Yunus sebagai mata-mata, entah mata-mata siapa. Mereka hanya bisa menuduh tanpa alasan yang jelas, atau memang itu sudah tabiat mereka ?

Mengapa  kita  tak pernah merdeka, Mak ? Tapi, merdeka itu sebenarnya artinya apa, Mak ? Dan peluru tak mungkin bisa diajak bicara. Dan di Meunasah juga tak pernah diajari apa itu peluru, untuk apa peluru dan bagaimana cara membunuh dengan peluru.

( Dari dalam ada suara memanggil-manggil )

Noora :

Aisyah, Aisyah, dimana kau ? Hari sudah menjelang maghrib.

Aisyah :

Hari sudah menjelang maghrib ? Bagiku hari sama saja. Bagiku waktu sama saja. Penindasan dan kekejaman.

Noora :

Aisyiah, Aisyiah, dimana kau ? Tak  baik Inong keluyuran maghrib-maghrib. Kau dimana ?

Ada suara anak-anak menyanyi :

Bungong jeumpa…..,bungong jeumpa….meugah di Aceh

Bungong telebeh…bungong telebeh..indah lagoina..

Hening. Aisyah bangkit. Seperti mencari sesuatu.

Aisyah :

Bungong jeumpanya sudah gak ada lagi ( sedih ). Wanginya pun juga sudah tidak ada meski sisa di angin lalu. Hanya amis darah, bungong jeumpanya amis darah. Di bawah pohon bungong jeumpa itu Bang Yunus ditembak mati para pengecut itu. Mereka benar-benar pengecut !

Ada suara anak-anak menyanyi, sayup-sayup :

Bungong jeumpa..bungong jeumpa..meugah di Aceh

Bungong lelebeh..bungong lelebeh..indah lagoina

Puteh kuneng mejampu mirah

Keumang siulah cidah that rupa..

Aisyah menangis. Suara terputus-putus.

Aisyah :

Bungong jeumpanya sudah tidak wangi. Inong sudah tidak wangi. Mana ada di tanah air ini yang masih wangi. Hanya darah. Tanah ini penuh cerita tentang darah dari dahulu. Sampai Cut Nyak Dien pun dikhianati. Anak-anak pun dibunuhi. Bukankah darah lebih merah dari bunga mawar mana pun yang tercantik ? Tapi ada kriteria cantik dan tak cantik, apa ? Suara rentetan bedil yang memberondong anak-anak Meunasah pun bukankah terdengar indah bagi telinga para penembak jahanam itu ?

Ya, ya, aku dengar suara itu. Suara ketawa yang nyinyir di antara jerit tangis anak-anak Meunasah. Dan Bu Salehah ? Kau tahu apa yang terjadi dengan Bu Salehah ?

Aku tak pernah menceritakan kepadamu. Banyak dan terlalu banyak nestapa ditaburkan di atas tanah ini. Mungkin kau akan bosan dengan cerita-cerita pembantaian di tanah kami. Mungkin kau tak tahu berapa jumlah anak-anak yang dibunuhi setiap harinya di tanah ini ? Mungkin kau tak tahu berapa jumlah anak-anak yang tak sekolah lagi di tanah penderitaan ini ?

Noora :

Mainnya jangan jauh-jauh, Aisyah. Ayo, pulang ke rumah, Inong.

( Noora datang mendekati Aisyah. Membelai-belai kepalanya. Sambil lirih menyanyikan lagu bungong jeumpa.

Hening. Sesaat )

Aisyah :

Bagaimana keadaan Meunasah, Noora ? Apakah anak-anak itu, teman-teman kita sudah pada masuk lagi untuk mengaji, Noora ? Apakah mereka sudah siap mengikuti ujian, Noora ? Apa Bu Salehah….

Noora :

Sst. Ayo, kita pulang Aisyah. Hari menjelang malam. Sebentar lagi banyak binatang malam yang jahat keluar dari sarangnya. Apalagi kita kaum perempuan, harus segera pulang ke rumah.

Mengunci pintu rapat-rapat. Ayo kita pulang, Aisyah. Tak baik kita tetap di sini. Nanti keluargamu kelabakan mencarimu. Kita tak ingin seperti Malika, teman sekolah kita, yang jenazahnya ditemukan dipinggir kali, seperti habis diperkosa dan dibunuh dengan sadis.

Aisyah :

Dan kesadisan mereka tak memandang siapa, meski gadis cacat seperti Malika. Tak ada yang peduli. Juga para penguasa itu, mereka tetap saja bisa tidur nyenyak padahal rakyatnya berteriak-teriak minta dilindungi. Sudahlah, siapa yang mau peduli pada rakyat kecil seperti kita.

Aku tidak mau pulang. Aku mau menjaga Meunasah kita. Aku tak mau binatang-binatang malam jalang itu merusak Meunasah kita. Memperkosa dan membakar hidup-hidup Bu Salehah. Aku tak mau. Meunasah itu adalah rumah kita juga, Noora. Apakah kita rela jika rumah kita dihancurkan orang lain, Noora ? Dimana kita bisa berlindung dari hujan, dingin, sengatan matahari, Noora ?

Dimana kita dan teman-teman kita belajar ? Aku tak ingin, aku tak ingin ada yang merampas Meunasah itu apalagi membakarnya !

Noora :

Tak ada yang akan membakar Meunasah kita, Aisyah. Percayalah. Yakinlah. Semua akan aman-aman saja.

Aisyah :

Kau jangan bohong, Noora. Kamu jangan terpengaruh apa kata-kata mereka. Meunasah adalah juga pusaka kita. Tanpa Meunasah kekuatan kita akan lemah dan mudah dibodohi lalu dibunuhi. Meunasah itu punya sejarah panjang, Noora. Para pejuang tanah air ini yang membangunkannya, sejak jaman kejayaan tanah air ini. Aku tak yakin orang-orang jahat itu akan membiarkan Meunasah itu tetap berdiri. Mereka takut pada gemuruh suara anak-anak mengaji, suara anak-anak bersyalawatan, anak-anak berpuisi dari dalam Meunasah itu. Mereka takut. Maka mereka berusaha membakar Meunasah kita dan membunuh kita dan teman-teman kita. Sadarlah, Noora.

Lihat pelor-pelor di tanganku ini, Noora. Ini yang telah membunuh Bang Yunus, Hasan, Ibrahim, Laka, Maryam, Fatimah dan teman-teman kita yang lain. Lihat, darah kering mereka masih ada. Dan ini sebutir peluru yang menghajar pahaku dan membuat kaki satuku pincang. Mereka tak peduli siapapun, mereka akan menghancurkan Meunasah itu meski yang menghalang-halangi mereka, anak-anak seperti kita, mereka tidak peduli bahkan kalau perlu menembaki membunuhi. Mungkin mereka tak pernah mengalami masa remaja seperti kita dan juga tak pernah punya anak seusia kita. Karena mereka sudah disiapkan hidup sebagai makhluk yang buas, yang membunuhi siapa saja.

Terdengar lirih anak-anak bersholawatan. Tapi tiba-tiba terdengar rentetan senapan. Ada isak tangis. Ada jeritan menyayat.

Aisyah menutupi kedua telinganya. Tubuhnya bergetar. Noora berusaha menenangkan.

Aisyah :

Dengar, dengar derap langkah mereka mulai mendekat. Mereka bersiap menghancurkan Meunasah kita. Mereka akan membakar Meunasah kita. Mereka akan membakar Meunasah kita.

Aisyah panik. Berlari ke sana ke sini. Noora kewalahan menenangkannya.

Noora :

Tak ada yang hendak membakar Meunasah kita, Aisyah. Tenanglah. Tenanglah. Sebutlah nama Allah banyak-banyak, Aisyah !

Aisyah :

Mereka sudah datang, Noor. Mereka semuanya membawa bedil dan api. Mereka akan membakar Meunasah kita dan menembaki siapa saja yang bersikeras mempertahankannya. Kita harus menolong Bu Salehah dan teman-teman kita. Mereka tak pantas dibunuh dengan cara kejih seperti itu. Mereka biadab, Noor. Meunasah kita akan dibakar, Noor. Meunasah kita akan dibakar.

Aisyah tetap panik. Kemudian terdengar gemuruh api membakar.

Aisyah :

Mereka telah membakar Meunasah kita, Noor. Sedang kita tak berbuat apa-apa untuk mencegahnya. Kita pengecut, kita munafik. Mengapa kita takut mati.

Aisyah menangis. Menjerit.

Noora :

Tenanglah, Aisyah. Tak ada yang membakar Meunasah kita, lihat Meunasah kita masih berdiri megah.

Noora menenangkan Aisyah. Membelai-belai kepalanya, mendekapnya. Hening, senyap. Cahaya redup.

Perlahan ada iring-iringan jenazah. Anak-anak remaja mengusung sebuah keranda. Lamat-lamat. Bisu. Sunyi. Lenyap. Kemudian lagu bungong jeumpa muncul kembali.

Aisyah bangkit.

Matanya sayu. Kemudian Noora memeluk erat tubuh Aisyah kembali. Membenamkan kepalanya dalam dekapannya. Lalu menyenandungkan lagu bungong jeumpa beriringan dengan nyanyian bungong jeumpa yang sayup dinyanyikan anak-anak.

Aisyah :

Noor, pohon bungong jeumpa di halaman Meunasah kita, yang merupakan pohon bungong jeumpa satu-satunya di kampung kita, masih hidup ? Masih ada bunganya ? Beberapa hari yang lalu, bunganya mekar lebat-lebat. Aku memetiknya kemudian kusuling menjadi minyak, lalu aku berikan untuk Bu Salehah dan kubagi-bagikan kepada teman-teman kita agar semua merasakan wanginya. Dan untuk Bu Salehah, itu hadiahku untuk acara pernikahan dia, agar kedua mempelai itu lebih wangi. Dan akan aku nyanyikan lagu bungong jeumpa sewaktu mereka melangsungkan pernikahan nanti. Pohon bungong jeumpa itu masih ada, kan ?

Noora :

Pohon bungong jeumpa itu masih ada. Kamu jangan khawatir. Penghuni Meunasah itu juga kita akan selalu menjaganya, akan selalu merawatnya agar bunganya lebat, agar kita bisa memetiknya, agar kita bisa menyuling minyaknya, agar kita bisa membagi wanginya kepada siapa saja.

Aisyah :

Membagi wanginya kepada siapa saja ?  Aku tidak mau membagi wanginya kepada orang-orang yang ingin membakar Meunasah kita dan membunuhi orang-orang kampung kita, Noor. Aku tidak rela membagi wangi bungong jeumpa kepada mereka, aku pun tak rela jika kau melakukannya.

Noora :

Aisyah, bukankah kebaikan kita untuk siapa saja, hatta mereka adalah musuh kita. Bukankah Sang Nabi melarang kita untuk mendendam. Ketika batu-batu Taif dilemparkan tangan-tangan kasar itu sampai melukai tubuhnya, sampai darahnya menggenangi terompahnya, beliau tidak mengumpat, ataupun menyumpah serapahi manusia-manusia itu, tapi malah beliau mendoakan dengan doa yang indah. Jangan menyimpan dendam, Aisyah.

Aisyah :

Tapi hendak membakar  Meunasah kita. Bukankah Sang Nabi juga menyuruh agar kita tidak lari ketika bertemu musuh, apalagi musuh hendak menghabisi kita. Noora, aku tak rela jika mereka menghanguskan Meunasah juga pohon bungong jeumpa kita. Aku tak rela. Aku tak rela. Lihat ini buktinya, pelor-pelor ini, Noora ! Apa tak cukup kekejaman mereka, yang membunuhi tidak hanya bapak dan ibu-ibu kita, bahkan anak-anak seperti kita. Apa artinya peperangan ini, Noora. Apa artinya ? Apakah orang-orang tua hanya bisa menyelesaikan dengan jalan kekerasan ? Dan kematian, Noora ? Bukankah terlalu indah jika atas nama Allah, seperti yang dikisahkan pada Hikayat Perang Sabil. Kita tak perlu takut pada kematian, Noora meski kita merasa masih remaja.

Karena kematian akan datang menjemput siapa saja tak memandang usia.

Kematian lebih pasti meminang kita. Saat bunga-bunga sejati diberikan pada kita. Dan Meunasah kita akan ada yang menjaganya, meski kita mati dahulu, insya Allah, meski hanya ruhnya. Jangan-jangan kau pikir remaja-remaja yang hadir adalah remaja-remaja teroris, bukan, tapi remaja-remaja yang punya keberanian mempertahankan kedaulatan negeri ini. Bahkan remaja-remaja pengecut yang bersembunyi di ketiak harta dan narkoba. Dan pohon jeumpa itu akan selalu rimbun bunga-bunganya, akan menaburkan semerbak wangi ke penjuru negeri.

( Kemudian ada seorang anak perempuan berlari tergesa-gesa )

Seorang anak perempuan :

Cepat, cepat lari, selamatkan diri kalian. Mereka telah datang hendak menghancurkan kampung kita. Juga Meunasah kita.

Aisyah terperanjat. Juga Noora.

Aisyah :

Sudah kubilang apa. Mereka sama saja. Untuk apa kita berlari dari mereka. Aku tak mau mati dalam kepengecutan dan kemunafikkan. Aku akan melawan mereka. Meunasah itu tak boleh hancur. Aku tak rela jika Meunasah itu hancur. Aku tak rela.

Noora menarik-narik tangan Aisyah untuk segera pergi menghindar dari bahaya yang mengancam, tapi Aisyah meronta-ronta. Sampai akhirnya tangan Aisyah lepas dari pegangan Noora dan Aisyah pun bergegas tertatih menyongsong maut. Sedangkan Noora mengejar Aisyah sambil kebingungan.

Kemudian terdengar sayup nyanyian

bungong jeumpa..bungong jeumpa meugah di Aceh

bungong lelebeh..bungong lelebeh indah lagoina

puteh kuneng mejampu mirah

keumang siulah cidah that rupa…

sayup. Redup. Hanya suara rentetan bedil dan api yang menggejolak.

RUMAH

DI  TUBIR  JURANG

NASKAH  DRAMA  REMAJA

  1. YOGA

Para Tokoh

Eyang Kakung                              : Usia 80

Tuan Sunan                  : Setengah Baya

Nyonya Sumirah          : Setangah Baya

Papa (Umar)                  : 23 tahun

Mama (Lastri)                               : 23 tahun

Mawar                                            : 21 tahun

Noki                                                : 21 tahun

Ijah                                 : Pembantu Rumah Tangga 17 tahun

Dikisahkan  di  sebuah  rumah dihuni oleh Eyang Kakung ( pelupa dan sering mengigau sendiri ), Tuan – Nyonya ( suami yang tak mampu mengendalikan rumah tangga dan istri yang pencuriga dan egois ), Papa – Mama ( menikah dalam usia muda karena “kecelakaan” dan hidup berfoya-foya ), Mawar dan Noki ( pacarnya ) yang terseret dalam pergaulan bebas dan nikah siri tanpa diketahui orangtuanya. Dan Ijah pembantu rumah tangga yang genit. Orang-orang inilah yang akan berjuang keluar dari permasalahan hidup dan menyelamatkan citra keluarga  besarnya  dari  kehancuran. Ibarat negara, akan hancur kalau masing-masing daerah ( orang ) ingin bebas ( merdeka ) sendiri-sendiri tanpa mempertahankan aturan dan norma-norma moral yang berlaku.

1

( Rumah putih dengan perabotan antik, senapan angin di sisi kanan tembok, dua orang laki-laki dan perempuan setengah baya, duduk menghadap dua buah layar tv, asyik menyaksikan dunia lain, sebuah dunia maya. Masing-masing menonton acara tv kesukaan sendiri. Menghadap penonton. Di belakang nampak meja dan kursi lain, almari tempat menyimpan perkakas. Dari belakang, tepatnya dari atas seorang pencuri meluncur turun dari atap dengan tali, mukanya dibalut kain hitam, persis ninja di film-film. Pencuri dengan tenang dan kehati-hatian yang penuh, turun perlahan, mengambili perhiasan yang mudah didapat, masuk ke dalam kamar tempat perhiasan lain disimpan. Kemudian naik lagi ke atas keluar dengan aman ).

TUAN SUNAN            :                  Maafkan. Selama ini aku hanya diam saja. Habis bagaimana.  Semua sudah kau atasi sendiri. ( Sambil mengecilkan suara tv ).

NYONYA SUMIRAH :                  Hhhmmmmmmm. ( Batuk-batuk dan semakin mengeraskan suara tv ).

( TV dikecilkan NYONYA SUMIRAH, berdiri lalu mencari obat. Membuka-buka lemari, obat yang dicari tidak ada. Mendekat TUAN SUNAN, kesal dan memandang penuh kebencian. Kembali lagi ke almari mencari-cari. Kesal. Ke meja dan mengambil air minum setelah batuk rejannya hebat menghantam tubuh kurusnya ).

NYONYA SUMIRAH :                       ( Batuk ). Tak  ada  yang  beres  di  rumah  ini.  Semuanya maling. ( Batuk ). Sampai obat saja hilang. ( Bicara sambil membawa minuman ke tempat duduk di depan tv ).

TUAN SUNAN            :                     Kau kira aku yang mengambil. ( Sambil berdiri. Menyulut  pipa rokok tapi tidak berhasil ). Kita sudah tua, masak dari pernikahan dulu kita terus-menerus bertengkar. Kapan hidup damai. Sebentar-sebentar protes. Ngambek. Memangnya masalah hidup akan selesai dengan cara seperti itu.

NYONYA SUMIRAH :                       Kau kira ada yang mendengarkan dan mempercayai kata-katamu. Dasar mata keranjang. ( Sambil berdiri, nampak mengingat sesuatu dan emosial ). Kau masih saja punya perasaan sama tetangga sebelah kan. Ya aku tahu dia lebih bahenol dan lebih muda dariku. Kau kira aku tidak tahu tiap pagi kau pura-pura memberi makan ayam-ayam di belakang rumah, sambil bertukar pandang dengan dia. Iya  kan. Mengaku saja. ( TUAN SUNAN nampak salah tingkah ). Tiap hari pula aku perhatikan tingkah polahmu dan aku mencoba bersabar. Tapi sekali lagi kau berbuat begitu, hari itu pula kau harus angkat kaki dari rumah ini. Banyak saksi mata yang melihat kau sering bertemu dengan Rukiah, di terminal, di pasar sayur. Pantas suka pura-pura membantu aku belikan sayur. Ternyata ada udang di balik batu. Dan berapa kali kau tua bangka berboncengan dengan dia. Aku tidak bisa ditipu. Semuanya aku ketahui dengan persis.  ( Ketika TUAN SUNAN hendak mendekat, NYONYA SUMIRAH menjauh, nampak benci ). Jangan sentuh aku lagi. Semuanya telah berakhir. Sudah berakhir. ( Berkemas, masuk kamar ). Aku benci. Aku benci. Aku benci.

( TUAN SUNAN hanya bisa menatap kosong ruang tamu yang sunyi. Mematikan semua tv, duduk di sofa panjang. Berdiri, berjalan memandangi potret, kenangan pengantin,  nampak tersenyum, membersihkan foto yang sudah berdebu, kembali memasangnya, dengan kebahagiaan kecil. Berjalan ke almari, mencari-cari pipa gadingnya di dalam almari, ternyata sudah tidak ada. Mencari lagi ke sana ke mari, namun tidak menemukan. Melihat kamar NYONYA SUMIRAH dengan kesal, rasanya ingin membalas dendam ).

TUAN SUNAN           :                      Aku tahu siapa yang mencuri di rumah ini. Aku sudah merasa sejak dulu. Dulu kelihatan baik. Tapi akhirnya semuanya terbongkar sudah. Dia pencuriga. Sama tetangga saja dia tidak bisa akur. Apa dia tidak sadar sebentar lagi akan mati. Mestinya ia berbaik-baik dengan semua orang. Tidak justru penyakit dengki dan curiganya bertambah parah. Aku sebagai kepala keluarga rupanya tidak pernah dihormati. Sikap egoisnya telah menguasai seluruh hidupnya. Keberadaanku sebagai suaminya rasanya tidak diakui lagi. Diremehkan. Tapi biarlah, suatu saat, ia pasti akan sadar.

2

( Dari arah kamar belakang muncul seorang kakek, rambut putih semua. Membawa pipa gading dan merokok, pakai baju jas lengkap dengan sepatu mengkilap. Membawa tas kerja dan tongkat keramat. Berjalan penuh wibawa meski jalannya sempoyongan. Duduk di depan meja dan segera mengeluarkan kaca mata minusnya, mengeluarkan arsip-arsip yang ada di dalam tas, memeriksa dan sesekali membaca kertas kerjanya. Sebelum dilanda kepikunan yang menumpuk, ia seorang manajer di sebuah perusahaan roti miliknya sendiri. Dulu begitu dihormati. Namun setelah kepikunannya kumat ia bagai sampah, tak ada gunanya,  diremehkan anak buahnya dan semua orang, bahkan dianggap meresahkan dan membuat repot keluarga, hampir ia akan dimasukkan ke rumah sakit jiwa, tapi ditolak oleh pihak rumah sakit, pernah di panti wreda, sebulan kemudian pihak panti keberatan. Keluarga TUAN SUNAN tidak bisa berbuat banyak, mereka harus mengurusnya. TUAN SUNAN  kemudian mendekati dan mengamat-ngamati pipa gading yang dibawa EYANG KAKUNG, yang diletakkan di asbak. Pipa gading itu diambil TUAN SUNAN, diamat-amati dengan seksama, sebelum pipa dikembalikan lagi sudah direbut kembali oleh EYANG KAKUNG ).

TUAN  SUNAN       :       Kakung, ini sudah malam.

EYANG KAKUNG    :                        ( Sambil memeriksa berkas-berkas ). Semua pekerja memang brengsek semua. Tidak becus kerja. Semua salah. Pembukuan macam apa ini. Kapan perusahaan akan maju. ( Memandang sekeliling ). Sepagi ini juga belum ada yang masuk. Hanya seorang jongos kantor. Disiplinmu boleh. Kamu memang pekerja yang baik, pagi-pagi sudah buka kantor. Apakah sudah dipel dan dibersihan semua meja kursi.

TUAN SUNAN           :                      Sudah. ( Menjawab sambil tidak enak ).

EYANG KAKUNG    :                        Bagus. Bagus. Rencananya hari ini akan ada rapat perusahaan. Kamu tahu tidak rasa-rasanya perusahaan ini sudah menggaji para buruh lebih dari cukup. Bandingkan dengan perusahaan lain. Silahkan. Bapak-bapak dan Ibu-ibu semua yang hadir dalam rapat perusahaan hari ini. Tentunya semua yang hadir sudah memegang laporan perusahaan akhir-akhir ini. Dan silahkan dibaca. Silahkan. Pertanyaannya. Bagaimana mungkin perusahaan ini sudah mengalami kemerosotan yang begitu dratis. Pemasaran tidak jalan. Sehingga di sana sini tidak ada pemasukan keuntungan sama sekali, kalau begini terus, perusahaan akan bangkrut. Bangkrut. Kalau bangkrut aku akan keluar dan kalian tidak akan aku beri pesangon sama sekali. Aku akan jual perusahaan dan kemudian akan aku inveskan pada perkebunan durian. Di sana aku akan hidup lebih sederhana lagi dan akan bahagia sekali melihat kebun-kebunku. Aku akan membuat pondok rumah yang indah. Dan cucu-cucuku akan aku bawa ke sana semua setiap bulan sekali. Aku akan bahagia. Aku akan beli beberapa kuda terbaik yang ada, akan aku gunakan untuk tunggangan pribadi. Karena istriku sudah meninggal aku akan memohon kepada anak-anak untuk mencarikan istri lagi yang lebih cantik dan sempurna. Ah rasanya hidup akan membahagiakan.

TUAN SUNAN           :                      Betul sekali Kung. Dan sekarang calon istri Kakung sudah ada di sini.

EYANG KAKUNG     :                       Apakah kamu tidak bohong.

TUAN SUNAN           :                      Tidak. Sekarang Tuan Putri sudah ada di kamar Kakung. Sudah menunggu sejak tadi. Sebaiknya Kakung lekas tidur. ( Sambil membimbing EYANG KAKUNG ). Ijah ! Ijah !

IJAH                            :                     ( Dari dalam ). Iya Tuan. Ya Tuan. Sebentar !

TUAN SUNAN           :                      Tolong Kakung di antar ke kamar Tuan Putri. Kung Tuan Putri sudah menunggu. Kakung nanti langsung tidur duluan saja. Iya. Iya Tuan Putri yang cantik jelita sudah menunggu.

EYANG KAKUNG     :                       Ah betapa bahagianya hidup ini. Tuan Putri yang cantik jelita tunggu aku sebentar. Tunggu jangan tidur duluan. Ah Tuan Putri. Terima kasih anakku. Kamu memang anak yang berbudi luhur sama orang tua. Aku doakan kamu mendapatkan istri yang paling cantik sedunia. Seperti Cleopatra. Seperti Ken Dedes. Aha jangan mereka kan gila kekuasaan. Perempuan kalau gila kuasa apa pun akan ia lakukan. Menghalalkan segala cara. Kecantikan dan tubuhnya akan ia manfaatkan. Lebih baik cari perempuan cantik yang  alamiah. Aha  kenangan  masa  lalu. Kenangan  yang  indah. ( Bernyanyi sambi menari-nari, merayu-rayu IJAH, sesekali mencubit pipi IJAH ).

Abang-abang gendero londo

Wetan sitik kuburan mayit

Klambi abang nggo tondo moto

Wedak pupur nggo golek dhuwit

TUAN SUNAN           :                      Iya Kung. Iya. Tuan Putri ada di dalam. Sudah tidur. Jangan brisik. Nanti Tuan Putri terbangun. Kakung nyusul tidur ya. Kasihan Tuan Putri sendirian. Silahkan masuk. ( Setelah EYANG KAKUNG dan IJAH masuk, TUAN SUNAN nampak pikirannya lelah, duduk di sofa ). Hancur semua. Hancur semua. ( Masuk kamar. Eksit ).

3

( Dua orang pasangan muda masuk, habis berbelanja, membawa bawaan barang-barang. Meletakkan barang-barang di atas meja. Duduk di sofa nampak capai. Yang laki-laki tinggi kurus berwajah oval, yang perempuan berwajah bundar, pupurnya agak pudar. Pasangan keluarga muda ini nampak dengan lagak gaya sok modern ).

MAMA                        :                     ( Sambil memeriksa barang ). Papa tadi ada barang yang lupa kita beli. Baju itu. Kosmetik itu. Kenapa kita lupa. Papa lupa kan beli piyama. Kenapa kita menjadi pelupa. Jangan-jangan penyakit Kakung sudah menular pada kita. ( Berdiri nampak kesal. Berjalan modar-mandir ). Semua nampaknya sudah tidur. ( Melihat jam ).

PAPA                           :                    Panggil saja Ijah. Untuk membereskan ini. Suruh buatkan Papa kopi.

MAMA                        :                     Ijah ! Ijah !

IJAH                            :                     Iya ! Sebentar ! ( IJAH muncul ). Iya.

MAMA                        :                     Masukkan barang-barang ini.

PAPA                           :                    Ijah. ( Dengan suara mesra, dan terus memandangi IJAH ). Jangan lupa buatkan kopi kesukaan Papa. ( Nampak MAMA tidak suka akan sikap PAPA, cemburu ). Cepat ya, Ijaaahh. Apa si kecil sudah tidur.

IJAH                            :                     Iya. Sudah Tuan. ( Segera pergi sambil membawa barang-barang. Genit ).

PAPA                           :                    Begitu saja cemburu. Tidak apa kan sekali-sekali bersikap mesra sama pembantu. Agar mereka merasa kita hargai. Begitu sayang. Jagan cemberut. Nah begitu kan manis. Lho masih masam. Kalau gitu aku hitung tiga kali. Pasti tersenyum. Satu. Ha bibirnya mulai tersungging.  Dua.  Sudah  mulai  tersenyum.  Oh  senyumnya  baru sedikit. Senyumnya  dikulum. Dua  setengah. Mulai  merekah.  ( MAMA lantas terseyum dan marah-marah ).

MAMA                        :                     Aku tidak suka Papa menggoda begitu. Sudah. Sudah jangan bercanda. ( PAPA terus menggoda. Terjadi kejar-kejaran di ruang. Sesekali PAPA tertangkap namun dapat meloloskan diri. Terus bercanda. Mereka hampir berpelukan. Lalu MAMA meloloskan diri kembali ke sofa, menghempaskan tubuh, mengambil buah jeruk, mengupas ).

IJAH                            :                     ( Sambil menghidangkan kopi ). Ini kopinya, Tuan. ( PAPA hanya mengangguk, matanya tetap nakal ).

PAPA                           :                    Ngomong-ngomong kapan kita bisa punya rumah sendiri. Masak terus-terusan numpang di mertua. Malu kan.

MAMA                        :                     Ayah Ibu saja tidak keberatan kita tinggal di sini.

PAPA                           :                    Bukan masalah itu. Tapi bagaimana tanggung jawab seorang suami. Di samping itu tidak enak kan sama tetangga. Penilaian tetangga  itulah yang paling berat. Mereka sama sekali tidak mau tahu kondisi kita yang sebenarnya. Mereka hanya tahu kalau kita numpang di mertua. Itu saja. Karena tidak tahu itulah, omongan mereka tidak bersumber pada kebenaran. Jadinya yang diomongkan yang jelek-jelek saja. Kata pepatah lebih baik menunjukkan sedikit kebaikan kepada mertua dan jangan tinggal bersamanya. Daripada menunjukkan kebaikan yang banyak tapi tinggal bersamanya. Karena jika tinggal bersamanya kalau ada kejelekan sedikit saja maka semua kebaikan kita akan hilang. Seumur hidup yang dikenang dan dibicarakan hanya kejelekan-kejelekan kita saja.

MAMA                        :                     Maunya Papa bagaimana. Papa mau beli rumah. Memangnya kita punya uang.

PAPA                           :                    Ya itu masalahnya. ( Mereka terdiam cukup lama. Berpikir. PAPA minum kopi, berdiri dan berjalan hilir mudik ).

MAMA                        :                     Selama ini kita tidak pernah nabung. Kerjaan Papa juga tidak mesti. Kalau ada proyek baru kerja.

PAPA                           :                    Bagaimana kalau kita minta warisan terlebih dahulu. Tanah warisan itu bisa kita jual untuk beli rumah.

MAMA                        :                     Papa nggak salah ngomong toh. Orang tuaku masih hidup. Masak kita minta warisan terlebih dahulu.

PAPA                           :                    Sama saja toh nantinya kita juga akan menerima. Papa kira Ayah Ibu akan setuju melihat kondisi kita seperti ini.

MAMA                        :                     Tapi Mama tidak berani ngomong.

PAPA                           :                    Ya harus Mama yang ngomong. Mama yang bisa merayu. Pasti mau. Kalau Papa pasti sulit. Ibumu sih keras sekali. Kaku.

MAMA                        :                     Tidak mau ! Tidak mau !

PAPA                           :                    ( Terdiam sejenak ). Begini saja yang menghadap kita berdua.

MAMA                        :                     Tapi yang ngomong Papa.

PAPA                           :                    Ya berdua.

MAMA                        :                     Berdua.

PAPA                           :                    ( Sambil dinyanyikan ). Selamanya kita selalu berdua. Selamanya kita selalu satu. Dalam suka dan duka. Selamanya kita bahagia. Selamanya kita berdua. Berdua selamanya.

( Mereka nampak gembira. Berdansa  sambil masuk kamar. Eksit ).

4

( Pagi hari, di teras rumah yang nampak luas, bercat putih, di pinggir teras depan ada tulisan Jl. Tubir 275.  Di teras ada satu meja, dua kursi, dan EYANG KAKUNG tidur di kursi panjang, ada beberapa pot bunga, tempat menyiram air, suasana nampak asri. PAPA dan MAMA masuk dari luar sehabis kerja. Nampak wajahnya tegang. Seolah habis bertengkar. Mereka duduk dikursi saling tak peduli ).

PAPA                           :      Papa kan sudah bilang keluar saja dari pekerjaan itu. Kenapa harus ngoyo-ngoyo kerja keras sedang gajinya kecil. Enak perusahaan. Kita hanya diperas. Dijadikan sapi perahan. Dasar kapitalis.

MAMA                        :       Papa kira, Papa sudah mendapatkan pekerjaan yang layak. Kerja tidak tetap gitu.

PAPA                          :       Papa memang kerja tidak tetap tapi sekali kerja gajinya kan besar tidak seperti Mama. Papa kerja di proyek jadi kalau ada proyek pasti untungnya besar. Itu sudah bisa dipastikan. Tapi memang tahun ini. Proyek apa pun seret. Negara kacau. Investor takut menanam modal. Ini salah siapa. Mereka takut dibakar. Mereka takut didemo. Mereka takut nggak untung. Negara nggak stabil. Pemerintah disangsikan bisa ngatasi.

MAMA                         :     Mereka kan juga kapitalis. Gitu mencemooh pekerjaan Mama.

PAPA                            :     Papa tidak mencemooh. Papa mengingatkan kalau kita kerja sama kapitalis siap-siap tenaga kita diperas habis-habisan. Papa menyalahkan kapitalis itu kenapa menghargai tenaga kerja kita sangat rendah. Ya sedikit manusiawi gitu lho.

MAMA                         :     Kapitalis kok manusiawi. Nggak laku. Nggak untung. Nggak kapitalis namanya.

PAPA                            :     Ya sedikit sosialislah.

MAMA                         :     Jadi kapitalis yang sosialis. Masak ada. Kapitalis kok sosialis. Kapitalis ya kapitalis. Titik. Tidak sosialis dan tidak manusiawi.

PAPA                            :     ( Mereka terdiam sejenak. PAPA melihat EYANG KAKUNG ). Kenapa lagi Kakung tiduran di lantai. Bangunkan, Ma. Suruh tidur di dalam.

MAMA                        :       Mama yakin, Kakung terkenang lagi masa lalunya. Masa lalu yang membahagiakan. ( Mengambil senapan ). Pasti Kakung terkenang saat waktu perjuangan dulu. Mama juga nggak habis pikir, kenapa seseorang bisa jadi pelupa dan hanya ingat masa lalu saja. Tanpa sedikit pun bisa diajak bicara masa kini. Apalagi masa depan. Hidup hanya untuk masa lalu. Masa-masa kejayaan dulu. Apa itu yang dinamakan post power syndrom.

PAPA                           :      Sok tahu ! Memangnya Kakung punya kedudukan, punya jabatan, punya kuasa.

( Dari arah dalam masuk Tuan Sunan dan Nyonya Sumirah ).

TUAN SUNAN            :      ( Duduk di kursi ). Kalian habis kerja kok malah di sini. Apa sudah makan. ( MAMA dan PAPA nampak saling celingukan, seolah ada yang ingin dibicarakan dengan Ayahnya ).

NYONYA SUMIRAH :      Sebenarnya ada apa sih. ( Duduk di samping TUAN SUNAN ). Kelihatannya ada yang ingin dikatakan.

MAMA                         :      Papa saja yang ngomong.

PAPA                            :     Lebih baik Mama.

MAMA                         :      Papa !

PAPA                            :     Mama !

MAMA                         :      Papa !

PAPA                            :     Mama !

TUAN SUNAN            :      Kalian berdua seperti anak kecil. Ada apa sebenarnya. Memang kalian menikah terlalu muda, bahkan kuliah kalian nggak kalian selesaikan, mungkin itu yang menyebabkan kalian sering tengkar. Tapi sekarang kalian harus lebih dewasa.

MAMA                         :      Begini lho, Yah. Papa kan ingin punya rumah.

PAPA                            :     Mama yang pingin.

NYONYA SUMIRAH :      Sudah ! Sudah ! Kalian tak pernah dewasa.

MAMA                         :      Jadi kami pingin beli rumah.

NYONYA SUMIRAH :      Ya sudah kalau pinginnya begitu. Ibu dan Ayah juga tidak keberatan, mungkin itu akan menjadi lebih baik bagi kalian, agar bisa membangun keluarga secara mandiri. Rencananya mau beli rumah di mana ?

MAMA                         :      Masalahnya kami tidak punya uang. Uang kami tidak cukup untuk beli rumah itu. Karenanya kami sepakat ingin meminta hak kami pada Ayah Ibu.

TUAN SUNAN            :      Hak apa ?

MAMA                         :      Kami ingin warisan yang nantinya akan diberikan, kami minta dulu.

PAPA                            :     Iya, Yah. Kami sangat membutuhkan. Toh nanti juga warisan itu akan diberikan pada kami juga.

NYONYA SUMIRAH :      Tidak bisa. T i d a k   b i s a ! ( Mereka terdiam sejenak ). Kalian tahu apa artinya warisan. Kami masih segar bugar begini kalian menuntut warisan. Permintaan kalian itu tidak wajar. Toh kalian masih bisa tinggal di rumah ini. Mestinya kalian sedikit-sedikit bisa menabung untuk masa depan. Jangan bisanya cuma foya-foya, beli barang-barang yang mahal, barang yang belum perlu. Tidak usah gengsi. Gaya hidup kalian harus diubah.

PAPA                           :      Tapi kami ingin mandiri dan terpisah Ayah dan Ibu.

NYONYA SUMIRAH :      Itu bagus. Silahkan.

PAPA                            :     Tapi kami perlu uang. Perlu warisan itu.

NYONYA SUMIRAH :      T i d a k   b i s a.    T i d a k  !!!!  Kalian dengar.

( MAMA dan PAPA wajahnya nampak sangat kecewa, lekas masuk rumah. Suasana kemudian senyap. TUAN SUNAN dan NYONYA SUMIRAH saling menarik nafas dalam-dalam ).

5

( Dua orang remaja membawa tas, sangat modis, yang perempuan sedikit menor, yang laki-laki sedikit macho. Masuk ke halaman, ke teras rumah ).

MAWAR                      :      Assalamualaikum.

NYONYA SUMIRAH :      Walaikumsalam. ( Mereka saling bersalam-salaman, nampak NYONYA SUMIRAH tidak suka dengan NOKI ).

MAWAR                      :      Bagaimana keadaan Ayah Ibu.

NYONYA SUMIRAH :      Baik-baik.

MAWAR                      :      Kakung bagaimana.

TUAN SUNAN            :      Baik-baik saja. Masih seperti biasanya.

NYONYA SUMIRAH :      Suratmu barusan tadi pagi sampai. ( Mengambil surat yang ada di meja ). Ini belum Ibu baca. Apa isinya sih.

MAWAR                      :      Gimana Pak Pos sih, ini udah dua minggu aku kirim. ( Mengambil surat ). Cap kantor pos di sini saja tanggal 10, berarti sudah seminggu yang lalu. Dasar Pak Pos males.

NYONYA SUMIRAH :      Padahal dia hampir saban hari mampir ke sini. Apa dia lupa. Apa surat itu ketlinsut di kantor pos.

TUAN SUNAN            :      Sudahlah. Pokoknya anak kita sudah sampai rumah dengan selamat.

MAWAR                      :      Sebenarnya  surat  ini  hanya  ingin  memberi  tahu  Ayah dan Ibu. ( Memasukkan surat ke tas ). Sudahlah nanti akan kami beritahu, jadi surat ini dianggap saja tidak pernah ada.

NYONYA SUMIRAH :      Ini bagaimana, surat sudah sampai kok ditarik kembali. Sebenarnya ada  apa sih. Bagaimana kuliahmu. Jangan terlalu banyak pacaran. ( Menyindir mereka berdua ). Ingat kuliahmu.

MAWAR                      :      Terus terang kami sengaja menghadap Ayah Ibu karena ingin membicarakan perihal hubungan kami. Saya harap Ibu sudilah kiranya menganggap kami berdua sudah dewasa. Tidak seperti selama ini Ayah Ibu merasa bahwa kami masih anak-anak sehingga tidak diperkenankan berpendapat dan memutuskan segala sesuatu secara mandiri. Mawar percaya segala sesuatu keputusan Ibu sebenarnya ingin membahagiakan diri Mawar, namun harus Ibu ketahui bahwa tidak setiap keputusan Ibu yang berkaitan dengan Mawar selalu baik buat Mawar. Seperti hubungan Mawar dengan Noki, memang Ibulah yang paling tidak setuju karena berbagai pertimbangan……..

NYONYA SUMIRAH :      Cukup ! Sekali Ibu tidak setuju selamanya tidak setuju. Bisa dimengerti. Ibu tidak ingin mengulang yang kedua kalinya. Lihat kehidupan kakakmu sekarang. Ini semua gara-gara menikah terlalu muda. Seandainya tidak terjadi “kecelakaan” itu tentu Ibu tidak mau menikahkan. Dan sekarang lihatlah siapa yang membelikan susu  dan keperluan ponakanmu yang masih bayi itu. Bukan dia kan ?

MAWAR                      :      Bagaimana Ayah ?

NYONYA SUMIRAH :      ( Begitu TUAN SUNAN hendak menjawab NYONYA SUMIRAH memotong ). Semua masalah anak-anak Ibulah yang bertanggung jawab. Semua yang memutuskan Ibu. Tidak boleh ada yang membantah keputusan Ibu. Kalau Ibu sudah memutuskan, tentu demi kebahagiaan anak-anak. Kebaikan Ibu dan masa depan kalian. Demi nama baik keluarga.

NOKI                            :     Maaf Ibu. Mengenai hubungan kami. Rasanya tidak sesederhana yang Ibu bayangkan. Permasalahan kami pelik. Dan kami tidak mau putus hanya karena paksaan orangtua.

NYONYA SUMIRAH :      Di sini Anda tamu. Harap itu dimengerti.

MAWAR                      :      Ibu harus mengerti permasalahan kami. Terus terang selama ini kami merahasiakan hubungan kami yang sebenarnya. Sekarang saatnyalah kami harus berterus terang. Sebelumnya kami minta maaf sama Ayah dan Ibu. Sebenarnya kami telah menikah.

NYONYA SUMIRAH :      Apa ! Nggak salah Ibu dengar !

MAWAR                      :      Tidak Ibu. Sejak di semester satu, saat itu pula kami sepakat untuk menikah secara siri, tanpa memberitahu Ayah Ibu.

NYONYA SUMIRAH :      Itu tidak sah. Kami tak ada yang dilibatkan. Itu tidak sah.

NOKI                           :      Masalahnya bukannya sah atau tidak sah menurut Ibu. Tapi kami telah berjanji di hadapan Allah, terlebih ada saksinya pula.

NYONYA SUMIRAH :      Ibu tidak meminta pendapatmu.

MAWAR                      :      Noki benar Ibu. Ibu tidak boleh keras seperti ini. Ini menyangkut masa depan Mawar.

NYONYA SUMIRAH :      Ibu tahu apa yang terbaik untuk anak-anakku.

MAWAR                      :      Lalu Ibu tetap ingin menjodohkan Mawar dengan Ajiz. Apa Ibu tahu apakah Ajiz bisa menerima apa adanya diriku. Mawar sudah tidak seperti dulu lagi. Ibu harus paham itu.

NYONYA SUMIRAH :      Maksudmu ? ( MAWAR mulai terisak ).

NOKI                           :      Kami kira Ibu sudah dapat memahaminya apa artinya pernikahan. Kami adalah suami istri.

NYONYA SUMIRAH :      Jadi kalian telah melakukan ………….

NOKI                           :      Ya. Karena kami suami istri dan hal itu sudah sah.

NYONYA SUMIRAH :      Kurang ajar kamu Noki. Berani-beraninya menjamah anakku.

NOKI                           :      Kami sudah suami istri Ibu.

NYONYA SUMIRAH :      Meski begitu kalian tetap putus. Putus. Berani-beraninya kau menodai anakku. Pastilah semua itu karena akal muslihatmu saja. Akal bulusmu saja. Kau menipu anakku dengan bujuk rayu gombalmu itu. Kau kira aku tidak tahu sejarah keluargamu. Kau kira siapa sebenarnya Ibumu. Siapa Ayahmu. Makanya sejak dulu aku tidak setuju hubungan kalian. Jadi benar kan kata pepatah anak tidak jauh dari orang tua. Tabiat orangtua akan menurun ke anaknya.

NOKI                            :     Ibu bicara apa. Sebagai orangtua bicaralah yang baik.

TUAN SUNAN            :      Sebaiknya kita bicarakan nanti saja. Biar mereka istirahat dulu. Biar pikiran tenang. Semua masalah dapat dipecahkan dengan jernih.

NYONYA SUMIRAH :      Tidak bisa. Sudah tidak usah ikut campur urusan ini. Biar aku atasi sendiri. Ketahuilah anak muda, Ibumu dulu seorang pelacur, aku tahu persis. Dan Ayahmu seorang mantan preman yang kerjanya merampok. Seorang bajingan. Kalian berasal dari keluarga rusak.

NOKI                           :      Ketahuilah Ibu, bahwa sebelum Mawar berhubungan dengan diriku, dia pernah diperkosa, siapa yang memperkosa, tak lain dan tak bukan menantu Ibu sendiri, Umar. Bagaimana mungkin kakak ipar memperkosa adik istri sendiri. Jadi dalam keluarga Ibu juga mengalir darah bajingan bukan.

NYONYA SUMIRAH :      Bicaramu yang benar. ( Terdiam sejenak ). Mawar, apa benar cerita Noki. ( MAWAR mengangguk dan kembali menangis lagi ). Rusak semuanya. ( Marah pada TUAN SUNAN ). Ini gara-gara kamu tidak bisa memimpin keluarga. Peran apa sebenarnya yang sedang kau lakukan. Kepala keluarga, bukan.

TUAN SUNAN            :      Katanya kamu sudah bisa mengatasi semuanya. Jangan salahkan aku. Salahkan dirimu sendiri yang keras kepala. Suka memaksakan kehendak.

NYONYA SUMIRAH :      Mawar ! Katakan semua cerita ini tidak benar. Mawar ! Katakan semua ini tidak benar. Tidak benar kan !

MAWAR                      :      ( Menangis tersedu-sedu ). Maafkan Mawar. Maafkan Ibu. Maafkan Ayah. Maafkan. Semua itu benar. Semua itu benar.

TUAN SUNAN            :      Sebaiknya sekarang kita cari jalan keluar terbaik bagi mereka berdua. Jangan sampai merusak masa depan mereka.

NYONYA SUMIRAH :      Jalan terbaik adalah Mawar putus dengan Noki. Titik.

MAWAR                      :      Ibu mau membunuh diriku perlahan.

NYONYA SUMIRAH :      Rusak semuanya ! Rusak ! Siapa yang kamu anut selama ini. Siapa Mawar. Sehingga dirimu begitu hina. Semua ini pastilah gara-gara kamu Noki. Sekarang keluar dari rumahku. Aku tidak sudi punya menantu sepertimu.

NOKI                          :       Baik Ibu. Tapi ketahuilah semua masalah ini yang menyebabkan Ibu sendiri. Kalau Ibu benar bisa mendidik anak-anak Ibu tak mungkin akan terjadi seperti ini. Kekakuan pikiran Ibu dan mau menangnya sendirilah yang menyebabkan ini semua. Benar kata Ayah, semua ini karena kehendak berkuasa Ibu yang berlebihan terhadap semua isi rumah ini.

NYONYA SUMIRAH :      Keluar dari rumah ini ! Tahu apa kamu tentang kehidupan. Keluar ! Keluar !

NOKI                            :     Baiklah ! Ketahui bahwa Mawar kini tengah mengandung anakku.

NYONYA SUMIRAH :      Kurang ajar ! Keluar ! Keluar !

( NOKI eksit. Lampu perlahan meredup hingga gelap, diiringi kesedihan yang menusuk-nusuk. Mereka terdiam seperti patung hendak runtuh ).

6

( Di ruang makan, meja makan memanjang. NYONYA SUMIRAH duduk di kursi yang mengesankan bahwa dia pemimpin keluarga. Di kelilingi MAMA, PAPA, MAWAR, EYANG KAKUNG dan TUAN SUNAN. IJAH sibuk menyiapkan hidangan makan malam. Suasana agak tegang saling curiga dengan pandangan mata yang ganjil dan mengancam. Sambil mulai makan ).

NYONYA SUMIRAH :      Di rumah ini aku rasa sudah tidak tentram lagi. Tingkah laku kalian sudah keterlaluan. Ibu juga tidak tahu siapa yang mencuri perhiasan Ibu. Ibu sudah mencarinya tidak ketemu juga. Berarti  ada  maling  di  rumah  ini. Apa  mungkin  Ijah  yang  mengambil. ( Terdiam semua ). Umar ! Jadi benar kau telah melakukan pada Mawar ? ( PAPA hanya diam saja, menunduk ).

MAMA                        :       Kau benar-benar tak tahu malu. Kau berani melakukan pada adiku sendiri. Kau mengkhianati perkawinan kita. Dasar mata keranjang.

EYANG KAKUNG    :       Oh gadisku. Baju merah, wajah cerah. ( Pada MAWAR ). Kekasihku  pujaan  hatiku. ( Pada PAPA  yang duduk di sebelahnya ). Tolong sampaikan salamku padanya. Tolong. Nanti tak kasih hadiah. Sampaikan salamku padanya ya. Ini namanya cinta pada pandangan pertama. Siapa namanya ? Aku belum kenal. Baru hari ini aku melihatnya. ( PAPA hanya diam saja dan sesekali menganggukkan kepala. EYANG KAKUNG kemudian menyanyi dan mendekati MAWAR ).

Abang-abang gendero londo.

Klambi abang nggo tondo moto.

MAWAR                      :      Kung ! Ingat ! Aku  Mawar, Kung. Cucu  Kakung.  Kung !  Ingat ! ( EYANG KAKUNG  terus merayu ).

NYONYA SUMIRAH :      Kakung ingat Kung. Maemnya dihabiskan dulu. Ijah !  Ijah !

EYANG KAKUNG      :     Oh  gendero londoku. Oh  klambi abangku. Oh  matahariku. Oh  kekasihku. Oh  menor-menorku.

IJAH                             :      Kung ! Klambi abang Kakung di dalam kamar. Ayo kita ambil. Di dalam kamar.  Ayo  ke  sana.  Ada  di  dalam. Menunggu  Kakung. ( EYANG KAKUNG menurut sambil ngomel klambi abang ).

NYONYA SUMIRAH :      Jadi Ibu tidak tahu bagaimana lagi kita harus menegakkan martabat keluarga. Apa dari dulu hingga kini keluarga kita harus menjadi jelaga dalam sejarah. Tidak bisa menampilkan trah keluarga yang bisa dibanggakan. Dua anakku rasanya juga mengalami nasib yang tidak enak juga. Lastri, rupanya terlalu dini menikah, kau salah memilih suami, memang dulu, Umar, kelihatan baik, tapi apa yang diperbuat pada Mawar adalah malapetaka keluarga, noda hitam yang tak akan terhapus. Dan kau Mawar juga mengambil langkah yang salah dalam cara bergaul, kau ulangi kesalahan yang dilakukan kakakmu, dan kini kau hamil. Ayahmu sendiri tidak mampu memimpin keluarga. Justru mata keranjangnya makin menjadi-jadi. Hidup di rumah ini rasanya asing. Semua penghuni tidak ada yang saling mempercayai. Semua asing.

TUAN SUNAN            :      Tentu saja karena ingin saling menang sendiri.

MAWAR                      :      Ada yang ingin memaksakan kehendak sendiri.

MAMA                         :      Kapal ini sudah karam. Nama keluarga sudah tercoreng. Untuk apa dipertahankan.

NYONYA SUMIRAH :      Ibu melakukan itu semua karena ingin menyelamatkan keluarga.

TUAN SUNAN            :      Tabiatmu itulah yang menghancurkan semua ini. Kehendak berkuasa berlebihan itulah sumber malapetaka. Mulanya tidak dirasakan tapi dampak dari kepemimpinanmu yang otoriter, anak-anak jadi korban. Biduk keluarga pecah. Ingin bebas sendiri-sendiri. Sesuai keinginan masing-masing. Tanpa tahu jalan yang ditempuh benar apa salah. Semua salah kaprah. Tak ada kebaikan yang muncul dari jiwa yang bersih, karena dalam diri dan kalbu kita sudah dikotori perasaan-perasaan tidak senang dan ingin menang sendiri. Ingin berkuasa sendiri.

NYONYA SUMIRAH :      Apa yang kau tahu dengan kepemimpinan.

TUAN SUNAN            :      Pikiranmu itulah yang menyesatkan dirimu. Tidak mau mendegarkan pendapat orang lain. Tidak mau mempercayai orang lain. Seolah dirimu adalah pusat kebenaran. Padahal kebenaran jauh dari jangkauan tanganmu. Karena kebenaran dalam hidup hanyalah mengarah pada kebaikan kita semua. Kebaikan yang bersumber pada moral dan agama. Kebaikan yang membuat diri kita tidak berdaya di hadapan Allah. Tidak sebaliknya, membuat diri kita angkuh, keras, tidak mau dikritik dan sewenang-wenang. Itu semua hanya membuat diri kita rendah di mata Allah. Rendah di mata keluarga. Rendah di mata masyarakat. Tunjukkan kebaikan dirimu dengan bercermin dengan luka-luka masa lalu. Masa lalu adalah cermin untuk masa depan. Semua ini salah kita. Karena kita tidak saling percaya pada anggota keluarga sendiri. Sekarang terserah. Kalau Ibu masih ingin memimpin keluarga ini. Atau ingin mundur. Silahkan. Yang penting ciptakan kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga. Jangan hanya mempertahankan keinginan-keinginan yang semu saja. Hadapi kenyataan dengan lapang dada. Dan ambil jalan keluar yang tepat. Kalau Mawar kini sudah hamil sama Noki apa mungkin kita biarkan bayi itu tidak berayah.

EYANG KAKUNG     :      ( Keluar membawa senapan ). Angkat tangan semua. Buka topi. Topinya dibuka. ( Semua angkat tangan karena kaget ). Ha ha ha ha ha. Si Penguasa akhirnya menyerah juga. Aku menang. Aku menang. Aku menang. ( Pada IJAH ). Siap grak. Lapor komandan. Pasukan sudah menyerah. Mereka mengaku kalah. Mereka membuka topi. Tanda kalah. Kalah komandan. Kita menang. Kita menang. Mereka kalah. Hidup perjuangan. Hidup perjuangan. Merdeka. Merdeka. Hidup kita menang. Hidup kita menang. Hidup mereka kalah. Hidup mereka kalah. Mereka kalah. Mereka kalah. Mereka menyerah. Mereka menyerah dalam hidup. Kita menang dalam hidup.

IJAH                              :     Pasukan !

EYANG KAKUNG      :     Siap !

IJAH                              :     Balik kanan ! Grak ! Maju jalan. Satu. Dua. Tiga. Satu. Dua. Tiga. Belok kiri. Grak. Satu. Dua. Tiga.

( EYANG KAKUNG dan IJAH masuk kamar. Eksit. Yang lagi terdiam dalam kebisuan yang memuncak, terpikirkan atas nasib hidupnya masing-masing. Merefleksi diri. Jalan apa yang harus ditempuh ).

7

( Seperti adegan pertama. NYONYA SUMIRAH dan TUAN SUNAN  menghadap layar kaca masing-masing, menghadap penonton, sementara meja dan kursi sofa ada di belakang. Larut malam. Ada suara kentongan bertalu-talu. Mereka asyik menonton tv sendiri-sendiri, sesekali berganti ke chanel lain. Wajah mereka dingin, diam, seolah sedang memikirkan sesuatu, sorot matanya kosong, tak peduli pada sekitar, tak peduli pada yang lain. Seorang pencuri masuk dengan baju ninja, turun dari atas dengan tali yang mengelantung, turun perlahan dengan tenang, membuka almari, mengambil barang, masuk kamar NYONYA SUMIRAH, mengambil barang, perhiasan dan uang, kembali, tertarik pada jam tangan yang tergeletak di meja dekat sofa ).

EYANG KAKUNG     :      ( Dari pintu ). Angkat tangan. ( Maling kaget bukan main, mengangkat tangan, meletakkan barang curian ). Buka topi ! Buka topi ! ( Maling membuka kerudung, wajahnya terlihat. Sementara itu TUAN SUNAN dan NYONYA SUMIRAH cuek saja pada apa yang terjadi. Mereka sudah muak dengan kelakuan EYANG KAKUNG yang selalu mengganggu hidup mereka ). Jangan bergerak ! Aku tembak ! Angkat tangan !

PAPA                            :     ( Menyanyi Tul Jaenak, disambut EYANG KAKUNG yang gembira bukan main mendengar lagu kesukaannya. Mereka sambil menari berputar-putar dengan kebahagiaan tersendiri. PAPA  melepaskan semua baju hitamnya. Tiba-tiba muncul IJAH dengan pakaian minim, seronok, mengundang birahi. Ikut menari, mula-mula menari bersama EYANG KAKUNG. Kemudian menari bersama PAPA. Saling bergandeng tangan. PAPA dan IJAH menari mesra sekali. PAPA memberikan kantung berisi perhiasan, hasil curian, lalu membelai rambut IJAH. IJAH senang dengan pemberian itu, lalu mencium tangan PAPA ).

Tul jaenak

Jare jatul jaeji

Kuntul jare banyak

Ndoke bajul kari siji

Abang-abang gendero londo

Wetan sitik kuburan mayit

Klambi abang nggo tondo moto

Wedak pupur nggo golek dhuwit

( NYONYA SUMIRAH dan TUAN SUNAN cuek bukan main. Perlahan dan pasti mereka mengeraskan suara tv, sehingga suara nyanyian EYANG KAKUNG, PAPA dan IJAH perlahan hilang, tak terdengar meski penampakan mereka masih menari-nari. Seolah menggoda kehidupan. Lampu mulai meredup perlahan hingga hitam kelam. Tinggal suara televisi yang makin mengeras, berisik tak terusik, silih berganti, tak jelas suara apa yang terdengar, sahut menyahut, melambung-lambung, kering di telinga. Sampai puncaknya, tiba-tiba suara itu mati, seolah ada chanel yang terputus ).

***

S  E  L  E  S  A  I

NASKAH DRAMA REMAJA

HITAM PUTIH

Untuk diikutsertakan dalam

“Lomba Penulisan Naskah Teater

Seksi Penyajian Taman Budaya Jawa Timur 2004”

Karya :

ENANG ROKAJAT ASURA

CILEGON 2004

JUDUL : HITAM PUTIH

TOKOH :

AMARAL

NENEK

RIO

DUA ORANG BODYGUARD

PUTRI

SEORANG LELAKI

FIGURAN

1

BABAK SATU

PANGGUNG ADALAH SEBUAH RUANGAN KOSONG. RUANGAN FANTASI. AMARAL, SEORANG REMAJA BELIA TERSERET DALAM TARIK-MENARIK ANTARA KEPENTINGAN YANG BERBEDA. DI SISI KIRI RIO DENGAN SELENDANG HITAM, DAN DI SISI KANAN NENEK DENGAN SELENDANG PUTIH.

TARIK-MENARIK ANTARA RIO DAN NENEK AMARAL MEMBENTUK SEBUAH TARIAN. SELENDANG HITAM DAN PUTIH ITU TERUS MENJERAT AMARAL DALAM GERAKAN-GERAKAN YANG MAKIN LAMA KIAN RANCAK. AKHIRNYA PADA SAAT AMARAL MENCAPAI PUNCAK KEKESALAN DAN GELISAH, SELENDANG HITAM DAN PUTIH ITU PUTUS. AMARAL TERDUDUK LESU BEBERAPA SAAT. DALAM TEMARAM LAMPU, GERAK AMARAL BANGKIT MEMBENTUK SEBUAH SILHOUTTE. DINGIN.

DETAK JANTUNG TERDENGAR MEMBURU. AMARAL BANGKIT KEMUDIAN MENGIKUTI GERAK DETAK JANTUNG ITU. MAKIN LAMA TERDENGAR MAKIN KERAS DAN MEMBURU. PADA DETAK JANTUNGNYA SENDIRI, AMARAL TIDAK BISA MENGUASAI BAHKAN TAK MAMPU MENGENDALIKAN. DETAK JANTUNG ITU TERUS MEMBURU DAN MEMBURU. AMARAL LALU TERENGAH-ENGAH MENCARI SESUATU. DI KIRI DAN KANAN SELENDANG PUTIH DAN HITAM JUGA MENGGAPAI-GAPAI.

AMARAL

Hitam….putih…

Hitamku …putihmu…putihku…hitammu…

Dimana hitamku…dimana hitammu…

Dimana putihku….dimana putihmu…

Putih….hitam…

Putihku…hitamku…dingin…

Angin…dimana hitamku…dimana putihku…

RIO

Hitammu disini…bukan itu…bukan disana…

Lihat…pandang…tatap…

Hitammu di sini…Amaral !

AMARAL

Hitamku di sana ? hitamku di nadimu ?

NENEK

Itu bukan hitam, Cu !

Itu abu-abu…abu bukan hitam…karena ada putih di sana…

Abu-abu bukan putih…

Oh…( TERKEKEH ) abu-abu bikin bingung kamu, Cu ?

Tidak…jangan bingung !

Pandanglah abu-abu itu dengan ini …

( MENEPUK DADA DAN BATUK )

RIO

( TERKEKEH )

mana mungkin bisa membedakan hitam dan putih,

mengatur nafas saja tidak becus !

kau batuk-batuk terus, Nek !

Tak perlu memikirkan hitam dan putih,

pikirkanlah liang lahat !

NENEK

Tengik juga kau anak muda !

Jangan dengar itu, Cu ! Jangan kau dengar…

kau akan menemukan putihmu…

putihmu yang kaucari…bukan putih dia…

bukan putih orang lain !!!

AMARAL

Biarlah aku pandang sendiri, Nek !!

Jangan memandang dengan mata nenek…

Aku masih awas…

Pasti lebih awas !

Mata nenek sudah rabun…

Mana bisa mewakili keinginanku !!

AMARAL BERJALAN KE DEPAN PANGGUNG. PADA PENONTON. MENATAP SATU PER SATU. MENCARI SESUATU. AMARAL SEPERTI BINGUNG SENDIRI. NENEK GELENG-GELENG KEPALA TAK PERCAYA DENGAN UCAPAN CUCUNYA TADI.

AMARAL

Aku tak melihat putih di sana…

Hoi…adakah putihku di sana ?

Hoi…hanya ada hitamkah di sana ?

NENEK

( BATUK-BATUK )

hitam dan putih tidak dimana-mana, Cu !

tapi di sini ….

( MENEPUK DADA DAN BATUK-BATUK KEMBALI )

ah…kenapa penyakit ini selalu saja manja…

dasar penyakit jaman sekarang…

manja…tak bisa mandiri…

AMARAL

( PADA NENEK )

Artinya nenek sudah tua…

NENEK

Bagus…bagus itu, Cu !

Kalau kau sudah mengaku aku tua,

kau akan pula mengaku nenekmu bisa membedakan

mana hitam mana putih…

RIO

Dalam kacamata tuamu,

mana mungkin bisa membedakan hitam dan putih

lihat…ini hitammu di sini…

hitammu ada pada hitamku, Amaral !

AMARAL MULAI TERLIHAT GAMANG. IA BERJALAN KE ARAH RIO. NAMUN NENEK TIBA-TIBA DATANG TERGOPOH. DENGAN SELENDANG PUTIHNYA, NENEK MEMBELIT AMARAL. SESEKALI BERHASIL, TAPI AMARAL BISA LEPAS. DIBELITKANNYA LAGI SELENDANG ITU BEBERAPA KALI. BERHASIL. TAPI AMARAL BISA MELEPASNYA LAGI. ADEGAN INI BEBERAPA KALI DIULANG SEHINGGA TERLIHAT BAGAIMANA TARIK-MENARIK KEINGINAN ANTARA AMARAL DAN NENEK.

DARI SUDUT PANGGUNG BEBERAPA ORANG BERPAKAIAN HITAM SEHINGGA HANYA TAMPAK SEBAGAI BAYANGAN. BAYANGAN HITAM ITU KEMUDIAN MENDEKATI NENEK DAN AMARAL. PADA SATU SAAT SECARA SEREMPAK BAYANGAN ITU MEMEGANG AMARAL, MENGANGKATNYA TINGGI DAN MEMBOPONGNYA MENJAUH DARI NENEK. RIO TERDENGAR TERKEKEH. KEMUDIAN LELAKI JANGKUNG INI DUDUK DI KURSI. IA MULAI KONSENTRASI DAN BERMAIN PIANO. PIANO FANTASI. LAMAT-LAMAT MENGALUN LAGU SENDU. NENEK TERLIHAT BERDIRI GOYAH, LALU TERDUDUK TAK MAMPU MENAHAN GEJOLAK RASA DAN BERAT TUBUHNYA.

NENEK

Tuhan, jangan biarkan hitam membawa cucuku !

Kuatlah putihmu di sini….

Pancarkan putihmu pada cucuku !

Jangan…jangan biarkan hitam itu, Tuhan !

Jangan biarkan membawa cucuku…

NENEK MEMAKSA BERDIRI TAPI KEMBALI TERDUDUK. BERDIRI. DUDUK. BERDIRI DAN ROBOH KEMBALI. NENEK AKHIRNYA MENDORONG TUBUHNYA KE ARAH PENONTON. SEPERTI TENTARA SEDANG LATIHAN TIARAP. NENEK TERUS MENDEKATI PINGGIR PANGGUNG. SEMENTARA RIO TERUS BERMAIN PIANO. MAKIN SEMANGAT BAHKAN SEPERTI YANG KERASUKAN SEHINGGA NADA YANG DIHASILKANNYA PUN LEBIH BERUPA TEROR. TEROR NADA. NENEK TAK PEDULI DAN TETAP BICARA PADA PENONTON.

NENEK

Adakah putihku di sana ?

Tunjukanlah !!!

Mana putihku ?

DARI ARAH PENONTON

Tak ada putih di sini…

NENEK

Ah, ternyata kalian masih suka bohong…

Aku pikir kebohongan hanya ada di pasar-pasar…

Ditawar seribu…dia bilang belinya saja seribu dua ratus…

padahal ia beli lima ratus…he he he…

Aku sangka kebohongan hanya ada di terminal…

bus penuh dikatakan kosong…

tadinya aku hanya beranggapan…

kebohongan hanya ada di senayan

tapi ternyata…di sini juga …

apa pasar pindah ke sini heh ?

apa terminal juga ada di sini ?

atau tempat ini sudah disulap jadi senayan tandingan ?

NENEK TERGOPOH DAN MENJAUH DARI PENONTON. TAPI DIA BALIK LAGI. TIARAP LAGI. BERTANYA LAGI PADA ARAH PENONTON.

NENEK

Adakah putihku di sana ?

Tunjukanlah…mana putihku ?

TAK TERDENGAR JAWABAN. SEPI.

NENEK

Adakah putihku di sana ?

( SEPERTI AKAN MENANGIS )

Tunjukanlah…mana putihku ?

TAK TERDENGAR JAWABAN. HENING.

NENEK

( BENAR-BENAR MENANGIS DAN BICARA SENDU )

Adakah putihku di sana ?

Tunjukanlah !!

Mana putihku ?

NENEK MEMEGANG SELENDANG PUTIH. DIBELITNYA KE LEHER. AMARAL DATANG DARI ARAH LAIN. KAGET. LALU IA MEMEGANG NENEK. MEMELUKNYA.

AMARAL

Nenek jangan bunuh diri…

Nenek masih diperlukan di sini…

NENEK MEMAINKAN SELENDANG DAN SEPERTI AKAN BENAR-BENAR DIBELITKAN KE LEHERNYA SENDIRI.

AMARAL

Jangan, Nek !

Jangan buang kesempatan hidupmu…

Hidup itu mahal !!

AMARAL MEMBAWA NENEK MENJAUH DARI ARAH PENONTON. RIO TERTEGUN SEJENAK. TAPI JARI-JEMARINYA TETAP SEPERTI SEDANG MEMAINKAN PIANO. NENEK MENATAP KE ARAH PENONTON SAMBIL TERSENYUM PENUH KEMENANGAN.

NENEK

Cucuku masih ada…

Dia masih sayang…

AMARAL TERSENTAK. MELIUK. MENGHENTAK DAN MENJAUH. NENEK BENGONG DAN KECEWA. SELENDANG AKAN DIBELITKANNYA KE LEHER TAPI AMARAL TETAP MENJAUH. MELIUK. RIO TETAP MEMAINKAN PIANO DENGAN SEMANGAT.

PADA SATU KESEMPATAN NENEK BENAR-BENAR MENJERAT LEHERNYA. TAPI KETIKA AKAN DITARIK, NENEK BATUK-BATUK. BATUK ITU TERUS TERDENGAR SEIRING DENGAN SUARA PIANO YANG SEOLAH SEDANG DIMAINKAN RIO.

SEIRING TERDENGAR SUARA LEDAKAN, RIO, NENEK DAN AMARAL BERKUMPUL DI TENGAH PANGGUNG. MEREKA TAMPAK PANIK.

RIO

Bom !!

AMARAL

Bom … bom !!

NENEK

Bukan bom…itu tadi kentut !

RIO

Kentut ? begitu kerasnya kentut ?

NENEK

Ya, itu tadi kentut !

Bahkan ada kentut yang bisa lebih keras dari itu…

AMARAL

Ngaco !

Nenek jangan ngaco !

Ayo keluar…itu tadi bom…

atau paling tidak granat tangan…

NENEK

Kentut !

RIO

Siapa yang kentut ?

NENEK

Kamu ! kau yang kentut !

Kentut orang macam kau itu pasti sekeras bom !

RIO

Aku kentut ? kentutku keras ?

Mana mungkin, Nek,

aku masih bebas keluar masuk Amerika !

kalau aku kentut sekeras bom,

pasti dicekal masuk Amerika…

NENEK

Kalau begitu, kau yang kentut, Cu !

AMARAL

( TERSIPU )

Nenek…mana mungkin aku kentut di depan umum…

lagi pula kentut perempuan itu tidak keras…

Mana mungkin bisa sekeras bom…

NENEK

Ya, sudah !

Kalau begitu, mungkin aku yang kentut…

Kentutku bisa sekeras bom,

buat ngebom laki-laki brengsek yang akan mengganggu kamu !!

Tapi….karena aku perempuan,

pasti kentutku tetap santun…

Buktinya kentutku tak salah sasaran kan ?

Tidak salah tembak…

Kentutku tepat nembak Riomu itu !

RIO MENJAUH. DUDUK DI KURSI. SEPERTI ADEGAN SEBELUMNYA, IA KONSENTRASI DAN KEMBALI SEOLAH SEDANG BERMAIN PIANO. AWALNYA PERMAINAN PIANO RIO SYAHDU, TAPI MAKIN LAMA TERASA SEMAKIN BERSEMANGAT. MENGHENTAK. PERHATIAN AMARAL TERSEDOT LALU MULAI IKUT HANYUT PADA PERMAINAN PIANO RIO. AMARAL MULAI BERNYANYI KENDATI SEPERTI SEDANG TERCEKIK.

AMARAL

menghitung hari…

detik demi detik…

PADA ADEGAN BERIKUTNYA AMARAL SEPERTI TELAH MENJADI SEORANG PENYANYI. IA MENANGGALKAN PAKAIAN KESEHARIANNYA. IA SEPERTI SEDANG MENYANYI DI HADAPAN BANYAK PENONTON. NENEK SENDIRI DUDUK DI POJOK MEMEGANG SELENDANG PUTIH. SELENDANG ITU IA PANDANG SEBAGAI SEORANG ANAK KECIL. DIELUS. DIAJAKNYA BERMAIN. RIO TERUS MENGIMBANGI AMARAL MENYANYI.

NENEK MASIH JUGA BERMAIN DENGAN SELENDANG. PADAHAL TAK JAUH DARINYA, AMARAL SEDANG MENARI DENGAN RIO. PADA BEBERAPA GERAKAN TARIAN ITU TAMPAK EROTIS SEHINGGA MEMBERI GAMBARAN BAGAIMANA PERTEMANAN ANTARA AMARAL DAN RIO TELAH BERUBAH MENJADI HUBUNGAN CINTA KASIH.

TARIAN AMARAL DAN RIO DEMIKIAN MEMUKAU. PADA SATU SAAT TIBA-TIBA AMARAL TERKILIR DAN JATUH. RIO MENATAP TAJAM LALU DENGAN TAK ACUH MENINGGALKAN AMARAL YANG PADAHAL SEDANG MERONTA MEMINTA TOLONG. RIO LALU DUDUK DI TEMPATNYA SEMULA DAN DENGAN EMOSIONAL MEMAINKAN PIANO SEHINGGA MENGELUARKAN SUARA BERISIK. NENEK TERSENTAK. MENATAP PADA AMARAL SILIH BERGANTI DENGAN MENATAP RIO.

NENEK

Ah…kau ini !

Dia itu lelaki tak bertanggung jawab…

AMARAL

Tapi Rio telah memberi jalan….

Jalan menuju sukses, Nek !

NENEK

Yang memberi jalan itu, Allah !

Jangan kau salah sangka…

Kita itu kecil…kerdil…

Mana mungkin bisa memberi jalan untuk orang lain,

jalan buat sendiri saja tidak bisa…

AMARAL

Sudahlah, Nek !

Simpan omongan nenek itu di lemari besi…

Aku tak mau mendengarnya lagi…

NENEK

( TERSENTAK HINGGA SELENDANG JATUH )

Amaral ?

AMARAL

Sadar…aku sangat sadar !

NENEK

Oh, Tuhan, sia-sialah upayaku ini…

AMARAL

Nenek tidak mengerti…

Dunia hiburan memberi jalan hidup…

jalan yang tak pernah nenek temukan dulu…

Pandanglah dunia dengan mata sekarang, Nek !!

Bukan mata nenek yang dulu !

NENEK

Mengkhayalah terus…

Bermainlah dalam fantasimu !!

Tapi kau sedang ada dalam genggamanku sekarang…

AMARAL

Mulai sekarang tidak, Nek !

Aku lepas…bebas…

NENEK

Bawalah pikiranmu…

Tapi kau lupa, hatimu tetap di sini…

NENEK MEMANDANG SELENDANG YANG JATUH. TAPI KETIKA IA BERGERAK UNTUK MENGAMBILNYA, DENGAN CEPAT RIO JUSTRU YANG MENGAMBIL SELENDANG PUTIH ITU. RIO BERLARI KE TENGAH PANGGUNG. MENYATUKAN SELENDANG PUTIH DAN HITAM MILIKNYA. SELENDANG ITU TERUS DIPILIN SEHINGGA WARNANYA SALING SILANG, HITAM DAN PUTIH. NENEK BENAR-BENAR KECEWA BAHKAN MENANGIS TERSEDU. AMARAL BERDIRI MEMANDANG KE ARAH RIO. RIO TERSENYUM. MENGULURKAN SELENDANG ITU. AMARAL MENCOBA MENANGKAPNYA BERKALI-KALI TAPI TAK JUGA BISA MEMEGANGNYA.

PANGGUNG GELAP. SUARA MENGHENTAK. DALAM GELAP PANGGUNG ITU TERDENGAR KEMBALI LEDAKAN.

SEBUAH SUARA

Siapa yang kentut ?

Ayo ngaku !

Siapa yang kentut ?

Perempuan atau laki-laki ?

MUSIK BERHENTI. LAMPU BERUBAH. SUASANA BERUBAH. PANGGUNG BERUBAH PADA ADEGAN BERIKUTNYA.

***

2

BABAK DUA

SEBUAH KURSI SIMBOL KESUKSESAN BERADA DI TENGAH PANGGUNG. BEBERAPA SAAT PANGGUNG ITU HANYA BERISI KURSI TERSEBUT. CAHAYA TERANG. PADA SATU SISI PANGGUNG ADALAH KAMAR NENEK LENGKAP DENGAN TERALIS. NENEK SESEKALI TAMPAK DARI JENDELA, MENATAP KELUAR KADANG MEMEGANG TERALIS MENATAP PADA JARAK JAUH.

DARI LANGIT TURUN HUJAN. BUKAN HUJAN AIR MELAINKAN LEMBARAN UANG DAN BUNGKUSAN KADO. LEMBARAN UANG DAN BUNGKUSAN KADO YANG SEOLAH TURUN DARI LANGIT ITU DIATUR SEDEMIKIAN RUPA SEHINGGA JATUH DI ATAS KURSI KESUKSESAN, PALING TIDAK DI SEKELILINGNYA.

DARI ARAH LAIN BEBERAPA ORANG BERPAKAIAN HITAM MENYERET SEBUAH KOTAK KADO DALAM UKURAN SANGAT BESAR. DENGAN KESULITAN MEREKA TERUS MENDORONG KADO TERSEBUT HINGGA MENDEKATI KURSI. KADO RAKSASA ITU BERBEDA DENGAN KADO-KADO LAIN. SELAIN UKURANNYA BESAR JUGA WARNANYA HANYA HITAM DAN PUTIH. KADO RAKSASA ITU DEMIKIAN MENCOLOK. SETELAH MENEMPATKAN KADO RAKSASA ITU DI PINGGIR KURSI, ORANG-ORANG ITU MUNDUR DENGAN TERATUR.

DARI SAMPING KIRI DAN KANAN PANGGUNG KEMUDIAN MUNCUL DUA ORANG BERBADAN TEGAP. KEDUANYA MENGENAKAN SAFARI WARNA GELAP. MEMAKAI KACAMATA HITAM. KEDUANYA KEMUDIAN BERDIRI KOKOH DI SAMPING KIRI DAN KANAN KURSI. DARI TAMPANG KEDUANYA ORANG AKAN LANGSUNG DIINGATKAN BAHWA KEDUANYA ADALAH BODYGUARD YANG SIAP MENJADI TAMENG KESELAMATAN TUANNYA. KEDUA LELAKI ITU TAK BANYAK BICARA. KEDUANYA HANYA MENGGUNAKAN ISYARAT SEPERTI ROBOT.

SEIRING DENGAN MUSIK MENGHENTAK, KEDUA BODYGUARD TADI LANGSUNG TIARAP. KEDUANYA SIAP PASANG BADAN.

DENGAN PAKAIAN GLAMOUR, AMARAL DATANG. SEPERTI HALNYA ARTIS TERKENAL YANG BANYAK DIPUJA, AMARAL MELENGGANG. IA MENGUMBAR SENYUM SEOLAH SEDANG MENGHADAPI BANYAK PENGGEMARNYA.

PADA SISI LAIN, DIBALIK TERALI NENEK MENATAP NANAR PADA CUCUNYA ITU.

AMARAL

Makasih…makasih…sabar ya…

semuanya pasti kebagian …

sabar dong…

( PADA SESEORANG )

siapa namanya ? bagus…mana bukunya…

oke…tanda tangan di sini ya…

iya…iya…

AMARAL TERUS MENGUMBAR SENYUM. NENEK TERUS TERTEGUN. SITUASI KONTRAS ITU TERUS BERTAHAN UNTUK JANGKA WAKTU TERTENTU.

AMARAL

( PADA SEORANG BODYGUARD )

Kalian atur jangan sampai berebut …

Kalian dibayar untuk itu…

Kulitku bisa lecet kalau berdesakan terus…

BODYGUARD ITU TAK BICARA SELAIN SALING MENATAP DENGAN TEMANNYA.

NENEK

( TERIAK )

tak ada penggemarmu, Cu !

tak ada penonton…

tak ada penjaga pribadi…

AMARAL

( KESAL )

Diam !

Apa sih maksud nenek ?!

NENEK

Aku hanya ingin menyadarkanmu…

Bukalah mata hatimu…

Ini bukan panggung sandiwara

untuk melambungkan angan-anganmu…

ini rumah kita…rumah sederhana milik kita…

AMARAL

Lebih baik nenek diam, supaya saya tidak berbuat kasar…

Paham ?!

NENEK

Tidak !

AMARAL

Ah, itulah, Nek !

Jaman sekarang sudah maju…

Jauh lebih maju dari jaman yang nenek alami…

Sekarang jaman globalisasi…

Nenek pasti tidak tahu apa itu globalisasi ?

NENEK

He he he … salah kau, Cu !

Dari dulu juga namanya sa-si-sa-si itu sudah ada …

AMARAL

( TERIAK )

Britney spears segera hadir…

Lihat…kurang apa saya, Nek !

Lihat…lihat…penonton !

Saya cantik luar dalam …

AMARAL KEMUDIAN MELENGGOK MENGITARI KURSI. MENGITARI KEDUA BODYGUARD KHAYALANNYA. LALU AMARAL BERLARI KE DEPAN. PASANG KUPING SEOLEH IA SEDANG MENDENGAR RIUHNYA TEPUK TANGAN. KEMBALI MEMANDANG KE ARAH NENEKNYA.

AMARAL

Dengar…dengar !!

Gemuruhnya sambutan dunia ?

Rrrruarrrr…biasa…

AMARAL BERDIRI ANGGUN. MENEBAR SENYUM. SESEKALI IA MENEMPELKAN JEMARINYA KE BIBIR, KEMUDIAN MENIUPNYA KE ARAH PENONTON. TERSENYUM GENIT.

NENEK

( SEDIH )

Kau terlalu jauh mimpi…

Bangunlah, Cu, hari sudah siang !!

Lihatlah…ini rumah kita…

AMARAL TIDAK PEDULI. IA MELENGGOK SEPERTI SEDANG BERJALAN DI ATAS CATWALK. MEMAMERKAN PAKAIANNYA. MENGITARI BODYGUARD KHAYALANNYA BEBERAPA PUTARAN. KETIKA SUATU SAAT IA MENCUIL HIDUNG SALAH SEORANG BODYGUARD. AMARAL TERLIHAT SEPERTI TERKEJUT.

AMARAL

Aneh…kenapa dicolek tidak kerasa ?

Apa aku mencolek angin ?

Mencolek bayangan ?

AMARAL MULAI MEMERIKSA KEDUA BODYGUARD KHAYALANNYA ITU. KEMBALI IA TERTEGUN. IA TAK MERASA APA-APA. TAPI KETIKA MEMEGANG PINGGANG SALAH SEORANG BODYGUARD, AMARAL KELIHATAN TERSENYUM.

AMARAL

Hidup…ya…hidup…

Ada kehidupan di sana…

NENEK

( MEMEGANG TERALIS )

Ternyata kau memang masih waras…

Yang kau pegang itu memang kehidupan…

He he he … maksud nenek sumber kehidupan…

Tapi yakinlah cucuku, ia bukan apa-apa…

Ia bukan siapa-siapa…

Seperti juga kamu bukan apa-apa…

dan bukan siapa-siapa !!

AMARAL

Aduh..nenek !!

Bener-bener membuat saya kehilangan kesabaran…

Nenek memang bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa…

Tapi jangan samakan saya dengan nenek…

Ini dunia saya … dunia angan-angan

NENEK

Kau sebenarnya yang bikin aku kehilangan kesabaran

Dengan cara begini kau akan disadarkan…

DARI DALAM KAMAR ITU NENEK MELEMPAR BOTOL MINUMAN KE ARAH AMARAL. BOTOL ITU TEPAT MENGENAI TUBUH AMARAL. AMARAL TERLIHAT MARAH. PADA KEDUA BODYGUARDNYA IA MARAH.

AMARAL

Kurang ajar !!

Apa kalian sudah jadi robot beneran ?

Apa kalau aku dilembar bom, kalian tetap diam ?!

Kalian kupecat !!

AMARAL MEMBUKA SYAL YANG DIPAKAINYA. LALU SYAL ITU DIPAKAI MENUTUPI JENDELA KAMAR NENEK. BEGITU SYAL ITU DIBENTANG, NENEK TERDENGAR BEBERAPA KALI BERSIN.

NENEK

Mana ada syal artis besar bau apek…

Kau memang terlalu jauh melamun, Cu !

Sayang…orang tuamu tidak ada…

AMARAL

Jangan ungkit masalah itu, Nek !

Aku malas mendengar cerita itu…

Padahal dady di Amerika !!

Mom di Prancis !!

Nenek malu anak dan menantu sukses di negeri orang ?!

NENEK

( DARI TERALIS TERHALANG SYAL )

Aku malu karena punya cucu pelamun !

Buang jauh-jauh cerita busuk itu…

Kedua orang tua meninggal karena kecelakaan !

Tak ada di Amerika…tidak di Prancis…

AMARAL

Dengar !! Dengar !! Kalian dengar !!

Siapa sebenarnya yang melamun ?

Aku atau nenekku ?

Kalian dengar sendiri …

Nenek bilang ayah ibuku meninggal…

Nenek tak mengenal Prancis…tak mengenal Amerika…

Nenek kecewa tak bisa masuk ke dunia anak-anaknya…

AMARAL TERTAWA SEBENTAR KEMUDIAN TAMPAK SEDIH. DARI DALAM KAMAR TERDENGAR NENEK MENANGIS. PADA SAAT ITULAH SALAH SEORANG BODYGUARD MEMBUKA KACAMATA DAN RAMBUT PALSUNYA. IA JUGA MEMBUKA JAS SAFARINYA SEHINGGA TINGGAL KAOS OBLONG PUTIH. BODYGUARD ITU TERNYATA RIO. AMARAL TERTEGUN MELIHAT KEJADIAN ITU. RIO TERSENYUM DAN TEPUK TANGAN.

RIO

Hebat…hebat…

Kau benar-benar telah jadi bintang hebat…

( SINDIRAN )

Kau begitu gampang memecat orang…

tapi tidak apa-apa, untuk maju harus tega !!

Tega menjegal orang lain…

AMARAL

Apa maksud semua ini ?!

Apa Rio ?!

RIO

Penyamaran itu penting…

Semakin sempurna menyamar,

semakin besar kesempatan untuk jadi besar…

AMARAL

Aku tak paham…

RIO

Tak perlu semuanya mengerti…

Semakin banyak mengerti,

justru semakin membuat orang bego…

Sederhana saja !!

AMARAL

Sederhana menghadapi hidup ?

RIO

Sederhana menanggapi hidup…

Untuk maju kau perlu sandaran,

menyandarlah pada orang-orang !!

Untuk maju perlu kesempatan,

curilah kesempatan ketika mereka tidur !!

Untuk maju perlu kepandaian,

pura-puralah seperti orang pandai !!

AMARAL BELUM BEGITU KELIHATAN FAHAM. DARI DALAM KAMAR TERDENGAR NENEK MENANGIS. SEDIH SEKALI KEDENGARANNYA. TAPI BAIK AMARAL MAUPUN RIO, KEDUANYA TIDAK PEDULI. MEREKA TENGAH ASYIK DENGAN DUNIA SENDIRI-SENDIRI.

RIO MERENTANGKAN TANGAN, AMARAL MENDEKATI. KEDUANYA BERPELUKAN. LALU MENARI MELEPASKAN GEJOLAK JIWA MASING-MASING.

AMARAL

Luar biasa…

Mas telah memberi jalan !!

RIO

Aku tak segan jadi jembatan

asal bisa menghubungkan kamu ke pantai harapan…

AMARAL

Sungguh ?!

RIO

Kau bisa rasakan sendiri selama ini !

AMARAL

Mas Rio !

RIO

Aku tidak brengsek seperti kata nenekmu…

Aku tidak sialan seperti kata orang-orang itu…

Aku bukan bajingan seperti kata orang-orang suci…

Aku tidak seperti yang tudingan wartawan-wartawan itu…

AMARAL

Jangan peduli dengan nenek…

Jangan peduli dengan orang-orang itu…

Kita tak ada urusan dengan mereka !!

RIO

Siapa yang kau perlukan ?

AMARAL

( MALU-MALU )

mas Rio tentu …

siapa yang mas Rio perlukan ?

RIO

Kamu … pasti !

KEDUANYA SALING MENATAP. BIRAHI MENYEMBURAT KE UBUN-UBUN. MEREKA MELENGGANG MASUK KE KAMAR SEBELAH KAMAR NENEK. JENDELA TAK DITUTUP. PINTU KAMAR JUGA TAK DITUTUP. MEREKA MASUK KE LORONG GELAP ITU, MEMBIARKAN NENEK DAN SEORANG BODYGUARD YANG SEJAK TADI BERDIRI DIANGGAP KAMBING CONGEK.

SEPATU AMARAL DILEMPAR KE TENGAH PANGGUNG. SATU PER SATU DIAMBIL BODYGUARD. SEPATU RIO DILEMPAR KE TENGAH PANGGUNG. SATU PER SATU DIAMBIL BODYGUARD. DISIMPANNYA DI ATAS KURSI YANG TETAP KUKUH DI TENGAH PANGGUNG. KEMEJA RIO DILEMPAR KE TENGAH PANGGUNG. BODYGUARD TERTEGUN SEJENAK TAPI AKHIRNYA DIAMBIL DAN DISIMPAN DI ATAS KURSI. PAKAIAN AMARAL DILEMPAR KE TENGAH PANGGUNG. BODYGUARD HANYA GELENG-GELENG KEPALA. TAPI SEPERTI ADEGAN SEBELUMNYA, AKHIRNYA IA MENGAMBILNYA DAN DISIMPAN DI KURSI.

BODYGUARD

Sepatu yang membuat lupa diri…

Tak terasa menginjak orang kecil…

Kemeja yang membuat dia silau…

Semua telah ditanggalkan…

Semua teronggok tak berarti di sini…

Keduanya telah menjadi binatang tentu…

Sama-sama menanggalkan pakaian…

( PADA ONGGOKAN PAKAIAN )

Kau dicipta untuk kebaikan,

bukan untuk membuat orang lupa diri…

Ingat itu !!

BODYGUARD MENANGGALKAN SEPATU YANG KIRI DAN DIGANTI DENGAN SEPATU RIO. IA JUGA MENANGGALKAN SEPATU YANG KANAN DAN DIGANTI DENGAN SEPATU AMARAL. IA JUGA MENANGGALKAN JAS SAFARI DAN DIGANTI SEBELAH PAKAIAN RIO DAN SEBELAH PAKAIAN AMARAL. NENEK KELUAR DARI KAMAR DAN TERTEGUN MELIHAT BODYGUARD. KACAMATA TUANYA BERKALI-KALI DIPEGANG DAN DICOPOT SEPERTI TIDAK YAKIN DENGAN APA YANG DILIHATNYA. TAPI KETIKA BENAR-BENAR YAKIN DENGAN APA YANG DILIHATNYA SAAT ITU, NENEK AKHIRNYA TERKEKEH.

NENEK

Tambah satu lagi orang gila sekarang…

Kaukah telah melupakan takdir…

BODYGUARD

Aku perlu mencoba takdir orang lain…

Takdir sebagai manajer artis di sisi kiriku…

Takdir sebagai artis di sisi kananku…

NENEK

Dan takdirmu tak kebagian tempat…

BODYGUARD

Takdirku tetap di sini…

Di dalam dada ini, Nek !

NENEK

Berjalanlah !

BODYGUARD

Aku tak bisa berjalan…

Karena kaki kananku kaki perempuan…

dan kaki kiriku kaki laki-laki…

NENEK

Artinya kau menolak takdir…

BODYGUARD

Bukan !!

Bukan menolak takdir !

Tapi aku ingin kompromi dengan takdir, Nek !

Antara perempuan dan laki-laki pasti bisa kompromi…

Tapi kenyataannya aku benar-benar menyesal…

Jangankan antara perempuan dan laki-laki…

antara kaki kanan dan kaki kiri saja sulit kompromi…

Hebat benar orang di atas awan sana !!

NENEK

Hah…kau telah berjalan ke atas awan ?

BODYGUARD

Aku sering berjalan ke sana !!

NENEK

Kau lihat orang-orang saling kompromi ?

Kau lihat kaki kanan dan kiri kompromi ?

Kau saksikan tangan kanan dan kiri kompromi ?

Atau sama seperti di sini …

Sulit menerima kompromi ketika tak jelas jatahnya !!

BODYGUARD

Aku melihat orang-orang di atas awan sana

Semuanya bersahaja…

Semuanya tertib tanggung jawab…

Di jalan tak pelanggaran lalu lintas …

Di kantor kepolisian tak ada jual beli kesalahan…

Di pengadilan tak ada transaksi pasal dan delik aduan…

Di parlemen tak ada adu jotos kekuasaan…

NENEK

Tentu damai di sana…

Semuanya serba teratur…tertib…

BODYGUARD

Nenek tahu kenapa di atas awan seperti itu ?

Karena tak ada yang punya cita-cita

Tak ada lalu lintas..

Tak ada kepolisian…

Tak ada pengadilan…

Dan absen yang namanya parlemen…

NENEK

Aku tahu sekarang …

Kalau mau tertib lalu lintas, hilangkan lalu lintas !!

Mau bersih, lenyapkan polisi !!

Mau adil, hilangkan pengadilan…

Kalau mau jujur di parlemen….hilangkan…

DARI KAMAR AMARAL TERDENGAR SUARA TEMPAT TIDUR AMBRUK. NENEK DAN BODYGUARD SALING PANDANG.

NENEK

Roboh !

BODYGUARD

Dahsyat !

NENEK

Amblas !

BODYGUARD

Puas !

NENEK

Bencana !

BODYGUARD

Pesona !

NENEK

( MEMBENTAK )

Adzab !!

BODYGUARD

( MENAHAN NAFAS )

huh…

DARI DALAM KAMAR AMARAL MENJULURKAN TANGAN.

AMARAL

Pakaianku !!

Sepatuku…

DARI SEBELAH TANGAN RIO MENGGAPAI-GAPAI.

RIO

Pakaianku !!

Sepatuku !!

PAKAIAN RIO DAN AMARAL MASIH TERONGGOK DI ATAS KURSI. TAK ADA YANG BERANI MEMEGANGNYA. KETIKA BODYGUARD MENCOBA UNTUK MENGAMBILNYA, NENEK MENGHALANGI.

NENEK

Jangan kau sentuh itu…

Itu api…tanganmu akan meletup…

Jauhilah api itu…

Kau akan terbakar nanti !!

BODYGUARD

Api !! Api !!

Aku harus menjauhinya…

NENEK MENDEKATI KURSI ITU. IA BARU SAJA BERUBAH PIKIRAN. NENEK MENJULURKAN TANGANNYA AKAN MENGAMBILNYA, BODYGUARD YANG MENGHALANGI.

BODYGUARD

Jangan sentuh itu !!

Api !! Api !

Jauhilah api itu !!

Terbakar nanti !!

NENEK

Ya…api…aku harus menjauhinya…

***

3

BABAK TIGA

SEBUAH RUANG TENGAH. DI KIRI DAN KANAN TERDAPAT DUA KAMAR. SATU KAMAR AMARAL DAN SATU KAMAR NENEK. AMARAL DUDUK DI KURSI PANJANG, MEMEGANG PERUT, WAJAHNYA TEGANG. AMARAL SAAT ITU SEDANG HAMIL. NENEK DUDUK DI KURSI GOYANG. PANDANGAN AMARAL TERLIHAT KOSONG. MENATAP KE ARAH TAK PASTI. SESEKALI IA MEMEGANG PERUTNYA.

AMARAL

Aku tahu kesuksesan itu harus disongsong…

dengan tenaga dan hati…

Aku telah melakukan semuanya, Nek !

NENEK

( TAK ACUH )

Kau tahu caranya tapi tidak tahu menjalankannya !!

Kau pinter tapi tidak cerdik…

Kancil itu kecil tapi bisa memperdaya harimau…

Kancil memang tidak pintar tapi cerdik…

AMARAL

Nenek…

NENEK

Kau tahu brengseknya lelaki itu…

( MELIRIK PADA AMARAL )

aku tidak tahu dunia,

tapi pernah merasakan hal yang sama !!

Sudahlah !!

Tak perlu berdebat !!

sekarang selamatkan anakmu itu !!

AMARAL

Aib, Nek !

Tak ada yang bisa menanggung aib !!

NENEK

Aib !!

Ya…aib !

Tapi anak itu tetap akan tumbuh dan akhirnya lahir !!

AMARAL

( BERDIRI. MERINGIS SEBENTAR )

Aku harus menghentikan agar anak ini tidak terus besar !!

Aku yakin pilihanku sekarang benar !!

AMARAL MASUK KE DALAM KAMAR. NENEK TERSENTAK KAGET. IA BERDIRI. BERJALAN PELAN MENUJU KAMAR AMARAL. DARI PINTU KAMAR YANG AGAK TERBUKA, AMARAL MENJULURKAN TANGANNYA YANG SEDANG MEMEGANG PISAU. MELIHAT KILAU PISAU, NENEK TERLIHAT KAGET DAN HAMPIR TERIAK.

AMARAL MENARIK TANGANNYA. KINI KEPALA YANG TERJULUR DARI PINTU KAMAR ITU. MELIHAT NENEK YANG MASIH BENGONG. MELIHAT KE SEKELILINGNYA. AMARAL MASUK LAGI DAN TERDENGAR BICARA DARI DALAM KAMAR.

AMARAL

Nenek pasti tahu apa yang akan aku lakukan…

Nenek telah banyak makan asam garam

Pasti tahu apa yang kupilih !!

NENEK

Tidak…aku tidak tahu !

Aku tidak paham, Cu !

Aku tidak mau mereka-reka…

Juga tentang pisau itu !!

AMARAL

Aku tak sanggup, Nek !

NENEK

Jangan !!

Percayalah…kasih Allah seluas samudera…

bahkan ditambah samudera lain…

samudera yang lain lagi…

AMARAL

Aku tak perlu samudera, Nek !

Aku perlu bagaimana menutup aib ini !!

NENEK MENUBRUK PINTU KAMAR. TAK TERDENGAR APA-APA. HENING. BEBERAPA SAAT KEMUDIAN AMARAL DAN NENEK KELUAR DARI KAMAR. PERGELANGAN TANGAN AMARAL DIPERBAN. NENEK MEMEGANG PISAU ITU. KEDUANYA KEMUDIAN DUDUK. TAK BICARA. AMARAL MERINGIS MELIHAT LUKA DI PERGELANGAN DAN NENEK MERINGIS MELIHAT PISAU.

NENEK

Beruntung pisau itu tumpul…

Kalau tidak, nadimu pasti putus !!

AMARAL

Beruntung ada nenek !!

Kalau tidak, pasti bukan pisau yang aku pakai…

NENEK

Kematian bukan penyelesaian…

Kematian bukan akhir dari masalah…

Kematian justru awal dari masalah…

AMARAL

Kematian memang awal masalah…

Tapi masalah yang belum aku tahu…

Sementara hidup jelas awal masalah…

Dari masalah yang telah tahu akibatnya …

Itulah kenapa aku memilih kematian !!

AMARAL BERJALAN KE DEPAN. BEBERAPA LANGKAH LALU BERHENTI. IA SEPERTI SEDANG MENDENGAR SESUATU. AMARAL TERUS MEMASANG KUPINGNYA. IA YAKIN AKAN APA YANG SEDANG DIDENGARNYA. AMARAL SEDANG MENDENGAR SUARA RIO YANG MEMBAWA KEMATIAN.

AMARAL

Rio…kaukah itu ?

Kenapa kau hitam sayang ?

Kaukah bersama malaikat maut itu heh ?

Hitam…kau hitam sayang …

NENEK

Dari dulu dia hitam…

Hanya mata kamu rabun ayam…

Hitam dibilang putih…

Mana mungkin hitam bisa disebut putih…

Antara hitam dan putih punya suara sendiri-sendiri !!

Punya nuansa sendiri-sendiri !!

AMARAL

( TAK PEDULI )

Rio…hitamkan yang kau bawa ?!

NENEK

Sayang kau selalu menggunakan warna orang lain !!

Aku benar-benar kecewa…

jangan-jangan anak muda sekarang

selalu senang dengan warna orang lain !!

Ah…Cu…cu…terlalu jauh kau bercermin pada orang !!

AMARAL TERUS MELANGKAH. DI DEPAN PANGGUNG IA BERHENTI. MENATAP KE ARAH PENONTON. IA MULAI BICARA SENDIRI SEOLAH SEDANG BICARA DENGAN ORANG LAIN. ENTAH SIAPA. DAN ENTAH KENAPA IA BICARA SEPERTI ITU. PANGGUNG SEMAKIN GELAP HINGGA MENGABURKAN WARNA NENEK. KINI HANYA AMARAL YANG DOMINAN TEROMBANG-AMBING KEBIMBANGAN.

AMARAL

Mendekat…mendekatlah, Rio !

Lihat…lihat ke sini !!

Tadi aku akan mengakhiri hidup ini !!

Padahal di perutku ada janin yang mulai hidup….

Ah…kau tak paham bagaimana kegundahanku sekarang…

Tidak…kau tidak cukup pintar !!

Kau menghancurkan harapan !!

( SEDIH. MEMEGANG SELENDANG PUTIH YANG TERSAMPIR DI PUNDAK )

Selendang ini !!

Kau ingat selendang putih ini ?

Aku membawanya agar kau datang !!

Bukankah kau selalu amarah ingin melenyepkan putih ini ?!

Kau ingat itu Rio ?

Ayo ambil Rio !!

Ambil…ambil putih ini !!

Tak ada nenek di sini !! tak ada siapa-siapa !!

Ambil !! Ambil segera !!

( TERTAWA TERBAHAK-BAHAK. BERHENTI. MELANGKAH PELAN. LALU DUDUK DAN MULAI MENANGIS )

Hitam….putih…

Hitamku …putihmu…putihku…hitammu…

Dimana hitamku…dimana hitammu…

Dimana putihku….dimana putihmu…

Putih….hitam…

Putihku…hitamku…dingin…

Angin…dimana hitamku…dimana putihku…

RIO

Hitammu disini…bukan itu…bukan disana…

Lihat…pandang…tatap…

Hitammu di sini…Amaral !

NENEK

Itu bukan hitam, Cu !

Itu abu-abu…abu bukan hitam…karena ada putih di sana…

Abu-abu bukan putih…

Oh…( TERKEKEH ) abu-abu bikin bingung kamu, Cu ?

Tidak…jangan bingung !

Pandanglah abu-abu itu dengan ini …

AMARAL MENATAP GAMANG KE ARAH SUARA TANPA WUJUD ITU. IA BERDIRI. GONTAI. MELANGKAH PELAN. MENYEKA AIR MATA. SELENDANG YANG ADA DI LEHERNYA KEMUDIAN DILILITKAN, LALU KEDUA UJUNGNYA IA TARIK KE ARAH YANG BERLAWANAN. AMARAL TERLIHAT MULAI SULIT BERNAPAS. PADA SAAT ITULAH SEOLAH-OLAH ADA KEKUATAN BESAR YANG INGIN MELEPASKAN LILITAN SELENDANG ITU MEMBUAT AMARAL TEROMBANG-AMBING. AMARAL BERLARI KE SANA KE MARI DITARIK KEKUATAN ITU. IA SESEKALI TAMPAK BERPUTAR DI TENGAH PANGGUNG, KADANG KE KIRI DAN KADANG KE KANAN. GERAKAN-GERAKAN ITU SEPERTI SEDANG MENARI, MELIUK-LIUK LAKSANA ULAR KOBRA MENDENGAR SERULING PAWANG. LAMA IA MELIUK-LIUK SAMPAI AKHIRNYA KEHABISAN NAPAS DAN  BERHENTI. CAHAYA PANGGUNG MULAI TERANG SEHINGGA JELAS SOSOK AMARAL YANG TERDUDUK LESU.

DARI ARAH YANG BERLAWANAN DATANG RIO DAN NENEK. KEDUANYA SALING PANDANG PENUH KEBENCIAN. LALU KEDUANYA PULA MELIHAT AMARAL YANG TERDUDUK LESU. NENEK MULAI TERPANCING AMARAHNYA.

NENEK

Pembunuh ! Bajingan !

Bangsat tengik !

Cecunguk !

Amburadul…sampah !

Busuk !!

RIO

Kutu busuk !

Tua banga !!

Pembunuh !!

Kau cecunguk !!

Kau tengik !! Sampah !!

( MELUDAH ) puih !

NENEK

Terkutuk kau, Rio !

RIO

Terkutuk kau tua bangka !

NENEK

Heh…sompret, kenapa kau ikut-ikutan ?

RIO

Karena kau biang keladinya…

NENEK

Kau yang menghancurkan cucuku, sompret !

RIO

Tapi kau yang kesatu menghancurkan pacarku !

Seharusnya kau urus liang lahat…

Ukur jangan sampai terlalu longgar…

Bumi ini akan menolak jika kau minta kubur terlalu longgar !!

NENEK

Hei…kenapa kau urus masalah kubur segala heh ?

RIO

Karena kau yang sengaja minta dikubur !!

Orang yang suka mengubur keinginan orang lain,

memang selayaknya dikubur !!

NENEK

Lancang kau tengik !

Kau apakan cucuku itu ?

RIO

Kau yang harus jawab !!

Kau apakan pacarku itu heh ?

KEDUANYA DIAM. TERENGAH-ENGAH DAN SEPERTI KEHABISAN KATA-KATA. NENEK DAN RIO BERBARENGAN MENATAP AMARAL YANG MASIH TERDUDUK LESU.

NENEK

Kenapa kau diam ?

RIO

Kau sendiri kenapa ?

NENEK

Aku capek…bengekku kambuh !

RIO

Sama…aku juga capek !

RIO MEMBOPONG AMARAL DIBAWA MASUK KE KAMAR. TAPI DI PINTU KAMAR NENEK MALAH MENGHALANGI.

NENEK

Langkahi dulu mayatku…

RIO

Tak sudi…bisa-bisa aku impoten !!

Minggir atau aku kasih kentut !

NENEK MENUTUP HIDUNG DAN MULAI BATUK-BATUK.

RIO

Baru kentut bohongan sudah panik…

NENEK

( BICARA PADA PENONTON )

Dasar busuk !

Masih hidup saja sudah bau busuk…

Apalagi kalau sudah mati !!

Jangan-jangan akan tercium sampai Amerika…

RIO

Hei…tua bangka hentikan omonganmu !!

Nanti kalau Amerika kentut, kau bisa celaka !!

Nasibmu bisa lebih parah dari Saddam Husein !!

NENEK

Tuh kan…kentut lagi !!

Aku mual tahu…

RIO

Itu baru ngomong…kentutnya belum

NENEK

Cih…pantas cucuku hamil…

Sering kena kentut kau rupanya…

RIO KELUAR DARI KAMAR AMARAL. IA TERSENYUM MANIS PADA NENEK. NENEK TERLIHAT KAGET DAN LANGSUNG GEMETARAN.

RIO

Kenapa kita tidak membentuk koalisi …

Kita bikin poros penyelamat amaral…

Kalau nenek setuju,

kita bisa kompromi bagi-bagi kentut !!

atau kita bagi-bagi kursi….

NENEK

Aku tak butuh kentut …kursi goyangku masih cukup kuat…

RIO

Oke…kita bagi-bagi kursi goyang…bagaimana ?

NENEK

Heh…apa maksudmu tengik ?!

RIO

Kita kompromi saja…kita selamatkan Amaral…

Nenek akui saja, Amaral itu hamil sama nenek…

NENEK

Apa bisa ?

RIO

Namanya juga kompromi,

apa sih yang nggak bisa, Nek ?

RIO MENGGANDENG NENEK LALU DISURUHNYA DUDUK DI KURSI GOYANG. KURSI ITU DIGOYANG-GOYANGKAN OLEH RIO. MULA-MULA PELAN, MAKIN LAMA MAKIN KENCANG. PADA SATU KESEMPATAN DENGAN SELENDANG PUTIH, RIO MENJERAT LEHER NENEK. NENEK TERLIHAT KELOJOTAN. LALU DIAM. TAPI KURSI GOYANG ITU MASIH TERUS BERGOYANG.

***

4

BABAK EMPAT

PANGGUNG ADALAH SEBUAH JALAN CUKUP RAMAI. DARI SATU ARAH MUNCUL AMARAL BERSAMA SEORANG ANAK KECIL, PUTRI (ANAKNYA). DI DEPAN BEBERAPA ORANG YANG SEDANG NONGKRONG, AMARAL MENARI DENGAN GEMULAI. MUSIK PENGIRINGNYA DARI MULUT PUTRI. SELESAI MENARI, AMARAL MENYODORKAN KALENG BEKAS SUSU. BEBERAPA ORANG MEMASUKAN UANG RECEHAN KE DALAM KALENG ITU. AMARAL MENGANGGUK DAN TERSENYUM BAHAGIA. PADA SALAH SATU SUDUT PANGGUNG, KOTAK RAKSASA HITAM PUTIH TERONGGOK TANPA DIPEDULIKAN ORANG-ORANG.

DI SUDUT PANGGUNG, AMARAL DUDUK BERSAMA PUTRI. IA MULAI CERITA TENTANG KEBAIKAN DAN KEBEJATAN ORANG-ORANG.

AMARAL

Kau tahu orang-orang itu, Nak ?

Kemarin ketika matahari di atas,

mereka adalah para pengagum ibu !!

Mereka itu siap menjilati keringat ibu !!

PUTRI

Ih…jorok…

Apa mereka tidak makan ?!

AMARAL

Makan…mereka makan…

Tapi tidak dengan mulut-mulutnya…

PUTRI

Kok gitu, Bu !

AMARAL

Mereka makan tidak dengan mulut-mulutnya…

Mereka makan dengan pantat-pantatnya…

Kau pasti bingung…tapi sudahlah,

tugas seorang ibu memang menyampaikan segala sesuatu

yang membingungkan anaknya…

nenek juga dulu begitu pada ibu…

Buyutmu juga sama saja…bahkan lebih membingungkan lagi !!

PUTRI

Apa pantat orang-orang itu ada giginya ?

AMARAL

Tidak ! Tentu saja tidak ada !

PUTRI

Bagaimana mereka makan ?

AMARAL

Mereka akan memaksa memasukannya …

Mereka memang sering memaksakan kehendaknya…

Mereka akan memakan apa saja…

Memakan siapa saja !!

PUTRI

Memakan ibu ?

AMARAL

Ya ! hampir saja…

Hampir saja ibu mereka makan juga…

Beruntung ibu punya benteng yang kokoh…

Ayahmu…Rio namanya !

( MENERAWANG JAUH )

Dia lelaki tampan juga gagah…

Selalu melindungi ibu dari kerakusan orang-orang itu !!

PUTRI

Ayah hebat !!

AMARAL

Ayahmu memang hebat…

Jauh lebih hebat dari Superman…apalagi Gatotkoco..

PUTRI

Ayah bisa terbang ?

AMARAL

Tentu, sayang ! Ayahmu bisa terbang…

PUTRI

Ayah punya sayap ?

AMARAL

Tidak !

PUTRI

Kok nggak punya sayap bisa terbang ?!

AMARAL

Ia terbang dengan uangnya…

Ia terbang dengan jabatannya…

Ia terbang dengan ambisinya…

Bahkan dengan pikiran-pikirannya…

PUTRI

Ibu ngawur !!

AMARAL

( TERSENTAK KAGET )

apa benar ibu bicara ngawur ?

PUTRI MENGANGGUK. MENDEKATI KOTAK RAKSASA YANG TERONGGOK DI SUDUT LAIN. ANAK ITU MENCOBA UNTUK MENAIKINYA, TAPI TIDAK BERHASIL. IA MENGAJAK IBUNYA UNTUK MENAIKI KOTAK RAKSASA ITU. AMARAL SEPERTI MULAI TERSADARKAN DENGAN KEHADIRAN KOTAK ITU. KOTAK YANG PERNAH MELAMBUNGKAN FANTASINYA.

AMARAL

Jangan kau naiki kotak ini, sayang !

Kotak ini terlalu tinggi…

Tak bisa kau jangkau sendiri !!

PUTRI

Ibu pernah naik kotak ini ?

AMARAL

( TERSENYUM PAHIT )

Ya…ya…dulu ibu pernah menaiki kotak ini…

Ibu juga pernah merasakan jatuh dari kotak ini…

( SEDIH. MENGUSAP AIR MATA )

PUTRI

Ibu nangis ?

Kata ibu jangan pernah menangis…

Kata ibu menangis itu bodoh !!

Kata ibu…menangislah kalau menghadapi kematian…

Siapa yang akan mati sekarang, Bu ?

AMARAL

( TERSENTAK KAGET )

Ibu tidak menangis…

Ibu hanya ingat Buyutmu… ibu juga ingat ayahmu…

PUTRI

Apa uyut naik kotak ini, Bu ?

SEORANG LELAKI

Buyutmu tentu tidak pernah menaiki kotak ini, Nak !

Tapi ia seperti ditulis sejarah…

Pernah melarang ibumu menaiki kotak ini…

Inilah kotak raksasa… kotak fantasi…

Yang hanya akan membuat gila siapa saja yang menaikinya…

AMARAL

( MEMBENTAK )

Jangan hancurkan anakku !

SEORANG LELAKI

Tidak mungkin, Nyonya !

Karena saya adalah tanah di sini …

Tanah yang pernah menyaksikan bagaimana anda dulu…

Demikian mabuk kesuksesan…

Demikian mabuk kehormatan…

Demikian mabuk kekayaan…prestasi…pujian…dan…

AMARAL

Cukup !

PUTRI

( KAGET DAN HAMPIR MENANGIS )

Orang gila ya, Bu ?!

AMARAL

Ya, dia memang gila !

Ayo kita menyingkir dari sini…

PUTRI

Ayo, Bu ! kita menyingkir…

Ibu menari lagi…dan Putri main musik lagi…

AMARAL MENJAUHI KOTAK RAKSASA DAN LELAKI MISTERIUS ITU, TAPI ENTAH KENAPA KAKINYA SEPERTI TERPATOK. TAK BISA MELANGKAH. PUTRI TAMPAK KAGET DAN TERUS MEMAKSA AGAR AMARAL MENINGGALKAN TEMPAT ITU. LELAKI MISTERIUS ITU HANYA TERSENYUM PAHIT.

PUTRI

Ayo, Bu !

Ibu harus nari… nari, Bu !

AMARAL

Sebentar sayang… ibu tidak bisa melangkah…

SEORANG LELAKI

Kau tak mungkin meninggalkan tempat ini…

Tanah ini adalah saksi…

Bagaimana kau terbius fantasimu…

Kau tak mungkin meninggalkan tempat ini…

Tanah ini adalah saksi…

Bagaimana kau tergila-gila kehidupan orang lain…

PUTRI

Lari ibu… ayo lari !

AMARAL

Tidak bisa sayang…

PUTRI

Menari… ayo ibu menari…

Aku yang main musik….

PUTRI MAIN MUSIK DENGAN MULUTNYA. AMARAL MULAI MENARI. TAPI ENTAH KENAPA TARIANNYA TIDAK LUWES. TARI ITU PATAH-PATAH SEPERTI GERAKAN ROBOT. KAKU DAN MENYEBALKAN. LELAKI MISTERIUS ITU LAGI-LAGI TERSENYUM.

SEORANG LELAKI

Kau tak bisa menari…

Karena dulu kau pernah menghina tarian…

Kau sering menelantarkan tarian…

Kau anggap tarian adalah tiket masuk…

Ke dunia gemerlap dan erotis…

Kau telah menelantarkan tarian…

Sekarang rasakan bagaimana tarian mengutukmu !!

PUTRI TERUS MAIN MUSIK DAN AMARAL TERUS MENARI PATAH-PATAH. KEDUANYA TERUS MELAKUKAN ITU TANPA LELAH DAN TANPA MEMPEDULIKAN LAGI ORANG-ORANG DI SEKITARNYA YANG MULAI MENCIBIR. BEBERAPA ORANG BAHKAN ADA YANG MELEMPARNYA DENGAN BEKAS MAKANAN DAN KOTORAN.

PUTRI

Lapar…Bu, lapar !

AMARAL

Sebentar sayang…tugas kita belum selesai…

Ayo…musiknya mana…

Ibu akan menari terus…

PUTRI

Lapar…lapar…

AMARAL

Lapar ? apa itu lapar sayang ?

Ibu tidak pernah merasakannya…

PUTRI BENGONG DAN MENATAP TAJAM KE AMARAL. LELAKI MISTERIUS ITU LALU MEMBERI ISYARAT AGAR PUTRI MENDEKATI KOTAK RAKSASA.

AMARAL

Buyutmu dulu tidak pernah mengajarkan ibu lapar…

Buyutmu hanya mengajari bagaimana kita memberi orang lapar…

Buyutmu memang hebat…

PUTRI

Hebat seperti ayah, Bu ?

AMARAL

Ya, hebat seperti ayah !

PUTRI BENAR-BENAR MENDEKATI KOTAK RAKSASA ITU TAPI TIDAK BERHASIL. LAGI-LAGI IA JATUH. AMARAL BERHENTI MENARI. MEMEGANG PUTRI AGAR MENAIKI KOTAK ITU. PUTRI SEKARANG TELAH MENAIKI KOTAK ITU. IA TAMPAK SUKACITA. ANAK ITU BAHKAN MENARI-NARI. PADA SAAT  PUTRI MENARI ITULAH DARI DALAM KOTAK TERDENGAR ADA SUARA. PUTRI LONCAT MEMBURU AMARAL.

PUTRI

Takut…Putri takut…

SEORANG LELAKI

Ada yang tidak beres dengan kotak ini…

Awas… awas… kalian menyingkir !!

Jangan-jangan ada bom waktu !!

AMARAL

Bom ? awww…bom…bom !!

Ke sini sayang… ada bom…

Bom…!

( BERPIKIR MENGINGAT SESUATU. IA TERINGAT UCAPAN NENEK KETIKA IA SEDANG BICARA DENGAN RIO )

Bom ? apa kentut ?

SEORANG LELAKI

Tenang…sabar…kalian harus bisa menjaga diri !

Percayalah…selama ada saya,

semua aman dan terkendali !

PUTRI

Bom ?

Bom itu apa, Bu ? Bom itu manis apa pahit ?

AMARAL

Bom itu…ya…bom itu seperti tangan raksasa…

Akan merenggut siapa saja yang lemah…

Bom itu…

Ah…sudahlah !

Nanti kalau kau besar, akan tahu apa itu bom !

PUTRI HANYA DIAM. BENGONG. BAHKAN TERLIHAT IA MULAI FRUSTASI. IA MENDEKATI KOTAK ITU LAGI, TAPI CEPAT-CEPAT DILARANG OLEH LELAKI MISTERIUS ITU.

SEORANG LELAKI

Lihat…ada yang bergerak di dalam kotak ini !

Ada kehidupan…

AMARAL

Bukalah !

SEORANG LELAKI

Ya…saya harus membukanya !

Satu…dua…

Apa saya harus membuka ini ?

Kalau ini bom waktu…saya pasti korban pertama…

( BERPIKIR )

tapi nggak apa-apa…kesempatan untuk jadi pahlawan,

tak pernah datang dua kali…

kalau ini bom waktu dan saya mati…

tolong beritahukan pada tukang ketupat di sudut gang ini…

saya sudah dua kali belum bayar…

makan kerupuk tiga, tak pernah saya hitung…

LELAKI MISTERIUS ITU MULAI MEMBUKA TALI KOTAK RAKSASA ITU, KEMUDIAN BUNGKUSNA DIBUKA SATU PERSATU. LALU TUTUP KOTAK ITU DIBUKA. ADA YANG MENGEPUL DARI DALAM KOTAK.

SEORANG LELAKI

Kurang ajar… ternyata bukan bom…

Ini hanya kotak kentut…

Kau benar… ini bukan bom tapi kentut…

AMARAL

( MENENGOK KE DALAM KOTAK. IA KAGET )

ada orang… ada orang…

lihat… ada orang…

LELAKI MISTERIUS ITU MEMERIKSA SEMENTARA AMARAL MENJAUH DAN MENGGENDONG PUTRI. LELAKI MISTERIUS ITU MENDENGUS KARENA MENCIUM BAU YANG TAK SEDAP.

SEORANG LELAKI

Sialan ! sudah mati masih kentut…

( BERPIKIR )

oh…bukan…bukan kentut…

ia memang sudah mati !

yang saya cium tadi…oh alah…bau bangkai !

ya…benar…bau bangkai !!

AMARAL

Bangkai ?!

PUTRI

Bangkai itu apa, Bu ?

AMARAL

Bangkai itu…bau…ya…bau !

LELAKI MISTERIUS ITU MULAI MENGGOYANG-GOYANG TUBUH KAKU ITU. DILUAR DUGAAN MAYAT ITU BANGKIT. AMARAL MEMEKIK KAGET KARENA TERNYATA YANG DI DALAM KOTAK ITU NENEK. NENEK KELUAR DARI KOTAK, SEMENTARA LELAKI MISTERIUS MENJAUH KETAKUTAN.

AMARAL

Nek…nenek ? nenekkah itu ?

Ah, ternyata nenek masih bisa senyum…

Tapi apakah nenek hidup atau mati ?

SEORANG LELAKI

Dia telah mati…

Aku mencium bau bangkai tadi…

Dia itu pasti arwah penasaran…

NENEK

Aku bukan arwah penasaran…

Tapi jasad dan jiwa penasaran !!

Karena belum tuntas bicara pada cucu dan cicitku !!

AMARAL

Nenek…?

NENEK

Kau tak perlu kaget…

Sejarah telah menuliskan semuanya dengan baik…

Perjalanan kau juga telah dituliskannya…

Ketika kau punya anak…ngamen…makan…

Juga telah dengan baik dituliskannya…

Percayalah !

AMARAL

Apa maksud nenek ?

NENEK

Aku hanya ingin mengatakan …

Apa yang aku katakan dulu adalah kebenaran…

Riomu memang brengsek…

Sepanjang hidupnya terus brengsek !!

Sepertinya dia dilahirkan untuk brengsek !!

AMARAL

Sudahlah, Nek !

Rio itu suamiku…bapak cicit nenek ini !!

PUTRI

Uyut, Bu ?!

Uyut bau kentut, Bu ?

AMARAL

Ya…karena uyut sudah tua…

PUTRI

Apa semua yang tua bau kentut ?

NENEK

Tidak !

Tidak semua orang tua bau kentut !!

PUTRI BERLARI KE ARAH NENEK. AMARAL YANG MENCEGAH TIDAK BISA MENGHALANGI. LELAKI MISTERIUS JUGA TAK BISA BERBUAT APA-APA. NENEK KEMUDIAN MENGGENDONG PUTRI. IA MULAI CERITA TENTANG KEHIDUPAN AMARAL TANPA MEMPEDULIKAN AMARAL SENDIRI.

NENEK

Ibumu itu terlalu egois…

Ia selalu menganggap benar sendiri…

Padahal kebenaran itu milik semua !!

Milik bersama !!

PUTRI

Uyut masih batu kentut !!

NENEK

( TAK PEDULI DAN TERUS BICARA )

Kebenaran ada dimana-mana…

Tidak boleh dikuasi oleh seseorang !!

Kalau saja ia tidak egois, tentu akan jadi lain ceritanya…

Bapakmu juga sama-sama egois…

Bahkan brengsek !!

PUTRI

Huh…bau !!

NENEK

( TIDAK PEDULI DAN TERUS BICARA. TAK BISA DIREM )

Ia tidak saja membuat ibumu senewen…

Tapi telah berhasil membuat malu sepanjang masa !!

Kau tau, Nak, ibumu pernah mau bunuh diri !!

Ia kira dengan bunuh diri semua urusan akan selesai…

Tapi sudahlah…kau jangan seperti ibumu…

Pandanglah dunia dengan bijaksana !!

Minumlah jamu setiap saat kau merasa perlu

Jangan minum sirup…

PUTRI

Mau sirup, Bu !!

NENEK

( TERSENYUM PAHIT )

Minum sirup itu manis sekarang !!

Enak sekarang !!

Tapi bisa membuat kamu mencret…

Tapi jamu…pahit sekarang…

Tapi bisa membuat kamu sehat !!

Paham kau ?

PUTRI MENGGELENG BAHKAN MEMAKSA UNTUK TURUN. AMARAL TERTUNDUK MALU. IA SEPERTI SEDANG MELIHAT DIRINYA DI CERMIN. AMARAL KEMUDIAN MULAI BANGKIT, MENATAP KE ARAH TAK TERBATAS. IA MULAI MENARI. ANEHNYA KINI BISA LUWES SEPERTI SEDIA KALA.           AMARAL TERTERLIHAT KAGET TAPI IA TERUS MENARI. PUTRI MULAI BERMAIN MUSIK DENGAN MULUTNYA.

NENEK MEMPERHATIKAN DENGAN SENYUM. LALU IA MELIHAT KE ARAH LELAKI MISTERIUS ITU. KEDUANYA SALING MENATAP SEPERTI DUA SAHABAT YANG TELAH LAMA BERPISAH.

NENEK

Tugas kamu sudah selesai !

Sekarang kembalilah !

SEORANG LELAKI

Kembali ke mana ?

Aku tak tahu jalan kembali…

NENEK

Kemarilah !

LELAKI MISTERIUS ITU LALU MENDEKATI NENEK. KEDUANYA SALING MENATAP. LALU MENDEKAT DAN SEMAKIN MENDEKAT. LELAKI MISTERIUS ITU TIBA-TIBA HILANG DARI PANDANGAN DAN NENEK LANGSUNG AMBRUK. IA BENAR-BENAR MATI SEKARANG. MELIHAT KEJADIAN ITU AMARAL TIDAK PEDULI. IA TERUS MENARI SEMENTARA PUTRI TERUS BERMAIN MUSIK DENGAN MULUT.

***

NASKAH DRAMA:

BADAI SEPANJANG MALAM

Karya MAX ARIFIN

Para Pelaku:

1.Jamil, seorang guru SD di Klaulan,Lombok Selatan,berumur 24 tahun

2.Saenah,istri Jamil berusia 23 tahun

3.Kepala Desa,suara pada flashback

Setting :

Ruangan depan sebuah rumah desa pada malam hari.Di dinding ada lampu

minyak menyala.Ada sebuah meja tulis tua. Diatasnya ada beberapa buku

besar.Kursi tamu dari rotan sudah agak tua.Dekat dinding ada balai balai .Sebuah radio transistor juga nampak di atas meja.

Suara :

Suara jangkerik.suara burung malam.gonggongan anjing di kejauhan.Suara Adzan subuh.

Musik:

Sayup sayup terdengar lagu Asmaradahana,lewat suara sendu seruling

Note:

Kedua suami istri memperlihatkan pola kehidupan kota.dengan kata lain,mereka berdua memang berasal dari kota.tampak pada cara dan bahan pakaian yang mereka kenakan pada malam hari itu.mereka juga memperlihatkan sebagai orang yang baik baik.hanya idelisme yang menyala nyala yang menyebabkan mereka berada di desa terpencil itu.

01.Begitu layar tersingkap, nampak jamil sedang asyik membaca.Kaki nya ditelusurkan ke atas kursi di depannya.Sekali sekali ia memijit mijit keningnya dan membaca lagi.Kemudian ia mengangkat mukanya,memandang jauh ke depan,merenung dan kembali lagi pada bacaannya.Di kejauhan terdengar salak anjing melengking sedih.Jangkerik juga menghiasi suasana malam itu. Di kejauhan terdengar seruling pilu membawakan Asmaradahana.

Jamil menyambar rokok di atas meja dan menyulutnya.Asap berekepul ke atas.Pada saat itu istrinya muncul dari balik pintu kamar.

02.Saenah :

Kau belum tidur juga?kukira sudah larut malam.Beristirahatlah,besok kan hari kerja?

03.Jamil:

Sebentar,Saenah.Seluruh tubuhku memang sudah lelah,tapi pikiranku masih saja mengambang ke sana kemari.Biasa, kan aku begini malam malam.

04.saenah:

Baiklah.tapi apa boleh akuketahui apa yang kaupikirkan malam ini?

05.jamil:

Semuanya,semua apa yang kupikirkan selama ini sudah kurekam dalam buku harianku,Saenah.Perjalanan hidup seorang guru muda-yang ditempatkan di suatu desa terpencil-seperti Klulan ini kini merupakan lembaran lembaran terbuka bagi semua orang.

06.Saenah:

Kenapa kini baru kau beritahukan hal itu padaku?Kau seakan akan menyimpan suatu rahasia.Atau memang rahasia?

07.Jamil:

Sama sekali bukan rahasia ,sayangku! Malam malam di tempat terpencil seakan memanggil aku untuk diajak merenungkan sesuatu.Dan jika aku tak bisa memenuhi ajakannya aku akan mengalami semacam frustasi.Memang pernah sekali,suatu malam yang mencekam,ketika aku sudah tidur dengan nyenyak,aku tiba pada suatu persimpangan jalan di mana aku tidak boleh memilih.Pasrah saja.Apa yang bisa kaulakukan di tempat yang sesunyi ini?[Dia menyambar buku hariannya yang terletak di atas meja dan membalik balikkannya] Coba kaubaca catatanku tertanggal…[sambil masih membolak balik]..ini tanggal 2 oktober 1977.

08.Saenah:

[Membaca] “Sudah setahun aku bertugas di Klaulan.Suatu tempat yang terpacak tegak seperti karang di tengah lautan,sejak desa ini tertera dalam peta bumi.Dari jauh dia angker,tidak bersahabat:panas dan debu melecut tubuh.Ia kering kerontang,gersang.Apakah aku akan menjadi bagian dari alam yang tidak bersahabat ini?Menjadi penonton yang diombangkan ambingkan oleh…barang tontonannya.Setahun telah lewat dan selama itu manusia ditelan oleh alam”.[Pause dan Saenah mengeluh;memandang sesaat pada Jamil sebelum membaca lagi].”Aku belum menemukan kejantanan di sini.Orang orang seperti sulit berbicara tentang hubungan dirinya dengan alam.Sampai di mana kebisuan ini bisa diderita?Dan apakah akan diteruskan oleh generasi generasi yang setiap pagi kuhadapai?Apakah di sini tidak dapat dikatakan adanya kekejaman.”[Saenah berhenti membaca dan langsung menatap pada Jamil]

09.Jamil:

Kenapa kau berhenti?jangan tatap aku seperti itu,Saenah.

10.Saenah:

Apakah tulisan ini tidak keterlaluan?Bisakah ditemukan kejujuran di dalamnya?

11.Jamil:

Kejujuran kupertaruhkan di dalamnya,Saenah.Aku bisa mengatakan,kita kadang-kadang dihinggapi oleh sikap sikap munafik dalam suatu pergaulan hidup.Ada ikatan ikatan yang mengharuskan kita berkata “Ya!” terhadap apa pun,sekalipun dalam hati kecil kita berkata”Tidak”.Kejujuranku mendorong aku berkata,”Tidak”,karena aku melatih diri menjadi orang yang setia kepada nuraninya.Aku juga tahu, masa kini yang dicari adalah orang orang yang mau berkata”Ya”.Yang berkata “Tidak” akan disisihkan.[Pause] Memang sulit,Saenah.Tapi itulah hidup yang sebenarnya terjadi.Kecuali kalau kita mau melihat hidup ini indah di luar,bobrok di dalam.Itulah masalahnya.[Pause.Suasana itu menjadi hening sekali.Di kejauhan terdengar salak anjing berkepanjangan]

12.Saenah:

Aku tidak berpikir sampai ke sana. Pikiranku sederhana saja.kau masih ingat tentunya,ketika kita pertama kali tiba di sini,ya setahun yang lalu.Tekadmu untuk berdiri di depan kelas,mengajar generasi muda itu agar menjadi pandai.Idealismemu menyala nyala.Waktu itu kita disambut oleh Kepala Desa dengan pidato selamat datangnya.[S aenah lari masuk.Jamil terkejut.tetapi sekejap mata Saenah muncul sambil membawa tape recorder!] Ini putarlah tape ini.Kaurekam peristiwa itu.[Saenah memutar tape itu,kemudian terdengarlah suara Kepala Desa]’…Kami ucapkan selamat datang kepada Saudara Jamil dan istri.Inilah tempat kami.Kami harap saudara betah menjadi guru di sini.Untuk tempat saudara berlindung dari panas dan angin,kami telah menyediakan pondok yang barangkali tidak terlalu baik bagi saudara.Dan apabila Anda memandang bangunan SD yang cuma tiga kelas itu.Dindingnya telah robek,daun pintunya telah copot,lemari lemari sudah reyot,lonceng sekolah bekas pacul tua yang telah tak terpakai lagi.Semunya,semuanya menjadi tantangan bagi kita bersama.Selain itu,kami perkenalkan dua orang guru lainnya yang sudah lima tahun bekerja di sini.Yang ini adalah Saudara Sahli,sedang yang berkaca mata itu adalah Saudara Hasan.Kedatangan Saudara ini akan memperkuat tekad kami untuk membina generasi muda di sini.Harapan seperti ini menjadi harapan Saudara Sahli dan Saudara Hasan tentunya.”[Saenah mematikan tape.Pause,agak lama.Jamil menunduk,sedang Saenah memandang pada Jamil.Pelan pelan Jamil mengangkat mukanya.Mereka berpandangan]

13.Saenah:

Semua bicara baik-baik saja waktu itu dan semuanya berjalan wajar.

14.Jamil:

Apakah ada yang tidak wajar pada diriku sekarang ini ?

15.Saenah:

Kini aku yang bertanya:jujurkah pada nuranimu sendiri?Penilaian terakhir ada pada hatimu.dan mampukah kau membuat semacam pengadilan yang tidak memihak kepada nuranimu sendiri?Karena bukan mustahil sikap keras kepala yang berdiri di belakang semuanya itu.Terus terang dari hari ke hari kita seperti terdesak dalam masyarakat yang kecil ini.

16.Jamil:

Apakah masih harus kukatakan bahwa aku telah berusaha berbuat jujur dalam semua tindakanku?Kau menyalahkan aku karena aku terlalu banyak bilang”Tidak” dalam setiap dialog dengan sekitarku.Tapi itulah hatiku yang ikhlas untuk ikut gerak langkah masyarakatku.Tidak,Saenah.Mental masyarakat seperti katamu itu tidak terbatas di desa saja, tapi juga berada di kota

17.Saenah:

Kau tidak memahami masyarakatmu.

18.Jamil:

Masyarakat itulah yang tidak memahami aku.

19.saenah:

siapa yang salah dalam hal ini.

20.Jamil:

Masyarakat.

21.Saenah:

Yang menang ?

22.Jamil:

Aku

23.Saenah:

Lalu ?

24.Jamil:

Aku mau pindah dari sini.[Pause. Lama sekali mereka berpandangan.].

25.Saenah:

[Dengan suara rendah]Aku kira itu bukan suatu penyelesaian.

26.Jamil:

[Keras] Sementara memang itulah penyelesaiannya.

27.Saenah:

[Keras]Tidak! Mesti ada sesuatu yang hilang antara kau dengan masyarakatmu.Selama ini kau membanggakan dirimu sebagai seorang idealis.Idealis sejati,malah.Apalah arti kata itu bila kau sendiri tidak bisa dan tidak mampu bergaul akrab dengan masyarakatmu.[Pause]

[Lemah diucapkan]Aku terkenang masa itu,ketika kau membujuk aku agar aku mu datang kemari[Flashback dengan mengubah warn cahaya pelan pelan.Memakai potentiometer.Bisa hijau muda atau warna lainnya yang agak kontras dengan warna semula.Musik sendu mengalun]

28.Jamil:

Aku mau hidup jauh dari kebisingan,Saenah.Aku tertarik dengan kehidupan sunyi di desa,dengan penduduknya yang polos dan sederhana.Di sana aku ingin melihat manusia seutuhnya.Manusia yang belum dipoles sikap sikap munafik dan pulasan belaka.Aku harap kau menyambut keinginanku ini dengan gembira,dan kita bersama sama kesana.Di sana tenagaku lebih diperlukan dari pada di kota.Dan tentu banyak yang dapat aku lakukan.

29.Saenah:

Sudah kaupikirkan baik baik? Perjuangan di sana berarti di luar jangkauan perhatian.

30.Jamil:

Aku bukan orang yang membutuhkan perhatian dan publikasi.Kepergianku ke sana bukan dengan harapan untuk menjadi guru teladan.Coba bayangkan,siapa pejabat yang bisa memikirkan kesulitan seorang guru yang bertugas di Sembalun,umpamanya?Betul mereka menerima gaji tiap bulan.Tapi dari hari ke hari dicekam kesunyian,dengan senyum secercah terbayang di bibirnya bila menghadapi anak bangsanya.dengan alat alat serba kurang mungkin kehabisan kapur,namun hatinya tetap di sana.Aku bukan orang yang membutuhkan publikasi,tapi ukuran ukuran dan nilai nilai seorang guru di desa perlu direnungkan kembali.Ini bukan ilusi atau igauan di malam sepi,Saenah.Sedang teman teman di kota mempunyai kesempatan untuk hal hal yang sebaliknya dari kita ini.Itulah yang mendorong aku,mendorong hatiku untuk melamar bertugas di desa ini.

31.Saenah:

Baiklah, Sayang.Ketika aku melangkahkan kaki memasuki gerbang perkawinan kita,aku sudah tahu macam suami yang kupilih itu.Aku bersedia mendampingimu.Aku tahu,apa tugas utamaku disamping sebagai seorang ibu rumah tangga.Yaitu menghayati tugas suami dan menjadi pendorong utama karirnya.Aku bersedia meninggalkan kota yang ramai dan aku sudah siap mental menghadapi kesunyian dan kesepian macam apa pun.Kau tak perlu sangsi.[Pause senbentar.Pelan pelan lampu kembali pada cahaya semula]

32.Saenah:

Kini aku menjadi sangsi terhadap dirimu.Mana idealisme yang dulu itu? Tengoklah ke kanan.apakah jejeran buku-buku itu belum bisa memberikan jawaban pada keadaan yang kauhadapi sekarang?Di sana ada jawaban yang diberikan oleh Leon Iris,Erich Fromm,Emerson atau Alvin Toffler.Ya,malam malam aku sering melihat kau membuka-buka buku-buku Erich Fromm yang berjudul The Sane Society atau Future Shock nya Alvin Toffler itu.

33.Jamil:

Apa yang kau kauketahui tentang Eric Fromm dengan bukunya itu? Atau Toffler?

34.Saenah:

Tidak banyak.Tapi yang kuketahui ada orang-orang yang mencari kekuatan pada buku-bukunya.Dan dia tidak akan mundur walau kehidupan pahit macam apa pun dosodorkan kepadanya.karena ia mempunyaai integritas diri lebih tinggi dri orang-orang yng menyebabkan kepahitan hidupnya.apakah kau menyerah dalam hal ini?Ketika kau melangkahkan kakimu memasuki desa ini terlalu bnyak yang akan kausumbngkan padanya,ini harsus kauakui.Tapi kini-akuilah-kau menganggap desa ini terlalu banyak meminta dirimu.Inilah resiko hidup di desa.Seluruh aspek kehidupan kita disorot.Smpai sampai soal pribadi kita dijadikan ukuran mampu tidaknya kita bertugas.Dan aku tahu hal itu.Karena aku kenal kau.[Suasana menjadi hening sekali.Pause]

Aku sama sekali tak menyalahkan kau.malah dim diam menghargai kau, dan hal itu sudah sepantasnya.Aku tidak ingin kau tenggelam begitu saja dalam suatu msyarakat atau dalam suatu sistem yang jelek namun telah membudaya dalam masyarakat itu.Di mana pun kau berda.juga sekiranya kau bekerja di kantor.Kau pernah dengan penuh semangat menceritakan bagaimana novel karya Leon Uris yang berjudul QB VII.Di sana Uris menulis,katamu bahwa seorang manusia harus sadar kemanusiaannya dan berdiri tegak antara batas kegilaan lingkungannya dan kekuatan moral yang seharusnya menjadi pendukungnya.Betapapun kecil kekuatan itu.Di sanalah manusia itu diuji.Ini bukan kuliah.Aku tak menyetujui bila kau bicara soal kalah menang dalam hal ini.Tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang.Dialog yang masih kurang.

34.Jamil:

Aku mungkin mulai menyadari apa benda yang hilang yang kaukatakan tadi.generasi sekarang mengalami kesulitan dalam masalah hubungan.Hubungan antar sesama manusia.Mereka mengalami apa yang disebut kegaguan intelektual.kita makin cemas,kita seakan akan mengalami kemiskinan artikulasi.Disementara sekolah di banyak sekolah malah,mengarang pun bukanlah menjadi pelajaran utama lagi,sementara makin banyak gagasan yang harus diberitahukan ke segala sudut.Pertukaran pikiran makin dibutuhkan.

35.Saenah:

Ya,seperti pertukaran pikiran malam ini.Kita harus yakin akan manfaat pertukaran .Ada gejala dalam masyarakat di mana orang kuat dan berkuasa segan bertukar pikiran.Untuk apa ,kata mereka.Kan aku berkuasa.

36.Jamil;

Padahal nasib suatu masyarakat tergantung pada hal-hal itu.Dan kita jangan melupakan kenyataan bahwa masyarakat itu bukan saja berada dalam konflik dengan orang-orang yang mempunyai sikap yang tidak sosial tetapi sering pula konflik dengan sifat sifat manusia yang paling dibutuhkan,yang justru ditekan oleh masyarakat itu sendiri.

37.Saenah:

Itu kan Erich Fromm yang bilang.

38.Jamil:

Memang aku mengutip dia.[Dari kejauhan terdengar suara bedug subuh kemudian adzan]

39.Saenah:

Aduh,kiranya sudah subuh.Pagi ini anak-anak menunggumu,generasi muda yang sangat membutuhkan kau.

40.Jamil:

Aku akan tetap berada di desa ini,sayangku.

41.Saenah:

Aku akan tetap bersamamu.Yakinlah.[Jamil menuntun istrinya ke kamar tidur.Musik melengking keras lalu pelan pelan,sendu dan akhirnya berhenti].

Catatan:

Naskah ini pernah dimuat dalam buku Kumpulan Drama Remaja, editor A.Rumadi.Penerbit PT Gramedia Jakarta,1988,halaman 25-33

Nimok, Aku cinta kamu.

Karya : I n u l.

( Hardjono Wiryosoetrisno )

Daftar Pemain.

1. Nimok         : remaja putri umur 17 tahun,

cerdas, cantik dan lincah.

2. Momon       :  remaja putra umur sekitar 17 tahun

egois dan manja

3. Anu             :  suara – suara imaginer kedua tokoh berjumlah bebas.

4. Pasien         :  tokoh pengguna narkoba putra umur sekitar 17 tahun, kurus ceking dan lelah.

Dibantu pemain musik kalau perlu musik alternatif.

Synopsis :

Awalnya, Nimok menolong Momon yang menjadi korban pengguna narkoba hanya karena keduanya adalah sahabat. Momon berhasil lepas dari persoalan itu tetapi mencintai Nimok dan Nimok menolaknya.

Akibatnya, Momon makin parah terjerumus dalam persoalan itu kembali. Nimok kembali datang, tetapi tetap tidak ingin menerima cinta Momon.

Mengapa Nimok kembali datang ?

= = = = = = = = =

ADEGAN  I.

PANGGUNG GELAP. PEMAIN MUSIK TELAH SIAP DITEMPATNYA.

DENGAN IRAMA YANG TETAP MULUTPUN IKUT BERMUSIK.

DHING  DHANG THAK DHING  DHANG THAK  DHING  DHANG THAK

DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK…

MAKIN RAMAI. SESEKALI NAIK SESEKALI TURUN, SESEKALI KERAS SESEKALI PELAN.

LAMPU MENYALA, TAMPAK DIPOJOK PANGGUNG SEBUAH KURUNGAN DILILIT KAIN PANJANG DAN DI ATASNYA ADA SEBUAH KEMARON KECIL BERISI BUBUKAN KANJI ( SAGU ) ATAU TEPUNG.

MUSIK BERBUNYI TERUS.

KEMUDIAN MUNCUL NIMOK DAN MOMON SAMBIL MEMBAWA DUA BUAH KURSI SEBAGAI HAND PROPERTY MEREKA DIIRINGI PEMAIN PEMBANTU ATAU SUARA SUARA YANG AKHIRNYA MEMBUAT KOMPOSISI. SUARA SUARA SENDIRI BEGITU JUGA DENGAN NIMOK DAN MOMON. KEDUANYA MEMAINKANNYA DENGAN GERAK GERAK INDAH BUKAN GERAKAN TARI.

MUSIK MENGIRINGI GERAK MEREKA. SETELAH ITU KEDUANYA DUDUK DI KURSI MEREKA MASING MASING, DENGAN KOMPOSISI SEIMBANG. KURSI KEMBALI SEBAGAI PROPERTY MEREKA.

SUARA MAKIN KERAS BEGITU JUGA MUSIKNYA.

DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK…

Nimok dan Momon  : suara suara berhentilah

Suara suara                       :  Dhing dhang thak dhing dhang thak

Dhing dhang thak dhing dhang thak

Dhing dhang thak dhing dhang thak

Nimok dan Momon          :  suara suara berhentilah sebentar

Suara suara                       :  Dhing dhang thak dhing dhang thak

Dhing dhang thak dhing dhang thak

Nimok dan Momon          :  Suara apakah kalian ini ?

Suara suara                       : Kami adalah suaramu sendiri

Yang terus hidup sepanjang hari

Kenapa Nimok ?

Kenapa Momon ?

Dhing dhang thak dhing dhang thak

Dhing dhang thak dhing dhang thak

Nimok dan Momon          :  Berhentilah suara suara

Berhentilah sebentar, kami ingin bicara sendiri.

Suara-suara                       :  Sendirian ?

Nimok dan Momon          :  Nggak, kami berdua

Suara suara                       : tanpa kami ?

Nimok dan Momon          : Ya

Suara-suara                       :  Bib bab bib bab bib bab bib bab bib bab

Bib bab bib bab bib bab bib bab bib bab

KEMUDIAN SUARA SUARA ITU MEMBUAT KOMPOSISI BEGITU JUGA NIMOK DAN MOMON, MUSIK DAN SUARA MAKIN LAMA MAKIN LENYAP.

Nimok                                 :  Kenapa diam ?

MOMON DIAM TAK MENJAWAB.

Nimok                                 : kenapa diam ?

Momon                              :  nggak tahu

Nimok                                 : nggak tahu ?

Momon                              :  ya nggak tahu

Nimok                                 :  kenapa nggak tahu ?

Momon                              :  karena nggak tahu

Nimok                                 :  kenapa nggak tahu ?

Momon                              : ya karena nggak tahu

Nimok                                 :  oh…..

KEDUANYA DIAM LAGI DENGAN MOTIVASI BERBEDA, SEMENTARA SUARA SUARA BERMAIN SALING BERDIALOG DALAM HATI. HANYA GERAK GERAKNYA SAJA YANG MEMAINKAN DILOG MEREKA. DAN SEGERA DIAM KETIKA MOMON MULAI DIALOG.

Momon                              :   Kenapa diam?

Nimok                                 :   Apa?

Momon                              :   Kenapa diam?

Nimok                                 :   Karena ingin diam

Momon                              :   Kenapa ingin diam?

Nimok                                 :   Karena ya memang ingin diam

Momon                              :   Tidak ingin bicara

Nimok                                 :   Ingin

Momon                              :   Kapan

Nimok                                 :   Kapan kapan

Suara-suara                       :   Kapan Nimok?

Nimok                                 :   Kapan-kapan

Suara-suara                       :   Wuah nggak boleh begitu Nimok

Itu namanya mangkelan

Nggak boleh Nimok mangkelan

Jangan pendam dendammu sampai matahari tenggelam Nimok.

Nimok                                 :   Diamlah suara-suara

Suara-suara                       :  Bib bab bib bab bib bab bib bab bib bab

Bib bab bib bab bib bab bib bab bib bab

Momon                              :  Kau siapa ?

Nimok                                 :  Aku ?

Nimok !

Momon                              :  Nimok temanku ?

Nimok                                 :  Bukan saja temanmu

Tetapi sahabatmu

Momon                              :  sahabatku ?

Nimok                                 :  Ya sahabatmu

Suara-suara                       :  Ya benar Momon

Nimok sahabatmu datang lagi

Nimok sahabatmu balik lagi

Momon                              :  Kenapa kau datang lagi ?

Aku sudah tak ingin ketemu lagi

Kenapa kau masih datang lagi

Kenapa ?

Nimok                                 :  Karena aku sahabatmu Momon

Karena sahabatmu itulah aku mengharuskan datang kembali ke tempatmu.

KEDUANYA DIAM BERPIKIR.

Nimok                                 :  Karena aku sahabatmu, aku harus datang kembali.

Momon                              :  Kenapa masih ingin datang kembali ?

Nimok                                 :  Aku ingin menjadi sahabatmu seperti waktu dulu. Tidak ingin menjadi seseorang yang kamu cintai.

Momon                              :  Kenapa ?

Nimok                                 :  Tidak ingin

Suara-suara                       :  Tidak ingin atau belum ingin

Nimok                                 :  Tidak ingin

Suara-suara                       :  Tidak ingin atau belum ingin

Nimok                                 :  Tidak

Suara-suara                       :  Tidak atau belum

Nimok                                 :  Tidak, sekali tidak ya tidak

Suara-suara                       :  Belum atau belum

Nimok                                 :  Sssttt….

LANGSUNG SUARA SUARA DIAM.

Momon                              :  Sebenarnya aku lebih senang kalau kau tidak mau datang lagi Nimok. Kenapa ?

Kau campakkan lagi aku dari sebuah tempat yang lebih tinggi setelah kau angkat dari tempat terbawah. Itu membuatku lebih sakit.

Sekarang, setelah aku sakit kau datang lagi untuk mengangkatku dan pasti akan menjatuhkan dari tempat yang lebih tinggi lagi.

Pergilah Nimok itu lebih baik.

Nimok                                 :  Tidak usah khawatir. Suatu saat aku pasti pergi. Tanpa kau suruh aku akan pergi. Tetapi untuk sekarang, aku masih ingin datang lagi untukmu

Momon                              :  Kenapa Nimok ?

Nimok                                 :  Aku sahabatmu.

Sebagai seorang sahabat, aku ingin datang lagi untuk mengajakmu pergi meninggalkan tempat yang tak patut kau singgahi.

Mengerti maksudku Momon ?

MOMON DIAM, INNER MERENUNG UNTUK BERPIKIR.

Nimok                                 :  Tinggalkan semua ini. Aku ingin Momon kembali Momon yang dulu, semasa masih menjadi sahabatku.

Apa yang kau dapatkan dari tempat ini ?

Sia-sia Momon, dan…

Momon                              :  Cukup Nimok, cukup

Nimok                                 :  Belum !

Belum cukup Momon.

Karena aku sahabatmu, aku wajib mengajakmu pergi dari sebuah tempat yang tak layak kau tempati. Hanya ini !

MOMON BERPIKIR KERAS KEDUANYA DIAM.

Nimok                                 :  Kau mencintai aku Momon ?

MOMON RAGU RAGU MENJAWABNYA.

Nimok                                 :  Jawablah dengan jujur Momon

Kau mencintai aku ?

Suara-suara                       :  Jawablah Momon

Jawablah dengan jujur

Kenapa diam momon ? malu ya ?

Jatuh cinta kok malu

Malu kok jatuh cinta

Jangan jatuh cinta kalau masih punya malu

Nimok                                 :  Diamlah suara suara

Benar Momon kau mencintai aku ?

Momon                              :  Ya.

Aku cinta kamu.

Nimok                                 :  Tidak tepat kalau kau mencintai aku

Momon                              :  Kenapa ?

Nimok                                 :  Karena kau sendiri belum mencintai dirimu sendiri.

Momon                              :  Aku mencintai diriku sendiri Nimok

Nimok                                 :  Tidak

Momon                              :  Benar Nimok, aku mencintai diriku.

Nimok                                 :  Bohong kalau kau mencintai dirimu sendiri

Momon                              :  Aku mencintai diriku Nimok

Nimok                                 :  Mengapa kau sakiti dirimu sendiri kalau kau sudah mencintai dirimu sendiri

Kenapa kau siksa dirimu sendiri kalau kau sudah bisa mencintai dirimu sendiri.

Bohong, aku tidak percaya.

Suara-suara                       :  Mencintai tidak menyakiti Momon

Mencintai tidak menyiksa Momon

Ya kan ?

Nimok                                 :  Cintailah dirimu sendiri, sebelum ingin orang lain mencintaimu

Sayangilah dirimu sendiri sebelum ingin orang lain menyayangimu

MOMON BERPIKIR KERAS, MERENUNG.

Nimok                                 :  Apakah  salah kalau sebagai seorang sahabat aku ingin datang lagi untukmu ?

Jangan usir aku Momon

Suatu saat pasti aku pergi. Sementara ini aku masih ingin melihatmu sebagai sahabatku kembali seperti dulu lagi.

Ayo bangun dari mimpi mimpimu yang indah tetapi hanya kebusukan dan kesakitan yang kau dapatkan.

Tidak ada pilihan lain kecuali harus segera meninggalkan tempat ini, kalau kau benar benar mencintai dirimu sendiri.

Yakinlah suatu saat orang orang yang mencintai pasti datang. Ya kan ? percayalah !

LAMAT-LAMAT TERDENGAR SEBUAH TEMBANG. TEMBANG ITU MENGINGATKAN IBUNYA YANG TELAH ALMARHUM.

Rungokna kandaku ya ngger

Isih cilik tak kudang kudang

Dadia pengarepanku

Ing tembe kena tak sawang…..

Momon                              :  Diam !

Diamlah suara-suara

Aku tak ingin mendengar suara itu

Ayo diamlah suara

Suara-suara                       :  Kenapa Momon ?

Momon                              :  Tak seorangpun yang mencintaiku

Tak seorangpun yang menyayangiku

Semua pergi

Semua menjauhiku

Nimok                                 :  Diamlah Momon

Aku ingin menemanimu

Momon                              :  Kemudian meninggalkan lagi

Sebenarnya aku tak ingin lahir kalau akhirnya harus begini

Siapa yang menyuruhku lahir ini sebenarnya

Nimok                                 :  Jangan kau salahkan kelahiran Momon

Dan mengapa tidak mencoba menyalahkan diri sendiri ?

Siapapun tak berhak menolak atau memilih kelahirannya

Kita hanya berhak menolak jalan hidup kita sendiri. Ya kan ?

Kita sendirilah yang memiliki hidup kita karena kita sendiri yang berhak menentukan diri kita sendiri. Bukan orang lain.

Belum terlambat Momon

Hidup ini milikmu sendiri bukan milikku

atau milik orang lain. Ayolah Momon

Lihatlah sebelah sana

Langit dan matahari masih cemerlang

Jangan menuntut orang lain mencintaimu

Kalau kau sendiri belum menuntut dirimu sendiri untuk lebih mencintai diri sendiri

Ayolah Momon

Sekali lagi hanya kita sendirilah yang harus mempertanggung jawabkan hidup ini pada sang pembuat hidup ini.

Memalukan menyayanginya sendiri tak mampu, menyuruh orang lain menyayangi.

Bagaimana Momon ?

TERDENGAR LAMAT-LAMAT  SUARA-SUARA ITU MENEMBANG LAGI.

Nimok                                 :  Dengar Momon suara ibumu

Dengar Momon doa ibumu

MENDENGAR SUARA ITU, TIBA-TIBA PANDANGAN MOMON NYALANG DAN DENGAN BERINGAS TIBA-TIBA IA BERDIRI. PANDANGANNYA MAKIN LIAR MELIHAT KE BEBERAPA ARAH KEMUDIAN BERJALAN DENGAN LANGKAH GAGAH DAN CEPAT MENGELILINGI PANGGUNG. SESEKALI BERHENTI MEMANDANG SEBUAH ARAH DENGAN LIAR. KEMUDIAN BERJALAN LAGI SEAKAN INGIN CEPAT SAMPAI DI SEBUAH TEMPAT DAN LANGSUNG MELAKUKAN SESUATU.

Suara-suara                       :   Momon… mau kemana ?

TIDAK ADA JAWABAN MESKIPUN MOMON SEMPAT BERHENTI SEBENTAR KEMUDIAN BERJALAN LAGI SEPERTI SEMULA.

Suara-suara                       :   Momon pulanglah

Ibumu sudah menunggu…

TIDAK ADA JAWABAN MESKIPUN MOMON SEMPAT BERHENTI SEBENTAR KEMUDIAN BERJALAN LAGI SEPERTI SEMULA LEBIH CEPAT, SEMENTARA NIMOK HANYA MELIHAT DENGAN KEMAMPUAN INNER ACTIONNYA.

Suara-suara                       :   Momon kemana ?

Ajaklah Nimok serta, jangan dibiarkan di sini sendiri

Momon                              :   Tidak

Aku akan belajar lebih mencintai diriku.

PANDANGAN MOMON MAKIN NYALANG SAAT MELIHAT SESUATU YANG ADA DI POJOK PANGGUNG. DIAM SEBENTAR ADA KEBENCIAN.

LANGKAHNYA CEPAT SETENGAH BERLARI. LANGSUNG DIAMBILLAH “KEMARON KECIL” DIPEGANG LANGSUNG DIBANTING BERANTAKAN, SEMENTARA SERBUKNYA BETERBANGAN MEMENUHI PANGGUNG. MUNDURLAH MOMON BEBERAPA LANGKAH MELIHAT DENGAN LIAR LANGSUNG KAIN PANJANG YANG MELILIT KURUNGAN DITARIK PAKSA DAN KURUNGAN ITUPUN DIBUKA DAN DILEMPARKAN SEKALIGUS. TAMPAK SEORANG REMAJA SEDANG MENIKMATI ROKOKNYA ( GANJA ) DALAM KURUNGAN DENGAN PANDANGAN KUYU.

MOMON MUNDUR SELANGKAH DEMI SELANGKAH DAN TERUS MELIHAT PASIEN DENGAN MOTIVASI TERKEJUT SEKALIGUS PENYESALAN.

DENGAN LANGKAH GAGAH MOMON MENDEKATI PASIEN DEKAT DEKAT DAN LANGSUNG DIPELUKNYA ERAT ERAT SETELAH ITU LANGSUNG DIGENDONG ( DIPANGGUL ) BERKELILING LAGI.

Suara-suara                       :   Momon kemana ?

Ini Nimok, jangan ditinggalkan sendiri

Momon                              :   Aku ingin mencintai diriku sendiri sebelum mencintai orang lain.

DIPANGGUL LAGI SANG PASIEN UNTUK KELILING PANGGUNG LAGI. NIMOK PELAN-PELAN TAPI PASTI MENDEKATINYA MUSIKPUN MULAI BERBUNYI

DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK

DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK

DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK

Suara-suara                       :   Momon, Nimok masuklah

Angin malam berhembus kencang

PELAN PELAN KETIGA PEMAIN ITU MASUK. SUARA-SUARA BERGERAK MEMBUAT KOMPOSISI. MUSIK BERBUNYI TERUS. SESEKALI KERAS SESEKALI PELAN.

Suara-suara                       :   Hidup ini milik kita sendiri

Bukan milik orang lain

Bukan milik anak anak kita dan

Bukan juga milik orang tua kita.

MUSIK BERBUNYI TERUS PELAN PELAN KEMUDIAN SESEKALI KERAS. SESEKALI CEPAT SESEKALI LAMBAT. IRAMA BERGANTIAN. SUARA-SUARA IKUT BERSUARA

DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK

DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK

DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK DHING DHANG THAK

MUSIK TERUS BERLANJUT, LAMPU MAKIN LAMA MAKIN REDUP KEMUDIAN PADAM.

S E L E S A I

SRIKANDI EDIAN

Karya : Sang Aru

( Hardjono Wiryosoetrisno )

Daftar Pemain :

1. Srikandi                    : remaja putri tomboy, cerdas dan cantik

umur sekitar 17 thn.

2. Dalang                      : remaja laki-laki atau perempuan, kocak dan cerdas.

3. Wayang wayang       : kelompok koor moderat umur sekitar 17 thn

jumlahnya lebih 5 orang boleh laki, perempuan atau campuran.

4. Pak pos                    : laki-laki atau perempuan umur sebaya mereka yang penting bisa

naik sepeda motor atau sepeda biasa.

5. Dibantu oleh kelompok musik.

Synopsis

Srikandi jaman wayang belajar ilmu memanah kepada Arjuna pemilik ilmu Danurwendo, jaman sekarang atau masa depan Srikandi belajar ilmu sejarah kepada Arjuna juga.

Srikandi kali ini ingin belajar sejarah negeri ini supaya tahu dengan jelas sejarah negerinya. Selama ini sejarah hanyalah sebagai ilmu yang dihafalkan.

Sampai sedikit edian Srikandi berusaha mencari Arjuna untuk belajar sejarah, tetapi sayang sekali sampai cerita ini habis Srikandi tak bisa belajar sejarah tentang negerinya. Mengapa ?

Apakah Arjuna memang tak mau ditemui Srikandi, atau karena sejarah negeri ini tak perlu dipelajari, dan hanya dihafalkan saja ? Inilah kegelisahan Srikandi Srikandi jaman ini.

= = = = =

ADEGAN I.

LAYAR DIBUKA, TAMPAK PANGGUNG DENGAN BEBERAPA BUAH KOTAK SEBAGAI PROPERTY. BEGITU JUGA KELOMPOK MUSIK SEDANG MEMAINKAN MUSIK. SEDERHANA.

TAMPAK JUGA SEORANG DALANG SEDANG BERSIAP MAIN LENGKAP DENGAN PERALATAN DALANGNYA. WAYANG-WAYANG KELUAR DIIRINGI MUSIKNYA. MEMBUAT KOMPOSISI ENAK.

Dalang                 :       Syahdan, malam ini kita bangunkan seorang tokoh wayang terkenal cantik jelita dan otaknya yang cemerlang. Srikandi namanya.

Tetapi Srikandi ini tidak tinggal di Madukara seperti Srikandi jaman Mahabharata dulu, sebab Madukara sekarang sudah habis dimakan gempa api dan banjir.

Srikandi yang sekarang ini tinggal di kawasan Darmo Permai sana. Itu lho perumahan elit dan mewah ya, sebelah barat setasiun televisi.

Apa tuan ? Jauh ?

Ah ya nggak se, masak Darmo Permai jauh ?

Jauh darimana tuan ? Jauh dan dekat itu kan diukur darimana tempatnya. Ya kan ?

Apa tuan ? Dari Wonokromo ?

Yo mesti ae adoh rek nek teko Wonokromo. Dari jembatan merah juga jauh, apalagi dari Gresik. Dan lagi naik apa tempat itu kita katakan jauh. Kalau naik sedan atau panther ya dekat. Kalau naik sepeda, becak bendi, ya jauh apalagi kalau jalan kaki. Ya to ?

Srikandi jaman wayang dan Srikandi jaman komputer ini jauh berbeda.

Srikandi jaman wayang dulu amat senang dan pandai sekali dalam ilmu memanah, Srikandi sekarang pinter dan senang dengan ilmu sejarah. Kata orang bijak, negara itu besar karena sejarah. Jangan sekali kali meninggalkan sejarah kata salah seorang proklamator negeri ini. Sejarah lain lho dengan sujarah. Coba tanyakan dulu pada guru, apa bedanya sejarah dan sujarah.

Srikandi dulu, Srikandi jaman wayang jatuh cinta kepada Arjuna pura pura edan atau gila. Srikandi sekarang ketika jatuh cinta pada Arjuna pura-pura sakit keras.

Nah, malam ini saya coba bangunkan lagi Srikandi ini. Tidak usah bertanya ini Srikandi dulu, Srikandi sekarang ataukah Srikandi masa depan.

MUNCULLAH SEORANG GADIS ATAU REMAJA DENGAN PAKAIAN SANTAI. PAKAI KAOS OBLONG, CELANA JEAN LENGKAP DENGAN TOPINYA (TOMBOY) DARI WAYANG WAYANG.

Srikandi           :           Hallo selamat malam penonton

selamat malam Surabaya

selamat malam malam ini. Apa kabar ?

Ya benar, akulah Srikandi yang tuan tunggu sejak tadi.

Apa tuan ? Cantik ?

Lho itu kan katanya dalang. Jangan gampang percaya kata dalang.

Dalang itu kan kerjanya memang mendalangi…

mendalangi wayang, mendalangi kekacauan, mendalangi kerusuhan. Oalah dalang dalang…..

Benar tuan, aku memang pengin sekali berjumpa Arjuna. Pengin sekali belajar padanya.

Tuan tuan tahu rumah Arjuna ?

Tolonglah tuan kalau tahu rumah Arjuna. Aku ingin sekali kerumahnya. Jangan khawatir soal uang lelahnya. Pasti ada. Kalau hanya memberi tahu di mana rumahnya jelas berbeda lho dengan kalau ikut mengantarkan aku sampai ke rumahnya.

Apa tuan ?

Oh ya aku ingin belajar kepadanya.

Belajar sejarah.

Wayang wayang :  Belajar atau…

Srikandi           : Atau apa ?

Wayang wayang   : Belajar atau jatuh cinta ?

Srikandi                :  Oh… belajar rek.

Wayang wayang   :  Jatuh cinta atau belajar

Srikandi                :  Belajar.

Wayang wayang   :  Belajar atau belajar

Srikandi                :  Belajar belajar !

Wayang wayang   :  Belajar atau jatuh cinta ?

Srikandi                :  Belajar !

Sekali belajar tetap belajar !

Wayang wayang   :  Belajar sambil jatuh cinta ?

Srikandi                :  Malu ah…..

LANGSUNG MASUK SEBUAH LAGU REMAJA CINTA DI SEKOLAH OLEH WAYANG WAYANG.       : malu aku malu pada semut merah

yang berbaris di dinding

menatapku curiga seakan penuh tanya

sedang apa disini menunggu pacar jawabku

DISELA-SELA LAGU ITU DALAM DIALOG LAGI :

Dalang                 : Begitulah Srikandi memulai perjalanan cinta pertamanya.

Sambil menyelam minum air.

Belajar sejarah negerinya sambil jatuh cinta

Wayang wayang  : mengapa belajar sejarah

Mengapa tidak belajar matematika

Belajar kok sejarah

Srikandi               : Kenapa kalau belajar sejarah

Sejarah itu perlu dipelajari

Sejarah tidak saja hanya dihafalkan, tetapi harus dipelajari.

Negara besar itu karena sejarah

Sejarah  kok dihafalkan. Kalau sudah hafal terus untuk apa ? What   for ?

Pelajari sejarah negara-negara besar

Pelajari sejarah orang-orang besar

Pelajari sejarah pikiran-pikiran besar

Ya kan pak dalang ?

Dalang                 : Benar.

Terus keinginanmu

Srikandi               : Ya harus kucari rumah Arjuna.

Dalang                 : kalau sudah ketemu

Srikandi               : ya belajar sejarah padanya

Dalang                 : Kalau nggak ketemu ?

Srikandi               : Ya harus dicari sampai ketemu

Dalang                 : Pantang mundur ?

Srikandi               : Ya benar. Pantang mundur

Pantang untuk mundur

Sekali layar berkembang tak ingin perahu surut kembali sebelum sampai ke pulau tujuan

Dalang                 : Siap terus maksudmu ?

Srikandi               : Menurut dalang bagaimana harusnya ?

Dalang                 : Tanyakan saja pada wayang wayang

Srikandi               : Bagaimana wayang seharusnya ?

Wayang               : Jangan tanya kepada saya, nanti bisa dianggap ikut mendalangi kisahmu Srikandi

Sesama wayang tidak boleh saling mendahului.

Srikandi               : Sudahlah kalau begitu kuputuskan sendiri.

SRIKANDI LANGSUNG PERGI.

Wayang wayang  : Kemana Srikandi ?

Srikandi               : Mencari rumah Arjuna

Wayang wayang  :       dimana rumahnya ?

Srikandi               :       Nggak tahu, tetapi pasti ketemu

Dalang                 : begitulah kisah Srikandi sementara ini.

Ia berkeras hati, berkeras kepala untuk mencari rumah Arjuna.

Ia harus melewati rumah-rumah besar

Ia harus melewati jalan-jalan besar

Ia harus melewati toko-toko besar

Ia harus melewati sekolah-sekolah besar karena ingin belajar tentang sejarah orang-orang besar, belajar tentang sejarah negara-negara besar, sebab Srikandi juga memiliki pikiran besar.

SRIKANDI SUDAH KELUAR DARI KOMPOSISI ITU.

Srikandi               : benar, disinilah rumah Arjuna

Jalan Diponegoro, dekat pom bensin, belok ke kanan terus ada toko kelontong toko Bahagia belok kiri terus, terus nomoe dua puluh empat. Ya benar, inilah rumahnya.

Wayang wayang  : masuklah Srikandi jangan takut

Benar itu rumah Arjuna.

Srikandi               : benar ya ini rumah Arjuna

Tetapi jangan marah lho ya, siapa tahu ini bukan Arjuna yang kau maksud itu. Bukankah nama Arjuna sekarang ini banyak.

Cobalah Srikandi, cobalah dulu. Bukankah salah itu juga sebuah proses menuju benar

SRIKANDI  BERAKTING  SEPERTI  SESEORANG  YANG  SEDANG  MENGETUK

PINTU.

Wayang wayang  : thok thok thok

Wayang wayang nyanyi   :   buka pintu…buka pintu… buka pintu…

Buka pintu buka pintu beta mau masuke

Siolah nona nona nona betalah dimukae

Ada anjing gonggong betae

Ada hujan basah basahe…siolah nona

beta mau masuke he he he…….

Wayang dialog    : Arjuna keluarlah sebentar

Ada tamu ingin menemuimu

Arjuna                 : siapa dia ?

Srikandi               : benarkah ini rumah Arjuna ?

Wayang wayang : benar tak salah lagi. Tunggulah sebentar

: cepatlah keluar Arjuna, ada tamu

Arjuna                 : Siapa dia ?

Wayang wayang  : tidak tahu, tetapi tengoklah sebentar atau intip dari lubang kunci rumahmu

Arjuna                 : katakan padanya

Hari ini aku tak bisa menemuinya

Sampaikan permintaan maafku, tetapi tolong sampaikan aku akan menemui di rumahnya. Catat alamat dan nomor teleponnya.

Wayang wayang : tidak kecewa ?

Arjuna                 : Sebenarnya kecewa, tetapi bagaimana lagi. Suatu saat pasti bisa bertemu.

Wayang wayang  : Baiklah Arjuna

Srikandi ?!

Srikandi               : Bagaimana bisa ditemui hari ini ?

Wayang wayang  : Maafkan Srikandi

Hari ini Arjuna tak bisa kau temui

Srikandi               : Kenapa ?

Wayang wayang  : Ada kepentingan yang tak bisa ditinggalkan, tetapi akan menemuimu sendiri di rumahmu. Sekarang tolong alamat rumah dan nomor teleponmu

Srikandi               : Benar tidak bohong ?

Wayang wayang  : Tidak, ia sendiri sebenarnya ingin juga bertemu denganmu.

Srikandi               : Tetapi apakah rumahnya memang disini ?

Wayang wayang  : Tidak. Tak seorangpun yang tahu alamatnya. Sesekali datang kemari. Tetapi yang penting ia mau datang kerumahmu asal tahu alamat rumahmu Srikandi.

Srikandi               : 0311234567. HP ku masih dipinjam yang punya.

Wayang wayang  : Sekarang mau kemana Srikandi ?

Srikandi               : Tetap mencari Arjuna sampai ketemu

Dalang                 : Begitulah penonton tekad Srikandi.

Mencari Arjuna sampai ketemu.

Tidak ada pilihan lain kita harus berjalan terus kata sang penyair.

Bayangkan, siang malam Srikandi mencarinya.

Sekarang lihatlah perjalanan Srikandi.

SRIKANDI  KELUAR  DARI  KELOMPOK  ITU  DAN  BERJALAN LAGI DENGAN

RASA KECEWA. DIALOG DENGAN PENONTON.

Srikandi               : Penonton tolonglah saya.

Dimana rumah Arjuna sebenarnya

Aku ingin sekali ketemu dengannya untuk belajar sejarah.

Biarlah orang lain mentertawakan aku belajar kok sejarah.

Sejarah negeri ini perlu dipelajari dengan benar. Penting belajar sejarah itu.

Apa tuan ?

Rembulan ?

Masa rembulan tahu rumah Arjuna.

Nggak apa apa, siapa tahu rembulan memang tahu rumah Arjuna.

SRIKANDI DIALOG DENGAN REMBULAN.

Rembulan, selamat malam. Apa kabar ?

Kalau aku sealalu dalam keadaan sehat.

Oh ya rembulan, tahukah kau dimana rumah Arjuna.

Tolonglah beritahu aku dimana rumah Arjuna

Jangan bohong lho rembulan. Aku perlu sekali dengannya.

Aku ingin belajar sejarah negeri ini.

Katanya dia adalah yang paling tahu tentang sejarah negeri ini.

Apa rembulan ?

Lho yok apa se rek rembulan ini.

Pelajaran sejarah itu penting juga, terutama sejarah negerinya sendiri.

Tolonglah rembulan dimana rumah Arjuna itu

Wayang wayang  : Sudahlah Srikandi sudah

Sekarang pulanglah segera

Srikandi               :       Tidak, aku tidak mau pulang kalau belum bertemu Arjuna.

Wayang wayang : Hari sudah larut malam

Besok kita cari lagi. Atau……

Srikandi               : Atau apa.

Wayang wayang  : Cobalah tanya pada semut semut

Siapa tahu ia mengerti rumah Arjuna

Tanyalah pada semut atau rumput rumput

Cobalah kita bertanya pada rumput yang bergoyang.

SRIKANDI  LANGSUNG JONGKOK SEAKAN BERBICARA DENGAN RUMPUT RUMPUT

Srikandi               : Rumput rumput selamat malam

Maaf ya kalau ada di antara kalian yang terinjak kakiku.

Benar rumput, aku tidak sengaja.

Habis malam hari dan rembulan tidak bersinar seperti tadi lagi.

Rumput rumput boleh kan aku bertanya

Eh rumput bangunlah sebentar dari tidurmu. Aku ingin mengganggumu sebentar rumput rumput.

Tolonglah barangkali kalian tahu dimana rumah sang Arjuna. Apa ?

Ya, Arjuna yang pinter ilmu sejarah itu. Aku ingin ketemu dia untuk belajar sejarah khususnya sejarah negeri ini.

Masak kata guruku berbeda dengan kata bapakku tentang sejarah negeri ini.

Benar rumput rumput aku pengin sekali bertemu dengan Arjuna untuk belajar sejarah.

Oh ya, kalau sejarah untuk dihafalkan memang mudah. Tetapi sejarah kan tidak untuk dihafalkan saja. Sejarah harus dipelajari rumput rumput.

Apa rumput ?

Tanya pada semut semut ?

Tadi rembulan menyuruhku bertanya pada rumput sekarang kau suruh aku bertanya pada semut.

Nanti semut…..ah biarlah aku mencoba untuk bertanya pada semut. Siapa tahu mengerti. Terima kasih rumput rumput.

Wayang wayang  : Bagaimana Srikandi jadi bertanya pada semut.

Srikandi               : ya.

Wayang wayang  :       benar Srikandi. Perlu bantuan ?

Srikandi               :       Boleh kalau nggak keberatan

WAYANG WAYANG BERNYANYI      : Semut semut kecil

Saya mau tanya

Apakah engkau di dalam sana

Tahu rumah Arjuna

Srikandi               : Ssst jangan ramai ramai nanti mereka marah.

Coba aku.

SRIKANDI NYANYI : Semut semut kecil saya mau tanya

Apakah engkau didalam sana

Tahu rumah Arjuna…..

SRIKANDI DIALOG  :    Ayolah semut semut jawablah

Apakah engkau tahu rumah Arjuna. Tadi kata rumput rumput engkau tahu. Jangan takut nanti kuberi hadiah gula kalau kau mau memberi tahu di mana rumah Arjuna. Masak nggak tahu. Jangan bohong lho ya.

Tolonglah  semut, aku perlu sekali dengan Arjuna itu. Hanya Arjuna saja yang bisa menjadi tempat aku belajar sejarah negeri ini. Masa depan negeri ini jangan sampai keliru gara gara tak pernah mempelajari sejarah.

Benar ?

Nggak tahu. Siapa ?

Ah nggak akan aku cari sendiri saja rumah Arjuna.

Terima kasih semut semut. Selamat malam

Daaag semut

TIBA TIBA TERDENGAR SUARA HANDPHONE. SRIKANDI LANGSUNG MENGANGKATNYA.

Wayang wayang : Lho tadi katanya nggak punya.

Srikandi               : Baru beli….

Wayang wayang  : Siapa Srikandi ?

Srikandi               : Ssst…

Ya hallo..

Benar, ini aku sendiri

Arjuna ? Ah benar….benar. Ya ya.

Wayang wayang  : Siapa Srikandi ?

Arjuna ya. Nah, awas lho hati hati.